Aksi Kamisan Bali ke-850 menyoroti kebijakan Prabowo-Gibran yang dinilai mengabaikan pendidikan dan pangan. Peserta menuntut pendidikan berkualitas. [421] url asal
Aksi Kamisan Bali ke-850 digelar di pintu masuk Monumen Bajra Sandhi, Renon, Denpasar, Kamis (6/2/2025). Para peserta aksi mengkritisi kebijakan pemerintahan Prabowo-Gibran yang dinilai tidak memprioritaskan kepentingan rakyat, terutama dalam sektor pendidikan.
Dalam diskusi yang digelar, peserta menyoroti efisiensi anggaran di berbagai sektor, khususnya pendidikan. Mereka menilai program bantuan beras sebagai pengganti subsidi pendidikan merupakan bentuk pengabaian terhadap hak masyarakat atas pendidikan yang layak.
"Pemberian makan sebagai ganti pendidikan adalah penghinaan. Kami butuh pendidikan yang bermutu, bukan sekadar makanan bergizi gratis yang efektivitasnya belum jelas," ujar salah seorang peserta aksi.
Mereka mengacu pada pernyataan Bank Dunia dan IMF yang menyebut rakyat Indonesia membutuhkan subsidi pangan untuk memperlancar situasi kapital dan impor-ekspor pangan. Menurut mereka, Indonesia sebenarnya memiliki surplus pangan, tetapi pemerintah terus mengandalkan impor meski Prabowo menyatakan pentingnya pemberdayaan pangan.
"Pada akhirnya kebijakan pemberdayaan pangan yang digaungkan pemerintah justru mencaplok tanah rakyat kecil di Kalimantan, Lampung, Sulawesi, bahkan Bali," kata Ketua Komite Aksi Kamisan Bali Tommy Priatna.
Selain isu pangan dan pendidikan, aksi ini juga membahas ketimpangan akses terhadap ekowisata di Bali melalui tema "Bali Punya Siapa?". Para peserta menilai kebijakan wisata lebih menguntungkan pihak tertentu dibanding masyarakat setempat.
Masalah transportasi umum juga menjadi perhatian, terutama setelah dihentikannya operasional Trans Metro Dewata. Kebijakan ini dinilai memperburuk aksesibilitas masyarakat terhadap transportasi publik yang terjangkau.
"Kami ingin mendekatkan masyarakat dengan penderitaan rakyat, membangkitkan simpati dan empati terhadap mereka yang terkena dampak kebijakan pemerintah," ujar salah satu peserta aksi.
Aksi yang berlangsung sejak 2007 ini berakhir di tengah hujan deras. Meski demikian, para peserta tetap melanjutkan diskusi mereka di bawah guyuran hujan dengan berlindung di bawah payung hitam.