Jakarta -
Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) akan menyediakan layanan pengaduan untuk masyarakat yang mendapati rumah subsidinya dibangun tidak layak huni. Masyarakat dapat melaporkan pengembang perumahan tersebut disertai dengan bukti yang jelas.
Inspektur Jenderal PKP Heri Jerman mengatakan saluran pengaduan ini akan dipersiapkan dalam waktu dekat dan targetnya akan diluncurkan Februari 2025.
"(persiapan saluran pengaduan) Dalam waktu dekat lah, dalam minggu-minggu depan akan saya luncurkan ya. (Bulan ini?) Iya," kata Heri di Kementerian ATR/BPN, Jakarta, Kamis (13/2/2025).
Pengadaan saluran pengaduan ini untuk membantu masyarakat yang telah membeli rumah subsidi tetapi kondisinya tidak sesuai standar. Misalnya rumah yang sering banjir, banyak retakan pada dinding, air yang kuning, bocor, atau pengembang yang kabur.
Masyarakat dapat menghubungi nomor yang tersedia. Pengaduan tersebut harus disertai dengan bukti yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan agar tidak menimbulkan fitnah.
"Namanya BSPS, ini kan Bantuan Stimulan Pembangunan Swadaya. Itu kan banyak sekali yang terlibat, namanya fasilitator, toko bangunan. Kalau umpamanya ternyata fasilitatornya yang nakal, memotong duit atau meminta duit, atau bahkan bahwa toko bangunan, karena uang itu kan ke toko bangunan. Dia memberikan feedback sehingga mengurangi kualitas, ya masyarakat berhak lapor. Tapi harus dengan data dan fakta ya, jangan hanya dugaan, 'katanya'," jelas Heri.
Sementara itu, Kementerian PKP juga mengirimkan surat kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Mereka meminta adanya audit terhadap pengembang nakal yang membangun rumah subsidi tidak sesuai standar.
Ia menyayangkan banyak pengembang membangun rumah subsidi tidak layak huni. Padahal pengadaan rumah subsidi sudah mendapat bantuan dari negara yakni lewat skema pembiayaan FLPP setiap tahunnya. Jelas tindakan ini tidak hanya merugikan penghuni rumah, melainkan negara juga.
"Langkah saya sebagai inspektur jendral, hari ini saya sudah membuat surat kepada BPK RI untuk dilakukan audit untuk tujuan tertentu. Supaya nanti bisa diperoleh petunjuk yang komprehensif, bagaimana tata kelolanya, siapa bertanggung jawab apa," ungkapnya.
Ia berharap dengan ini, ke depannya FLPP yang diberikan negara dapat dimanfaatkan tepat sasaran yakni kepada pengembang yang bertanggung jawab. Kemudian, mereka juga akan membuat daftar konkret pengembang-pengembang di seluruh Indonesia agar masyarakat dapat memeriksa pengembang yang dapat dipercaya dan tidak.
Selain itu, data ini juga dapat membantu perbankan agar tidak memberikan layanan pembiayaan kepada pengembang yang sudah terkena blacklist.
"Itulah tujuan kami, memberikan ekspos seperti ini, selain menyampaikan kepada masyarakat bahwa para pengembang yang akan kami anggap kategori tidak layak lagi untuk bisa membangun perumahan bersubsidi, ya tentu kami akan membuat daftar-daftar blacklist, supaya tidak lagi digunakan oleh perbankan," jelasnya.
(aqi/das)