
Menteri PKP minta BTN benar-benar pilih pengembang bertanggung jawab
Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait meminta Direktur Utama (Dirut) PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Nixon LP Napitupulu ... [327] url asal

mohon betul-betul pilihlah pengembang-pengembang yang bertanggung jawab dan yang berkualitas buat masyarakat berpenghasilan rendah (MBR)
Kabupaten Bogor (ANTARA) - Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait meminta Direktur Utama (Dirut) PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Nixon LP Napitupulu benar-benar memilih pengembang (developer) yang bertanggung jawab.
“Pak Nixon sebagai Dirut BTN, sebagai motor daripada pembangunan rumah subsidi bersama Tapera (Badan Pengelola/BP Tabungan Perumahan Rakyat), mohon betul-betul pilihlah pengembang-pengembang yang bertanggung jawab dan yang berkualitas buat masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Saya sudah banyak menemukan rumah-rumah yang bagus kok, yang dibangun oleh pengembang-pengembang yang baik. Tolong berikan kesempatan supaya kita punya tanggung jawab sebagai pemerintah, lahir-batin, dunia-akhirat,” ujarnya dalam Program Rumah untuk Guru Indonesia dari BTN di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa.
Berdasarkan data BTN, terdapat 120 ribu rumah kredit perumahan rakyat (KPR) yang belum memiliki sertifikat sejak 2015, lalu telah tersertifikasi 80 ribu unit rumah pada 2019.
Saat ini, ada lebih dari 38 ribu rumah dengan sertifikat yang belum terselesaikan oleh developer. Rumah-rumah tersebut yang melibatkan 4 ribu proyek menyebabkan kerugian hingga Rp1 triliun terhadap konsumen atau nasabah peserta KPR. Kasus dari developer bermasalah mulai dari tidak menyelesaikan pekerjaan, tidak memberikan sertifikat rumah, developer kabur, sengketa hukum, sertifikat ganda, hingga notaris yang bermasalah.
Kini, BTN sudah membuat rating untuk para developer platinum, gold, silver hingga non-rating untuk mengklasifikasi mana yang bekerja dengan benar dan bermasalah, sehingga harus masuk daftar hitam (blacklist). Selain itu juga membentuk satuan tugas atau taskforce di internal BTN yang bekerja sama dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“Jangan lagi ada pengembang yang tidak berkualitas dan bertanggung jawab membangun rumah subsidi. Jangan lagi ada di Indonesia. Mari kita seperti kata Presiden Prabowo, mari kita bersihkan diri, mari kita perbaiki diri kita. Mari kita mulai, kita melayani rakyat sepenuh hati dengan tanggung jawab,” ungkap Menteri PKP.
Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2025

Ara Cek Perumahan Subsidi di Karawang, Soroti Tanggung Jawab Pengembang
Menteri PKP Maruarar Sirait kunjungi perumahan subsidi di Karawang. Ia menyoroti peran pengembang bertanggung jawab dalam membangun rumah layak dan berkualitas. [466] url asal
#perumahan-subsidi #rumah #perumahan #karawang #jawa-barat #menteri-pkp #maruarar-sirait #hunian #bintang-residence #perumahan-eternal-village #pkp #properti #jawa #ara-cek-perumahan-subsidi #menteri #prabowo #muha
(detikFinance) 23/03/25 15:23
v/41252/

Pengembang memiliki peran penting dalam menyediakan rumah yang layak buat masyarakat. Pengembang yang bertanggung jawab dinilai dapat membangun rumah yang berkualitas.
Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait (Ara) melakukan kunjungan ke dua perumahan subsidi di Karawang pada Sabtu (22/3). Ia memastikan rumah yang diterima masyarakat dalam kondisi baik dan berkualitas.
Lokasi pertama ada di perumahan Eternal Village, Cengkong, Karawang, Jawa Barat. Ia pun berbincang dengan sejumlah warga dan mendapati tidak ada keluhan soal bangunan maupun lingkungan perumahan. Ia menanyakan terkait banjir, kebocoran bangunan, aliran air hingga pengelolaan sampah.
"Ternyata rumah subsidi juga bisa berkualitas. Hal itu sangat tergantung kepada pengembangnya, kalau dia tanggung jawab, profesional, bisa seperti Bapak dan Ibu mendapatkan tempat yang bertanggung jawab dan bagus dan layak huni seperti ini," ujar Ara di Karawang, Jawa Barat, Sabtu (22/3/2025).
Menurutnya, masyarakat dan negara sangat membutuhkan pengembang yang bertanggung jawab. Ara berharap pengembang dapat meningkatkan pembangunan rumah yang berkualitas agar semakin banyak masyarakat bisa memiliki hunian yang layak dan terjangkau.
"Saya senang menemukan pengembang-pengembang yang bertanggung jawab. Masyarakat bisa memiliki rumah yang berkualitas dan bagus. Coba bayangkan jika pembelian rumah pertama dan masa cicilannya sampai belasan tahun, tapi rumah yang didapatkan tidak berkualitas. Bayangkan bagaimana perasaan pembeli hunian," katanya.
Kemudian, Ara melanjutkan kunjungannya ke Perumahan Shanaya Bintang Residence di Bangle, Karawang, Jawa Barat. Ia berbicara langsung dengan warga dan menanyakan keluhan mereka.
"Kita ajak ngobrol sebagai pengembang juga bertanggung jawab dengerin warga keluhannya," imbuhnya.
Ara menyampaikan sudah ada anggaran untuk menyalurkan 220 ribu rumah subsidi tahun ini. Untuk itu, pihaknya pun ingin memastikan masyarakat mendapat kualitas rumah yang lebih baik.
Pada kesempatan itu, Ara menemukan warga yang bekerja di bidang informal. Mesti tak punya slip gaji, ada warga yang dapat membeli rumah komersial seharga Rp 450 juta dengan cicilan Rp 3,5 juta per bulan.
"Di sini ada rumah komersial dan subsidi yang fasilitasnya bisa dinikmati semua. Ini ada penghuni, yang satu pedagang batagor yang satu buka usaha warkop dan rental PS. Mereka tidak punya slip gaji, tapi bisa membeli rumah. Pak Prabowo sangat mengedepankan perumahan. Inilah contoh bagaimana kita melihat developer yang bertanggung jawab dengan apa yang dijual," ujar Menteri Ara.
Di samping itu, salah satu penghuni Eternal Village Muhammad Azzam (31) merasa puas dengan rumah yang sudah ditempati selama empat tahun. Ia yakin untuk membeli rumah tersebut lantaran kawasannya tidak terkena banjir ketika melakukan survei.
"Alhamdulillah ngga kebayang dan ngga kepikiran dengan DP Rp 3 juta udah bisa punya rumah tipe 30/60, bangunannya bagus, jalannya rapi sudah dicor, saluran airnya aman dan lokasinya juga strategis," tuturnya.
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini
(dhw/das)
DPR Pertanyakan Parameter Pengembang Nakal
Lima asosiasi pengembang perumahan memaparkan permasalahan developer rumha bersubsidi termasuk stigma negatif pengembang nakal. - Halaman all [894] url asal
#berita-terkini #berita-hari-ini #real-estate-indonesia-rei #pengembang-nakal #menteri-perumahan-dan-kawasan-permukiman-pkp #apersi #berita-ekonomi-terkini
(InvestorID) 20/03/25 14:56
v/40533/

JAKARTA, investor.id - Lima asosiasi pengembang perumahan dengan kontribusi pembangunan rumah subsidi terbesar yakni hampir 92% yakni REI, Apersi, Himperra, Appernas Jaya dan Asprumnas melakukan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI di Gedung Nusantara 2 DPR RI, Rabu (19/3).
Dalam rapat yang dipimpin Ketua BAM DPR RI, Netty Prasetyani, Wakil Ketua BAM DPR RI Adian Napitupulu dan Wakil Ketua BAM DPR RI Cellica Nurrachadiana itu kelima asosiasi menyampaikan berbagai persoalan yang dihadapi pengembang perumahan bersubsidi termasuk berkaitan dengan stigma negatif yang disebarkan secara terstruktur hingga berujung pemeriksaan pengembang tanpa dasar hukum yang jelas.
Menanggapi keluhan dari asosiasi pengembang perumahan tersebut, Wakil Ketua BAM DPR RI Adian Napitupulu mengakui dirinya juga bingung dengan situasi yang dihadapi pengembang rumah bersubsidi, karena dituding sebagai pengembang nakal serta ada yang mengalami pemanggilan atau pemeriksaan dari kepolisian. Menurutnya, negara ditata dengan dasar-dasar hukum, sehingga harus jelas mana delik aduan, mana perdata dan yang mana pidana umum.
“Saya belum melihat kasus pemanggilan pengembang seperti tadi disampaikan terjadi misalnya di Papua itu apa dasar hukumnya dulu? Bagaimana ada menteri yang main bilang periksa, periksa, periksa (pengembang nakal). Setahu saya, konsumen yang membeli rumah ke pengembang punya klausul klausul perjanjian. Ada enggak klausul perjanjian itu yang dilanggar?” kata Adian dalam keterangan rilisnya dikutip di Jakarta, Kamis (20/3/2025).
Menurutnya, jika memang ada pelanggaran perdata atau pidana yang dilakukan pengembang rumah bersubsidi, barulah aparat penegak hukum dapat menindak dan membuktikan kalau pengembang tersebut memang nakal. Tanpa ada pelanggaran hukum jelas dan tidak ada pengingkaran atas kontrak oleh pengembang, maka tidak boleh ada stigma nakal apalagi diperiksa polisi.
“Yang harus ditaati itu hukum. Kalau tidak hukum yang dilanggar atau tidak ada delik aduan, mau menteri atau siapapun yang ngomong ya tidak bisa. Kalau kita tidak pakai hukum acaranya, deliknya apa ya yang muncul adalah kesewenang-wenangan,” tegas Adian.
Dia menambahkan, situasi yang saat ini dialami pengembang rumah subsidi menjadi semakin personal karena pengembang dan banyak orang yang bekerja tidak dapat melakukan usaha karena prosesnya terganggu. Kalau tidak diselesaikan cepat, maka ada sekitar 10-12 juta pekerja yang terancam nafkahnya, dan ada 185 usaha ikutan lain yang berdampak. Kondisi itu, ungkap Adian, tidak diinginkan karena akan membuat perekonomian Indonesia semakin terpuruk.
“Kami sangat memahami situasi yang dialami pengembang rumah subsidi ini, karena sudah untungnya kecil dan proses usaha terhenti eh harus juga dipanggil polisi. Oleh karena itu, Kementerian PKP (Perumahan dan Kawasan Permukiman) dan Komisi V harus berani ambil langkah untuk membenahi persoalan ini,” ujarnya.
Dikatakan, Komisi V sudah menjadwalkan untuk RDPU dengan Kementerian PKP terkait persoalan ini, yang dijadwalkan setelah reses. Selain itu juga akan menyurati Komisi III untuk mempertanyakan kepada Kapolri berkaitan pemanggilan pengembang. Menurut Adian harus diperjelas apakah polisi bisa memanggil pengembang tanpa ada pelanggaran pada klausul- klausul perdatanya.
“Kalau memang bisa, apa yang mau diperiksa? Apa polisi mau cek seluruh spesifikasi bangunannya? Kalau ada keberatan dan aduan konsumen tentu silahkan diperiksa, tetapi kalau tidak ada gugatan buat apa diperiksa?” sebutnya.
Pengembang Terintimidasi
Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI) Joko Suranto dihadapan BAM DPR RI menyampaikan bahwa pihaknya di awal pembentukan Kementerian PKP sangat happy karena setelah satu dekade tidak memiliki “ayah”, pada akhirnya pemangku kepentingan (stakeholder) perumahan memiliki kementerian sendiri. Bahkan, para asosiasi pengembang selama delapan bulan ikut terlibat dalam Satuan Tugas (Satgas) Perumahan yang dikomandoi Hashim Djojohadikusumo untuk merumuskan pembenahan kebijakan yang diperlukan di sektor perumahan.
“Tetapi sekitar lima bulan sejak Kementerian PKP terbentuk yang muncul kegaduhan kontroversial. Kami sebagai asosiasi pengembang merasa seperti anak yang kehilangan (lagi) ayahnya. Dulu saat masih diurusi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) justru tidak ada masalah apa-apa,” ungkapnya.
Joko Suranto menambahkan, saat ini asosiasi pengembang merasa tidak ada lagi perlindungan dan pembinaan dari pemerintah. Pengembang juga merasa khawatir akan nasib usaha mereka ke depan, karena tidak ada lagi rasa nyaman dalam berusaha terutama pengembang rumah bersubsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang dicurigai, mendapatkan intimidasi sebagai pengembang yang nakal, serta ada yang dipanggil polisi untuk diperiksa akibat dampak dari stigma tersebut.
Kelima asosiasi pengembang perumahan tersebut menilai lima bulan Kementerian PKP di bawah Menteri Maruarar Sirait Program 3 Juta Rumah yang seharusnya menjadi instrumen pengentasan kemiskinan saat ini belum ada progress apa-apa. Program ini masih jalan di tempat, karena disibukkan untuk memeriksa pengembang yang distigma nakal.
“Pengembang perumahan itu ada sekitar 18 ribu perusahaan. Ini ekosistem perumahan yang sudah terbentuk dan teruji, bahkan di saat Kementerian PKP belum dibentuk. Seharusnya kami dapat dijadikan kekuatan besar untuk mempercepat realisasi Program 3 Juta Rumah,” kata CEO Buana Kassiti Group itu.
Menurutnya, developer bahkan sebelum adanya Kementerian PKP telah memberikan kontribusi besar terhadap negara baik dengan membayar pajak maupun menyumbang aset terbesar kepada pemerintah daerah melalui fasos/fasum karena 40% fasilitas perumahan yang dibangun pengembang harus diserahkan kepada pemerintah daerah.
“Tetapi pada akhirnya yang dilihat hanya yang bagus buat konten saja, bukan yang substansi terkait penyelesaian akar masalah di sektor perumahan yakni backlog yang besar,” sebut Joko Suranto.
Di akhir rapat, Adian Napitupulu juga meminta Kementerian PKP untuk memperjelas Program 3 Juta Rumah ini agar dapat diukur kinerjanya. Secara gagasan, menurutnya, ide ini sangat baik, bahkan kalau perlu targetnya ditambah menjadi 3,5 juta atau 4 juta unit. Tetapi masalahnya bukan idenya, tetapi bagaimana agar program ini “membumi” sehingga dapat terealisasi.
Editor: Heru Febrianto (Heru.Djaafar@b-universe.id)
Follow Channel Telegram Official kami untuk update artikel-artikel investor.id
Baca Berita Lainnya di Google News

Pengembang Teriak Program 3 Juta Rumah Tak Jelas dan Ganggu Bisnis
Pengembang menilai arah kebijakan program 3 juta rumah justru menimbulkan ketidakpastian di masyarakat yang merugikan pengembang. [316] url asal
#koruptor #junaidi-abdillah #teriak #ketua-umum-dpp-asosiasi-pengembang-perumahan #satu-asta-cita-presiden-prabowo-subianto #prabowo-subianto #intimidasi #parlemen #jakarta #joko-suranto #bam-dpr-ri
(CNN Indonesia) 20/03/25 14:00
v/41201/

Lima asosiasi perusahaan pengembang (developer) perumahan berteriak mengeluhkan ketidakjelasan program 3 juta rumah yang dijanjikan Presiden Prabowo Subianto.
Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI) Joko Suranto mempertanyakan arah kebijakan ini. Dia berkata kebijakan ini justru menimbulkan ketidakpastian di masyarakat yang merugikan pengembang. Sebab, konsumen yang siap akad tiba-tiba balik badan karena berharap dapat rumah di program tersebut.
"Kita tahu tiga bulan lalu (isu) rumah gratis ini sangat mengganggu sekali karena orang tiba-tiba batal beli rumah, mau akad tidak jadi," kata Joko pada rapat dengar pendapat umum dengan Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (19/3).
Joko juga mempertanyakan rencana penggunaan lahan eks koruptor untuk perumahan rakyat. Pengembang bingung rumah tapak untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) disetarakan dengan rumah di tanah koruptor yang nilainya berbeda.
Selain itu, ada kebingungan pengembang soal rencana pemerintah menurunkan harga rumah subsidi. Joko menyebut kebijakan itu akan merugikan orang-orang yang sudah membeli rumah lebih dulu karena harga rumah subsidi terbaru malah lebih murah.
Joko juga menyayangkan kebijakan perumahan pemerintah yang tak memikirkan pengembang. Menurutnya, Prabowo sudah jarang membahas program 3 juta rumah, lebih sering bicara Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Danantara.
"Kita merasa tidak adanya perlindungan. Kemudian pelaku pengembang merasa ketakutan akan kepastian usaha mereka. Yang ketiga, adalah ketidaknyamanan dalam berusaha, developer dicurigai, dikambinghitamkan, bahkan mendapatkan intimidasi," ucap Joko.
Dalam kesempatan itu, Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah mengungkap potensi kerugian pengembang karena ketidakjelasan kebijakan.
"Terkait penurunan harga yang justru harga tanah meningkat, tapi Menteri (PKP) harga rumah diturunkan, sangat berbanding terbalik," ucap Junaidi.
BAM DPR menerima keluhan dan masukan dari pengembang. Mereka berjanji akan mencari solusi agar tak ada pihak yang dirugikan.
"Kalau kemudian perumahan menjadi salah satu Asta Cita Presiden Prabowo Subianto, ya seharusnya ini didukung oleh kementerian/lembaga yang memang dibentuk atau ditunjuk, appointed, untuk bisa menyukseskan," kata Ketua BAM DPR RI Netty Prasetiyani.

BPJS Ketenagakerjaan serahkan MLT ke pengembang perumahan, mudahkan pekerja miliki rumah
BPJS Ketenagakerjaan Ternate, Maluku Utara (Malut) menyerahkan secara simbolis program Manfaat Layanan Tambahan (MLT) kepada pihak developer PT Marimoi ... [254] url asal

Ternate (ANTARA) - BPJS Ketenagakerjaan Ternate, Maluku Utara (Malut) menyerahkan secara simbolis program Manfaat Layanan Tambahan (MLT) kepada pihak developer PT Marimoi Fomakati Nyinga untuk mendukung konstruksi perumahan di Ternate.
Kepala Cabang BPJS Ketenagakerjaan Ternate, Arief Sabara di Ternate, Kamis, menjelaskan, bagi peserta BPJS Ketenagakerjaan dapat mengakses empat fasilitas melalui program MLT Perumahan ini, yakni fasilitas Pinjaman Renovasi Perumahan (PRP), Pinjaman Uang Muka Perumahan (PUMP) dan Kredit Pemilikan Rumah (KPR), dan Kredit Konstruksi (KK).
MLT Perumahan merupakan fasilitas yang diberikan oleh BPJAMSOSTEK kepada peserta dalam bentuk PUMP maksimal sebesar Rp150 juta, PRP maksimal sebesar Rp200 juta, serta KPR maksimal Rp500 juta.
Arief mengatakan, BPJS Ketenagakerjaan Ternate, Bank BTN Ternate dan developer PT. Marimoi Fomakati Nyinga, di Ruang Rapat Bank BTN Ternate, Rabu 19 Maret 2025.
Adapun untuk memanfaatkan program MLT Perumahan, peserta harus sudah menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan selama minimal satu tahun; terdaftar minimal di tiga program antara lain Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kesehatan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM) dan aktif membayar iuran; dan belum memiliki rumah sendiri.
"Program MLT Perumahan sendiri dapat membantu pekerja mewujudkan mimpinya untuk memiliki rumah impian. Keuntungan dari program ini ada pada bunganya yang rendah. Bunganya bersaing dan lebih rendah dari KPR lain," ujar Arief.
Sementara itu Direktur PT. Marimoi Fomakati Nyinga, Wildayanti Kamal memberikan pendapatnya terkait program MLT BPJS Ketenagakerjaan, Program MLT BPJS Ketenagakerjaan sangat membantu khususnya bagi masyarakat yang ingin mengambil rumah dikarenakan bunganya yang kecil.
"Jadi sangat membantu bagi pembeli rumah karena dengan program MLT ini angsuran yang dibayarkan juga kecil," katanya.

Prabowo Dianggap Tak Lagi Antusias dengan Program 3 Juta Rumah
'Presiden Prabowo sudah tidak antusias lagi, tidak pernah bicara lagi terkait program 3 juta rumah,' kata Joko. Halaman all [355] url asal
#prabowo #prabowo-subianto #3-juta-rumah #antusias
(Kompas.com) 19/03/25 14:00
v/40163/

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Prabowo Subianto dianggap tidak lagi antusias dengan program 3 juta rumah.
Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Real Estat Indonesia (REI) Joko Suranto menyampaikan hal ini dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI dengan sejumlah asosiasi pengembang perumahan di Kompleks Parlemen, Jakarta Selatan, Rabu (19/03/2025).
"Presiden Prabowo sudah tidak antusias lagi, tidak pernah bicara lagi terkait program 3 juta rumah," kata Joko.
Malah yang saat ini tengah terus dibahas oleh Prabowo adalah terkait Makan Bergizi Gratis (MBG), hilirisasi, koperasi, Dana Agata Nusantara (Danantara), hingga food estate.
Padahal, menurut Joko, program 3 juta rumah berpeluang memberikan 9 juta lapangan pekerjaan baru.
"Akan tumbuhnya pekaku industri atau wiraswastawan baru minimal 400.000 di seluruh Indonesia," ucapnya.
Tak hanya itu, Joko mengatakan saat ini pengembang perumahan merasa tidak punya perlindungan dan kehilangan sosok "bapak".
"Kemarin-kemarin kita punya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) itu enggak pernah bikin problem. Ternyata saat ini kita banyak problem," ujarnya.
Pengembang perumahan juga merasa ketakutan akan kepastian usaha mereka dan merasa tidak nyaman dalam berusaha karena terus dicurigai, dikambinghitamkan, dan mendapatkan intimidasi.
Ini menyusul kebijakan yang dibuat oleh Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait yang ingin melakukan audit perumahan subsidi, temuan developer nakal, perumahan porsi Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) hingga ide rumah gratis.
Padahal, jelas Joko, sektor properti memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 14-16 persen. Investas yang masuk pada tahun 2024 untuk sektor ini juga mencapai Rp 122 triliun.

Pengembang Resah, BAM DPR Pertanyakan Arah Program 3 Juta Rumah
BAM DPR RI mendengarkan keluhan pengembang terkait Program 3 Juta Rumah. Anggota dewan berupaya mencari solusi untuk mendukung industri properti. [730] url asal
#bam-dpr #dpr #program-3-juta-rumah #pengembang-properti #properti #pengembang #rumah #perumahan #pkp #fraksi-pdi-perjuangan #rei #netty-prasetiyani #wakil-ketua-bam-dpr-ri #dpp-realestat-indonesia #kepolisian #detik
(detikFinance) 19/03/25 14:00
v/40228/

Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI menerima keluhan dari lima ketua umum asosiasi pengembang terkait industri properti dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU). Para anggota dewan itu turut memahami keresahan para pengembang, terutama dalam menjalankan Program 3 Juta Rumah.
Anggota BAM DPR RI Harris Turino dari fraksi PDI Perjuangan mengungkapkan pihaknya bingung dengan langkah-langkah pemerintah untuk mewujudkan program itu. Menurutnya, ada informasi simpang siur terkait regulasi, target pembangunan, dan sumber pembiayaan di bidang perumahan.
"Tiga juta rumah itu hal yang nggak mungkin dilakukan. Tiga juta rumah itu dari mana kalau dibagi tadi 18 ribu pengembang, nggak akan selesai setahun. Apalagi awalnya gratis itu," ujar Harris di Gedung Nusantara II, Jakarta, Rabu (19/3/2025).
Ia pun mengatakan pihaknya akan melihat dan membicarakan terkait hal tersebut. Lalu, ia juga berpikir tentang langkah yang bisa diperbuat BAM DPR RI untuk membantu menangani keluhan pengembang.
Senada dengan itu, Anggota BAM DPR RI Siti Munawaroh memahami dan akan berusaha mencari jalan keluar. Sebab, pengembang ingin memberikan pelayanan terbaik buat kesejahteraan masyarakat.
"Ini adalah aspirasi yang tidak boleh didiamkan, artinya tentu kita perlu ada perjuangkan dan komunikasikan yang tentu tidak bisa secara tiba-tiba langsung kita memberikan solusinya karena ini berkaitan dengan tidak hanya developer," kata Siti.
Ketua BAM DPR RI Netty Prasetiyani dari Fraksi PKS mengaku memahami keprihatinan para pengembang. Ia menyebut perumahan yang nyaman dan manusiawi merupakan dasar untuk menciptakan masyarakat yang produktif serta kohesi sosial.
"Kalau kemudian perumahan menjadi salah satu asta cita presiden Prabowo Subianto ya seharusnya ini didukung oleh kementerian lembaga yang memang dibentuk atau ditunjuk appointed untuk bisa menyukseskan (program)," imbuhnya.
Menurutnya, kebijakan perumahan yang terjangkau merupakan investasi terhadap stabilitas sosial dan pertumbuhan ekonomi. Ia juga menyarankan agar ada inovasi kebijakan yang bisa menyelesaikan masalah-masalah perumahan saat ini.
"Mudah-mudahan RDPU ini menjadi jalan bagi kita bisa memperbaiki situasi kebijakan, kelembagaan, dan juga pembiayaan perumahan yang dibutuhkan oleh masyarakat kita," tuturnya.
Di sisi lain, Wakil Ketua BAM DPR RI Cellica Nurrachadiana mengingatkan persoalan pengembang nakal perlu diatasi. Pihaknya menyadari perumahan adalah persoalan yang serius karena menyangkut kebutuhan papan masyarakat.
"Oknum tiba-tiba kabur akan menjadi beban pemerintah kita harus sikapi bersama siapa tau ada oknum," katanya.
Kemudian, Anggota BAM DPR RI Slamet Aryadi juga menyebutkan pemerintah yang terkesan menyudutkan pengembang, sebenarnya mengancam oknum pengembang yang tidak bertanggung jawab. Hal ini sebagai langkah melindungi masyarakat.
"Ancaman untuk pengembang nakal tujuannya apa? Tujuannya pemerintah ingin melindungi masyarakatnya agar tidak mendapatkan perumahan yang sifatnya subsidi yang asal-asal," katanya.
Wakil Ketua BAM DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Adian Napitupulu mengatakan kejadian pengembang yang perumahannya diperiksa kondisinya oleh pihak kepolisian itu sebenarnya tidak diperkenankan. Menurutnya, hal itu hanya dapat dilakukan kalau ada laporan dari konsumen.
"Setahu saya konsumen yang membeli rumah dari pengembang tentu punya klausul-klausul jual beli. Ada nggak yang dilanggar? Kalau ada perdata atau pidana. Apakah ada unsur pidana, nah baru di situ lah kemudian aparat hukum bisa bertindak," katanya.
Pada kesempatan itu, ia juga menyarankan agar pengembang menjalankan regulasi yang sudah ada, yakni Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3). Dengan begitu, lebih banyak rumah bisa dibangun untuk masyarakat.
Sebelumnya, lima ketua umum asosiasi pengembang menyampaikan keresahan kepada Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI. Mereka mengeluhkan langkah pemerintah yang menimbulkan dalam industri properti saat ini.
Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI) Joko Suranto mengatakan para pengembang awalnya senang dengan dibentuknya Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) dan Program 3 Juta Rumah. Namun, selama tiga bulan terakhir dinilai belum ada progres yang signifikan.
"Setelah tiga bulan kita mengikuti kementerian, namun pada saat ini kondisi 5 bulan berjalan atau setelah kementerian itu kondisi Program 3 Juta Rumah ini belum ada progres. Yang kedua Presiden Prabowo (Subianto) sudah tidak antusias lagi, sudah tidak bicarakan lagi Program 3 Juta Rumah," ujar Joko di Gedung Nusantara II, Jakarta, Rabu (19/3/2025).
Ia mengatakan para pengembang merasa tidak mendapat perlindungan dan bimbingan. Pengembang rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) juga khawatir dengan kelanjutan usahanya lantaran merasa dicurigai dan diintimidasi sebagai pengembang nakal.
Selain itu, ia mengatakan pengembang merasa dirugikan dengan rencana rumah gratis. Hal ini membuat masyarakat membatalkan akad rumah. Wacana penggunaan tanah sitaan koruptor dan pembentukan central purchasing juga membingungkan para pengembang.
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini
(dhw/das)
Langkah Tegas Pemerintah Segel Kawasan Perumahan dan Wisata di Sepanjang DAS Buntut Banjir
Luas tutupan vegetasi di DAS Bekasi hanya mencapai 3,35% dari total luasan DAS seiring dengan pertambahan area pertanian dan pemukiman di wilayah tersebut. [1,941] url asal
#alih-fungsi-lahan #puncak-bogor #tata-ruang #banjir-jabodetabek #banjir-2025
(Bisnis.Com) 19/03/25 11:00
v/40148/

Bisnis.com, JAKARTA — Dalam sepekan terakhir, usai banjir besar yang terjadi pada 4 Maret 2025 lalu, Pemerintah gencar melakukan sidak, penyegelan, dan pembongkaran bangunan dan kawasan wisata yang dianggap penyebab banjir. Banjir besar Jabodetabek pada awal Maret 2025 juga menjadi alarm keras daya tampung daerah aliran sungai (DAS) semakin menurun.
Kementerian Lingkungan Hidup menyatakan tak segan mengenakan sanksi pidana kepada perusahaan baik pemilik properti dan tempat wisata di kawasan Puncak dan Bogor yang terbukti merusak lingkungan sehingga menjadi penyebab banjir. Pasalnya, banjir menjadi peringatan keras daya tampung DAS semakin menurun terutama di hulu sungai Ciliwung dan Kali Bekasi.
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup, luas tutupan vegetasi di DAS Bekasi hanya mencapai 3,35% dari total luasan DAS seiring dengan pertambahan area pertanian dan pemukiman di wilayah tersebut.
Deputi Bidang Tata Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Berkelanjutan Kementerian Lingkungan Hidup Sigit Reliantoro mengatakan terdapat penambahan luasan kawasan pemukiman dan pertanian di segmen 1 Das Bekasi di wilayah yang sebelumnya berperan memberikan perlindungan kepada wilayah tersebut salah satunya sebagai resapan air.
“Kalau dilihat DAS Kali Bekasi di segmen 1 di hulunya jauh lebih kecil tutupan lahannya. Jadi kalau dihitung hanya 3,35% dari DAS Kali Bekasi,” ujarnya dikutip Rabu (19/3/2025).
Adapun kriteria tutupan vegetasi harus mencapai minimal 30% dari luas DAS untuk memberikan perlindungan kepada wilayah sekitar termasuk untuk daerah resapan air di kawasan hulu yang berperan dalam tata kelola air yang kemudian mengalir ke hilir atau wilayah lebih rendah.
Jika hanya melihat segmen 1 atau bagian hulu, maka luas tutupan vegetasinya hanya mencapai 21,24% dari total luas hulu DAS Bekasi. Padahal, DAS Bekasi memiliki luas sekitar 145.000 hektare dengan segmen Puncak mencakup 28.000 hektare di mana 12.500 hektare seharusnya berfungsi sebagai kawasan perlindungan ekosistem dan pengendalian bencana.
Merujuk data KLH, telah terjadi peningkatan luasan lahan terbangun/terbuka meningkat dari 6.711,32 hektare pada 2013 menjadi 7.629,79 hektare pada 2023. Dalam periode 2013 hingga 2023, terjadi sedikit peningkatan vegetasi hutan dari 3.198,72 hektare pada 2013 menjadi 4.895,01 hektare pada 2023 yang kemungkinan hasil dari rehabilitasi lahan di sekitar kawasan gunung kapur di Cileungsi.
Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) hulu DAS Bekasi, kawasan pemukiman meningkat dari 5.519,73 hektare pada 2010 menjadi 9.752,90 hektare pada 2022. Kawasan pertanian sendiri tercatat mencapai 5.817,05 hektare pada 2022, yang tidak tertera pada RTRW 2010.
Menurutnya, kehilangan tutupan lahan di area yang seharusnya menjadi kawasan lindung dengan tutupan hutan tersebut juga berpengaruh terhadap banjir di hilir, termasuk yang terjadi di wilayah Jakarta dan sekitarnya baru-baru ini.
“Ini menunjukkan Kali Bekasi dan Cikarang itu banjir, ya barangkali masuk logika karena yang melindungi hanya 3,35% tutupan vegetasi di sana,” katanya.
Dia menyoroti perubahan signifikan kawasan lindung daerah tangkapan air berubah menjadi kawasan permukiman dimana membuat terjadinya banjir di Cisarua pada 3 Maret lalu.
“Banjir itu tidak hanya di dataran rendah saja, juga sudah terjadi di daerah Ciliwung, di hulunya. Artinya ada permasalahan mendasar, dulu ada 8.000 hektare kawasan lindung yang hijau, lalu sekarang dikonversi menjadi kawasan pertanian dan pemukiman,” ucap Sigit.
Deputi Bidang Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup Rizal Irawan menutukan pihaknya telah melakukan pengawasan terhadap sejumlah perusahaan di kawasan hulu DAS yang diduga berkontribusi terhadap kerusakan lingkungan.
Pihaknya akan menerapkan pendekatan multidoor enforcement bagi perusahaan yang terbukti melanggar regulasi lingkungan hidup. Adapun multidoor enforcement merupakan penindakan yang mencakup sanksi administratif, pidana, dan perdata.
Kementerian Lingkungan Hidup akan mengeluarkan paksaan pemerintah kepada sejumlah korporasi yang berada di hulu DAS Ciliwung, termasuk diantaranya meminta melakukan pembongkaran secara mandiri. Namun jika tidak dilakukan dalam batas waktu tertentu makan pemerintah akan membongkar.
“Kami telah menugaskan pengawas lingkungan hidup dan penyidik pegawai negeri sipil untuk menyelidiki penyebab kerusakan lahan di hulu Sungai Ciliwung dan Kali Bekasi,” tuturnya.
Hasil dari penyelidikan dan pengawasan, pihaknya telah memberikan sanksi administratif terhadap delapan perusahaan yang berdiri di hulu DAS Ciliwung. Perusahan tersebut merupakan unit Kerja Sama Operasi (KSO) dengan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) I Regional 2-Unit Agrowisata Gunung Mas.
“Saat ini kami menggunakan sistem multidoors, yaitu sanksi administrasi, sengketa lingkungan hidup, perdata, dan juga pidana,” ujarnya.
Menurutnya, ada sejumlah dugaan pelanggaran lingkungan yang dilakukan PTPN yakni pengelola mengabaikan peringatan dari pemerintah daerah untuk menghentikan pembangunan.
“Karena ada pengabaian dari PTPN akhirnya mulailah pembangunan. Ada 33 kerja sama operasional (KSO) di dalam Hak Guna Usaha (HGU) PT Perkebunan Nusantara I dan beberapa yang sudah melakukan pembangunan secara masif yang berpengaruh pada lingkungan di area Puncak,” kata Rizal.
Lalu pelanggaran lainnya PTPN memperlebar area wisata yang semula 16 hektare menjadi 39 hektare. Kemudian, menambah kegiatan agrowisata yang sebelumnya sembilan menjadi 13 jenis kegiatan. Dugaan pelanggaran selanjutnya, PTPN tidak melakukan pemantauan erosi tanah, pemantauan badan air, dan tidak mencantumkan laporan pengelolaan dan pemantauan lingkungan setiap enam bulan.
“Jika terbukti ada pelanggaran serius, kami akan merekomendasikan pembongkaran fasilitas dan pemulihan lahan terdampak,” ucapnya.
Adapun terdapat 8 perusahaan di hulu DAS Ciliwung termasuk PT Jaswita Lestari Jaya, PT Eigerindo Multi Produk Industri, PT Bobobox Aset Manajemen, PT Karunia Puncak Wisata, PT Farm Nature and Rainbow, PT Pinus Foresta Indonesia, CV Mega Karya Anugrah, PT Jelajah Handal Lintasan, dan PT Perkebunan Nusantara I dan PT Sumber Sari Bumi Pakuan dikenakan sanksi administratif paksaan pemerintah.
“Perusahaan yang kena sanksi administratif wajib pembongkaran mandiri dan pemulihan lingkungan,” tuturnya.
Selain itu, terdapat perusahaan di Sentul yang merupakan kawasan hulu DAS Bekasi yaitu PT Sentul City Tbk, Rainbow Hill Golf Club yang dikelola PT Light Instrumenindo, Golf Gunung Geulis yang dikelola PT Mulia Colliman International, Perumahan Citra City Sentul, dan Perumahan Summarecon Bogor yang dikelola PT Kencana Jayaproperti Mulia, PT Kencana Jayaproperti Agung, dan PT Gunung Srimala Permai akan menghadapi penegakan hukum pidana dan gugatan atas kerugian lingkungan hidup.
“Kami juga telah memasang plang pengawasan. Kami akan meminta bantuan kepada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bogor dan juga DLH Provinsi Jawa Barat untuk sama-sama melakukan pengawasan terhadap beberapa area yang sudah kita pasang plang pengawasan kemarin. Tentunya ada kolaborasi antara kementerian dengan pemerintah daerah, baik itu provinsi maupun juga kabupaten,” terang Rizal.
Sementara itu, Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Kementerian Lingkungan Hidup Dodi Kurniawan menambahkan pihaknya telah mengidentifikasi pencemaran maupun perusakan lingkungan di Hibics Fantasy Puncak milik PT Jaswita dan Eiger Adventure Land dari penurunan tim verifikasi lapangan. Investigasi yang melibatkan para ahli dari berbagai bidang mengungkapkan pembangunan fasilitas wisata di area ini berkontribusi pada kerusakan lingkungan.
“Kasus mencolok itu perubahan tutupan lahan di Hibics Fantasy Puncak yang dikelola oleh PT Jaswita Lestari Jaya. Awalnya merupakan perkebunan teh, lahan ini kini berubah menjadi bangunan permanen yang mengurangi daya resapan air dan meningkatkan debit runoff saat hujan. Dampaknya nyata bencana banjir dan longsor yang terjadi di Cisarua pada 3 Maret 2025 terbukti berasal dari aliran air yang tidak tertahan akibat perubahan tutupan lahan tersebut,” ujarnya.
Pemerintah berkomitmen untuk menegakkan aturan dan memulihkan kembali hulu DAS sebagai langkah pencegahan bencana di masa depan.
“Multidoor enforcement akan terus diterapkan agar para pelaku usaha lebih bertanggung jawab dalam menjaga keseimbangan lingkungan. Masyarakat diharapkan turut serta dalam upaya pemulihan dengan meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan sekitar dan melaporkan potensi pelanggaran yang dapat merusak ekosistem,” kata Dodi.
ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH DAN DAS
Sementara itu, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menegaskan Lahan Sawah Dilindungi (LSD) tidak boleh diubah menjadi perumahan dan permukiman. Saat ini, total luas Lahan Baku Sawah (LBS) di Indonesia adalah 7,3 juta hektare dimana sebesar 87% dari total LBS harus menjadi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B).
Saat ini terdapat delapan provinsi yang telah ditetapkan menjadi daerah masuk dalam kawasan LSD. Delapan provinsi tersebutSumatera Barat, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara Barat (NTB).
Berdasarkan data dari delapan provinsi yang masuk LSD, antara 2019 hingga 2021 alih fungsi lahan sawah mencapai 136.000 hektare. Namun angka itu turun menjadi 5.600 hektare selama periode 2021 sampai 15 Februari 2025.
“Setelah ada LSD ternyata efektif, dari 2021 sampai 15 Februari 2025, lahan yang berubah fungsi hanya 5.600 hektare, sangat signifikan,” ucapnya.
Menurutnya, dengan adanya kebijakan LSD, alih fungsi lahan sawah dapat dikendalikan secara signifikan, mengurangi konversi lahan untuk pemukiman dan industri yang mengancam ketahanan pangan.
“Ada alih fungsi karena memang lahan tersebut belum ditetapkan menjadi LP2B (Lahan Pertanian dan Pangan Berkelanjutan),” tuturnya.
Nusron juga menegaskan tanah yang berada di badan dan sepadan sungai harus diterbitkan sertifikat Hak Pengelolaan Lahan (HPL) atas nama negara. Hal itu terkait dengan peraturan pemerintah yang mengharuskan tanah yang bukan hutan untuk disertifikatkan baik itu tanah negara maupun tanah yang dikuasai masyarakat.
Tanah di sepanjang sungai termasuk di atas tanggul harus memiliki status hukum yang jelas dengan sertifikat atas nama negara.
Kepastian hukum ini sangat penting mengingat banyak tanah di atas tanggul yang sebelumnya tidak disertifikasi. Sebagian tanah tersebut telah diduduki oleh pihak-pihak tertentu yang kemudian mengurus surat tanah melalui berbagai pihak, termasuk lurah dan instansi lainnya.
“Otoritas atas tanah di badan sungai dan sepadan sungai berbeda-beda tergantung pada pengelolaan sungai tersebut. Jika sungai tersebut dikelola oleh Kementerian Pekerjaan Umum, maka Badan Pengelola Wilayah Sungai (BPWS) yang bertanggung jawab. Lalu jika kewenangan Pemerintah Provinsi, maka pengelolaan Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Provinsi,” terangnya.
Menurutnya, penataan tanah di badan sungai dan sepadan sungai merupakan langkah penting untuk mencegah bencana banjir dan mengoptimalkan pengelolaan sumber daya air. Terlebih, di DAS Kali Bekasi terdapat 124 tanah bersertifikat.
Terpisah, Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah mengatakan pihaknya menjamin tidak ada anggota Apersi yang menggunakan lahan sawah untuk perumahan. Pasalnya, sebelum membangun rumah terdapat prosedur yang dilalui.
“Jika perizinan diperbolehkan dan sesuai aturan yang ada, pengembang pasti mengikuti aturan, dan tidak saling menyalahkan. Pengembang pada prinsip izin yang diterbitkan oleh Pemda, kalau pemda yang melarang maka pengembang enggak akan bangun,” ujarnya.
Menurutnya, banjir besar yang terjadi pada pekan lalu bukan salah pengembang. Dia menilai perlu dilakukan evaluasi menyeluruh perizinan dan bukan hanya perumahan saja.
“Perumahan masyarakat umum banyak tenggelam. Banjir kemarin kan seperti bencana dan tidak saling menyalahkan. Evaluasi juga dilakukan ke perumahan masyarakat umum yang dibangun swadaya,” katanya.
Dia mengusulkan agar evaluasi menyeluruh dilakukan pada pembangunan perumahan yang akan datang bukan pada perumahan yang sudah ada saat ini. Pasalnya, perumahan saat ini yang terkena banjir sudah terbangun dan dihuni.
“Pengembang enggak akan bangun kalau tidak sesuai dengan peruntukan lahan dan perizinan. Kalau peruntukkannya sawah kami tidak akan bangun. Kalau peruntukannya boleh dibangun permukiman tidak salah pengembangnya. Ini evaluasi menyeluruh dilakukan untuk semua perumahan baru ke depannya,” ucap Junaidi.
Wakil Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Real Estat Indonesia (REI) Bambang Eka Jaya mengatakan proses pembangunan satu wilayah bukan hanya oleh developer saja. Pengembangan perumahan harus sesuai dengan perencanaan dan tata ruang dan berlaku.
“Kami membangun sesuai dengan konsep tata ruang yang ada dan peraturan terkait, serta semua perizinan yang dikeluarkan oleh Pemda,” tuturnya.
Pihaknya menampik pengembang menggunakan lahan bekas sawah dan rawa untuk dijadikan kawasan perumahan. Menurutnya, yang perlu diperhatikan oleh masyarakat tidak semua akibat yang timbul seperti banjir besar yang baru terjadi langsung menunjuk developer sebagai biang kerok.
“Memang koordinasi harus disinergikan oleh Pemda karena saat mulai proyek pun peil banjir (ketinggian muka tanah yang secara hidrologi paling aman dari resiko banjir) sudah ditetapkan oleh pemda dalam proses PBG (perizinan bangunan gedung) di samping dengan amdal lalin, amdal lingkungan untuk proyek yang skala besar,” katanya.
Dia menegaskan tidak ada satu developer yang mau proyek propertinya kebanjiran karena akan menghancurkan nilai proyek tersebut dan juga reputasi developer ke depan.
“Yang perlu dilakukan tentu pengawasan dalam pelaksanaannya agar sesuai,” ucapnya.
Bambang menambahkan untuk developer besar yang menggunakan lahan bekas rawa akan dilakukan pengerukan dan diganti tanah merah. Lalu dibangun dengan fondasi minimal beton plat setempat dan bahkan menggunakan tiang pancang beton untuk menjaga kualitas bangunan.

Arahan Tegas PKP ke Pemda: Segera Susun Aturan BPHTB-PBG Gratis!
Kementerian PKP mendorong pemerintah segera menyusun peraturan kepala daerah mengenai pembebasan BPHTB dan retribusi PBG. [853] url asal
#program-3-juta-rumah #bphtb #pbg #kementerian-pkp #pemerintah-daerah #pemda #rumah #perumahan #dirjen-perumahan #skb #detikproperti #prabowo-subianto #pungutan #bps #perizinan-perumahan #kementerian-perumahan-dan-ka
(detikFinance) 17/03/25 17:16
v/39560/

Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) memberikan arahan strategis kepada pemerintah daerah untuk berperan dalam Program 3 Juta Rumah. Salah satu arahannya menyusun aturan pembebasan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) dan retribusi persetujuan bangunan gedung (PBG).
Dirjen Perumahan Perkotaan Sri Haryati menegaskan kepada daerah yang belum menyusun peraturan kepala daerah (perkada) tentang hal tersebut segera menyusun dan menyesuaikan dengan surat keputusan bersama (SKB) 3 Menteri. Hal ini juga termasuk mempercepat proses penerbitan izin PBG.
"Saat ini merupakan saatnya rakyat punya rumah di mana pemerintah memberikan karpet merah untuk mendorong pembangunan rumah rakyat. Pemerintah telah menyiapkan lahan tanah negara untuk lokasi pembangunan rumah, memberikan kemudahan perizinan dari yang berbayar menjadi gratis untuk bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) rumah subsidi oleh pemerintah daerah," ujar Sri dikutip dari keterangan tertulis, Senin (17/3/2025).
"Retribusi persetujuan bangunan gedung (PBG) oleh pemerintah daerah, pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah PPN DTP 100 persen pada periode Januari-Juni 2025 dan PPN DTP 50 persen pada periode Juli-Desember 2025 untuk harga rumah 0-2 miliar oleh Kementerian Keuangan serta pelayanan PBG yang cepat, yakni izin persetujuan bangunan gedung (PBG) dari 45 hari menjadi hitungan menit sejak dokumen lengkap oleh pemerintah daerah, mendorong KPR FLPP untuk rakyat yang ingin memiliki rumah bersubsidi serta pembangunan dan renovasi rumah dengan stakeholder," sambungnya.
Hal itu disampaikan Sri dalam Rapat Koordinasi sekaligus Penandatanganan Nota Kesepahaman tentang Sinergi Tugas dan Fungsi di Bidang Agraria/Pertanahan, Tata Ruang, Pemerintahan Dalam Negeri, Kehutanan, Transmigrasi dan Informasi Geospasial, serta Pemeriksaan Kesehatan Gratis, dan Implementasi Program 3 Juta Rumah bersama seluruh Kepala Daerah se-Indonesia.
Kemudian, ia menyebutkan arahan lain yakni pemerintah provinsi kabupaten dan kota agar segera berperan untuk gotong royong mewujudkan program tersebut dan tidak ragu untuk mengalokasikan anggaran pembangunan dan renovasi rumah tidak layak huni (RTLH).
Ketiga, Sri mengarahkan seluruh pemerintah daerah dapat melaporkan penerbitan perkada BPHTB dan retribusi PBG serta pelayanan perizinan PBG kepada Kementerian Dalam Negeri, Kementerian PKP dan Kementerian PU. Hal ini sesuai dengan amanat SKB 3 Menteri. Keempat, pemerintah daerah melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk mengurus PBG dan melaporkan data PBG tersebut kepada Kementerian PKP secara berkala.
Kelima, Sri mengarahkan pemerintah daerah untuk mendorong corporate social responsibility (CSR) dalam membangun rumah untuk masyarakat. Keenam, pemerintah daerah memonitor kualitas rumah subsidi di lingkungannya. Ketujuh, penerbitan izin penyelenggaraan perumahan tidak melanggar aturan tata ruang serta berupaya meniadakan segala bentuk pungutan liar (pungli) dalam perizinan perumahan.
Di samping itu, ia mengatakan Kementerian PKP menilai peran pemerintah daerah sangat penting dalam Program 3 Juta Rumah, sehingga membutuhkan dukungan dan peran aktif mereka. Hal ini agar masyarakat bisa tinggal di rumah yang layak huni sekaligus untuk mendorong pencapaian target program.
"Program 3 Juta Rumah merupakan bagian dari Asta Cita yang harus didukung oleh semua pihak termasuk pemerintah daerah. Selain itu juga menjadi program prioritas di mana pemerintah menjamin rumah murah dan sanitasi untuk masyarakat desa dan rakyat yang membutuhkan serta program hasil terbaik cepat untuk masyarakat," katanya.
Sri mengatakan berdasarkan data dari BPS melalui Susenas Tahun 2023, sektor perumahan masih menjadi hal yang perlu mendapat perhatian dari semua pihak. Ia menyebutkan backlog perumahan yang cukup tinggi berdasarkan kepemilikan ada 9,9 juta rumah tangga yang tidak memiliki rumah dan 26,9 juta rumah tangga yang rumahnya tidak layak huni.
"Atas dasar data ini maka Kementerian PKP fokus pada dua elemen yaitu bagaimana kita mendorong masyarakat untuk membangun rumah dan juga bagi program-program pemerintahan mendorong semangat gotong royong bersama-sama stakeholder juga melakukan renovasi rumah masyarakat," imbuhnya.
Lebih lanjut, Sri menjelaskan berdasarkan arahan Presiden Prabowo Subianto, Menteri PKP Maruarar Sirait diberi target membangun 3 juta rumah per tahun. Target itu berupa pembangunan dan renovasi yang meliputi 1 juta rumah di perkotaan, 1 juta rumah di perdesaan dan 1 juta rumah di pesisir.
"Menindaklanjuti arahan Presiden tersebut, pembangunan dan renovasi rumah dilakukan dengan cara pembangunan/renovasi rumah oleh negara, Pembangunan/renovasi rumah secara swadaya, pembangunan/renovasi rumah secara gotong royong dengan pengusaha melalui CSR, dan pembangunan rumah oleh pengembang/developer," tuturnya.
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini
(dhw/zlf)

Warga Kena Tipu Pengembang Bisa Dapat Bantuan Hukum Lewat '911' Perumahan
Menteri PKP Maruarar Sirait akan luncurkan layanan pengaduan perumahan yang disertai bantuan hukum untuk bantu konsumen yang tertipu pengembang. [369] url asal
#pengaduan-perumahan #perumahan #rumah #layanan-pengaduan #maruarar-sirait #pengembang #bantuan-hukum #ylki #bpkn #kementerian-pkp #park-serpong #bidang-perumahan #menteri-perumahan #direktur-jenderal-kawasan-permu
(detikFinance) 16/03/25 11:20
v/39269/

Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait (Ara) mengatakan Kementerian PKP turut mengurus hak-hak konsumen perumahan. Pihaknya menyiapkan layanan pengaduan yang disertai bantuan hukum untuk masyarakat yang merasa tertipu pengembang.
"Sebentar lagi kita akan launching, kalau di luar negeri itu ada 911 pengaduan kalau ada kejahatan ada apa gitu ya, tabrakan, kita akan buat pengaduan di bidang perumahan," ujar Ara di Perumahan XYZ Livin, Park Serpong, Kabupaten Tangerang, Sabtu (15/3/2025).
Ia berpesan kepada pihaknya agar layanan tersebut memiliki tim verifikasi yang kuat dan menyediakan bantuan mediasi. Lalu, masyarakat yang benar mengalami penipuan dapat melapor kepada Aparat Penegak Hukum (APH).
"Saya dapat data dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, dari Badan Konsumen (BPKN), pengaduan di bidang perumahan itu tinggi sekali. Ya, contohnya apa yang dijanjikan developer, tidak sesuai dengan apa yang diberikan kepada konsumen. Nah itu kita akan tindaklanjuti, karena kita diminta juga membuat pelayanan publik yang baik," katanya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Kawasan Permukiman Kementerian PKP Fitrah Nur mengungkapkan layanan pengaduan ini bekerja sama dengan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH). Masyarakat dapat menyampaikan aduan kapan saja secara tertulis melalui aplikasi.
"Pengaduannya WhatsApp-nya masuk 24 jam. Tapi responnya itu jam kerja," kata Fitrah.
Ia pun menjanjikan layanan pengaduan tersebut akan siap sebelum Lebaran Idul Fitri mendatang.
Sebelumnya, Ara sempat menyampaikan pihaknya sedang menyiapkan layanan pengaduan yang akan diluncurkan paling lama awal April 2025. Laporan masyarakat soal perumahan akan ditindaklanjuti, diklarifikasi, bahkan dibantu mediasi.
"Kita nanti ada kayak 911. Nanti akhir bulan (Maret) atau awal bulan (April) kita akan luncurkan. Supaya nanti karena kami mendapatkan informasi dari YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) dan juga Badan Konsumen (BPKN) pengaduan tentang perumahan itu banyak sekali," ujar Ara saat ditemui di Sekretariat RW 12 Kecamatan Tanah Tinggi, Kelurahan Johar Baru, Jakarta Pusat, Selasa (11/3/2025).
Ia menyebut hal ini sebagai terobosan di bidang pelayanan publik. Layanan tersebut memungkinkan warga untuk mengadu kalau ada pengembang yang tidak menepati janjinya.
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini
(dhw/das)
AHN, Pengembang Perumahan "De Hanan Land" Ditangkap Polisi, Ini Kasusnya...
AHN, Pengembang Perumahan "De Hanan Land" Ditangkap Polisi, Ini Kasusnya... [199] url asal

KARANGANYAR,iNewsmuria.id-Alfian Hadyan Noor alias AHN (30), pengembang perumahan "De Hanan Land" asal Kartasura Sukoharjo ditangkap Satreskrim Polres Karanganyar.
AHN, yang membuka kantor pemasaran PT Sumber Manunggal Makmur Dusun Pundak, Desa Jati, Jaten, Karanganyar itu diduga telah melanggar hak-hak para pembeli perumahan atau tanah kavling yang dia tawarkan.
Lokasi perumahan, lahan siap bangun, atau tanah kavling itu di wilayah perkotaan. Antara lain di Kecamatan Karanganyar Kota, Tasikmadu, Jaten, dan lain sebagainya.
"Kasus ini terungkap dari laporan korban yang mengalami kerugian Rp 60 juta. Kemudian kami lakukan pengembangan dan setelah pelaku kami tangkap, baru muncul korban-korban lain," kata Kasatreskrim Polres Karanganyar AKP Bondan Wicaksono kepada wartawan.
"Sejauh ini total ada 15 laporan. Total (kerugian) dari korban yang sudah lapor sekitar Rp 500 juta, namun kemungkinan akan bertambah. Pelaku diancam Pasal 372 dan 378 KUHP, dengan ancaman hukuman penjara maksimal 4 tahun," jelas AKP Bondan.
Lebih lanjut Kasatreskrim mengatakan, pelaku melakukan berbagai modus untuk menipu korbannya. Seperti, memasarkan perumahan tapi beberapa diantaranya tidak sesuai kesepakatan. Contoh, sertifikat belum diuruskan, tetapi uang sudah masuk ke developer.
"Ada pula yang sudah ngurus sertifikat tetapi perumahan tidak segera dibangun. Lalu, Ada yang beli terus sertifikatnya digadaikan," jelasnya.(*)
Editor : Langgeng Widodo

Kala Pengembang Tepis Alih Fungsi Lahan Kawasan Perumahan Biang Kerok Banjir Jabodetabek
Banjir yang terjadi pada awal Maret ini bukan sepenuhnya salah pengembang namun terdapat tanggung jawab dari pihak pemerintah daerah hingga kementerian terkait. [1,589] url asal
#banjir-puncak #alih-fungsi-lahan #kebun-teh #banjir-jabodetabek #pengembang #kawasan-perumahan #lahan-sawah-dan-rawa
(Bisnis.Com) 12/03/25 11:00
v/38318/

Bisnis.com, JAKARTA — Banjir besar yang terjadi di Jabodetabek khususnya Bekasi dan Kabupaten Bogor pada Selasa (4/3/2025) akibat dari intensitas curah hujan tinggi yang mengguyur kawasan hulu dan hilir semalaman.
Sejumlah perumahan seperti Puri Harmoni 8, Pondok Damai, Bumi Mutiara, Mahkota Pesona, Vila Nusa Indah 1, 2, 3, dan 5, Situsari Sejahtera, Pondok Gede Permai, Kemang Ifi Graha, Kemang Pratama, Pondok Mitra Lestari, Grand Galaxy Bekasi, Bumi Satria Kencana, Jaka Kencana, Depnaker, Bumi Nasio Indah, Jatiluhur, Graha Indah, Buana, Villa Jati Rasa, Taman Bougenville, Jatibening Permai, Taman Narogong Indah, dan The Arthera Hill. Selain di Bekasi dan Bogor, banjir pada Selasa (4/3/2025) juga melanda 13 kawasan perumahan di Depok dan Tangerang.
Wakil Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Real Estat Indonesia (REI) Bambang Eka Jaya mengatakan proses pembangunan satu wilayah bukan hanya oleh developer saja. Pengembangan perumahan harus sesuai dengan perencanaan dan tata ruang dan berlaku.
“Kami membangun sesuai dengan konsep tata ruang yang ada dan peraturan terkait, serta semua perizinan yang dikeluarkan oleh Pemda,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (12/3/2025).
Pihaknya menampik pengembang menggunakan lahan bekas sawah dan rawa untuk dijadikan kawasan perumahan. Menurutnya, yang perlu diperhatikan oleh masyarakat tidak semua akibat yang timbul seperti banjir besar yang baru terjadi langsung menunjuk developer sebagai biang kerok.
“Memang koordinasi harus disinergikan oleh Pemda karena saat mulai proyek pun peil banjir (ketinggian muka tanah yang secara hidrologi paling aman dari resiko banjir) sudah ditetapkan oleh pemda dalam proses PBG (perizinan bangunan gedung) di samping dengan amdal lalin, amdal lingkungan untuk proyek yang skala besar,” katanya.
Dia menegaskan tidak ada satu developer yang mau proyek propertinya kebanjiran karena akan menghancurkan nilai proyek tersebut dan juga reputasi developer ke depan.
“Yang perlu dilakukan tentu pengawasan dalam pelaksanaannya agar sesuai,” ucapnya.
Bambang menambahkan untuk developer besar yang menggunakan lahan bekas rawa akan dilakukan pengerukan dan diganti tanah merah. Lalu dibangun dengan fondasi minimal beton plat setempat dan bahkan menggunakan tiang pancang beton untuk menjaga kualitas bangunan.
Ketua Umum Asosiasi Pengembang Properti dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah berpendapat sebelum membangun rumah terdapat prosedur yang dilalui.
“Jika perizinan diperbolehkan dan sesuai aturan yang ada, pengembang pasti mengikuti aturan, dan tidak saling menyalahkan. Pengembang pada prinsip izin yang diterbitkan oleh Pemda, kalau pemda yang melarang maka pengembang enggak akan bangun,” tuturnya.
Menurutnya, banjir besar yang terjadi pada pekan lalu bukan salah pengembang. Dia menilai perlu dilakukan evaluasi menyeluruh perizinan dan bukan hanya perumahan saja.
“Perumahan masyarakat umum banyak tenggelam. Banjir kemarin kan seperti bencana dan tidak saling menyalahkan. Evaluasi juga dilakukan ke perumahan masyarakat umum yang dibangun swadaya,” ujarnya.
Dia mengusulkan agar evaluasi menyeluruh dilakukan pada pembangunan perumahan yang akan datang bukan pada perumahan yang sudah ada saat ini. Pasalnya, perumahan saat ini yang terkena banjir sudah terbangun dan dihuni.
“Pengembang enggak akan bangun kalau tidak sesuai dengan peruntukan lahan dan perizinan. Kalau peruntukkannya sawah kami tidak akan bangun. Kalau peruntukannya boleh dibangun permukiman tidak salah pengembangnya. Ini evaluasi menyeluruh dilakukan untuk semua perumahan baru ke depannya,” kata Bambang.
Ketua Umum Asosiasi Pengembang Properti dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah berpendapat sebelum membangun rumah, terdapat prosedur yang dilalui.
“Jika perizinan diperbolehkan dan sesuai aturan yang ada, pengembang pasti mengikuti aturan, dan tidak saling menyalahkan. Pengembang pada prinsip izin yang diterbitkan oleh Pemda, kalau pemda yang melarang maka pengembang enggak akan bangun,” tuturnya.
Menurutnya, banjir besar yang terjadi pada pekan lalu bukan salah pengembang. Dia menilai perlu dilakukan evaluasi menyeluruh perizinan dan bukan hanya perumahan saja.
“Perumahan masyarakat umum banyak tenggelam.Banjir kemarin kan seperti bencana dan tidak saling menyalahkan. Evaluasi juga dilakukan ke perumahan masyarakat umum yang dibangun swadaya,” ujarnya.
Dia mengusulkan agar evaluasi menyeluruh dilakukan pada pembangunan perumahan yang akan datang bukan pada perumahan yang sudah ada saat ini. Pasalnya, perumahan saat ini yang terkena banjir sudah terbangun dan dihuni.
“Pengembang enggak akan bangun kalau tidak sesuai dengan peruntukan lahan dan perizinan. Kalau peruntukannya boleh dibangun permukiman tidak salah pengembangnya. Ini evaluasi dilakukan semua ke depannya,” kata Junaidi.
Ketua Umum Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) Ari Tri Priyono menuturkan perlu dilakukan edukasi ke masyarakat bahwa pengembang tidak mungkin membangun di tempat yang secara aturan tidak diperbolehkan. Oleh karena itu, jika mau dilakukan evaluasi kawasan perumahan, senantiasa harus bermula dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dari kabupaten dan kota yang bersangkutan.
“Penegakan dari aturan zonasi tata ruang di wilayah yang bersangkutan,” ucapnya.
Menurutnya, jika sudah dibangun dan seluruh persyaratan dan izinnya sudah terpenuhi maka pengembang telah memenuhi seluruh tugasnya. Dia menilai perizinan menjadi kunci dari seluruh masalah yang diperselisihkan akhir-akhir ini.
“Bila dirasa berbahaya dan seterusnya, maka sebaiknya dari awal saat perizinan, maka ditolak dan jangan diizinkan saja. Negara punya kewenangan sangat besar untuk mengaturnya,” tutur Ari.
Pengamat Properti Anton Sitorus menuturkan salah satu penyebab banjir besar di Bekasi ini yakni kesalahan pada perencanaan tata kota terutama pada saluran airnya sehingga perlu dilakukan pengerukan.
Kendati demikian, dia tak menampik banyak rumah yang dibangun di atas lahan bekas sawah karena harga yang murah dan lahan semakin terbatas. Pasalnya, lahan bekas sawah dan rawa seharusnya tidak dialih fungsikan menjadi lokasi pembangunan rumah. Hal ini dikarenakan kondisi tanah yang tidak solid dan kualitas air yang tak bagus.
“Tanah sawah memang enggak bagus. Secara fisiknya enggak bagus, air tanahnya juga jelek kualitasnya. Lalu juga kekuatan tanahnya juga perlu dipadetinnya juga banyak. Karena lama-lama turun-turun,” ujarnya.
CEO Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda berpendapat banjir yang terjadi pada awal Maret ini bukan sepenuhnya salah pengembang namun terdapat tanggung jawab dari pihak pemerintah daerah hingga kementerian terkait.
Pasalnya, pengembang tidak akan bisa membangun rumah di lahan yang rawan banjir apabila pengajuan rancangannya tidak disetujui oleh Pemerintah Daerah dan Kementerian. Selain itu, banjir yang terjadi terutama di Jawa Barat akibat tata pembangunan saluran air yang tidak terhubung satu sama lain.
“Pemerintah daerah, pusat, kementerian terkait, ini harus sama-sama selesaikan masalah banjir,” katanya.
EVALUASI KAWASAN PERUMAHAN & SEMPADAN SUNGAI
Sementara itu, Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi mengatakan banyak masyarakat yang tertipu oleh pengembang yang menjual tagline bebas banjir ketika menjual unit rumahnya. Namun setelah ditempati, kondisi perumahan itu terendam banjir, bahkan ketinggian airnya hingga mencapai dua meter.
“Banyak perumahan yang dulu menjanjikan bebas banjir hari ini banjirnya dua meter. Kita akan audit dari aspek lingkungan seluruh perumahan di Jabar yang banjir,” ucapnya dilansir akun Tiktoknya.
Menurutnya, audit pengembang perumahan perlu dilakukan untuk mencari tahu kesesuaian analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) dalam pengendalian banjir.
Dia meminta Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman mengevaluasi seluruh pengembang perumahan terutama yang membangun di tepi sungai dan sawah. Haal ini penting agar tidak terjadi bencana di kemudian hari.
“Kementerian Perumahan harus mengevaluasi pengembang-pengembang yang melaksanakan pembangunan perumahan di tepi sungai dan di tengah sawah,” tuturnya.
Dia menilai bencana alam yang terjadi belakangan ini akibat dari pengelolaan lingkungan yang tidak baik. Salah satunya pembangunan perumahan yang tidak mengacu kepada rencana desain tata ruang dan wilayah.
“Bencana terjadi karena tata ruangnya, pembangunannya dilakukan secara ugal-ugalan, melawan prinsip alam,” ujarnya.
Saat ini marak terjadi alih fungsi lahan di hampir seluruh wilayah Jawa Barat. Bahkan, alih fungsi terjadi di kawasan-kawasan yang seharusnya tidak boleh dibangun. Sebagai contoh, adanya daerah aliran sungai di Cibarusah, Cileungsi, dan Kali Bekasi yang sudah disertifikatkan sehingga diklaim milik perorangan. Padahal, secara aturan kawasan-kawasan tersebut tidak mungkin dimiliki perorangan demi keberlanjutan lingkungan.
“Dulu sungai dikelola BBWS, sekarang jadi milik perorangan. Berarti ada yang tidak tepat,” katanya.
Dia meminta pemerintah kabupaten dan kota di Jawa Barat untuk mengawasi hal ini agar tidak ada lagi pembangunan perumahan di kawasan-kawasan yang terlarang. Adapun saat meninjau bantaran Sungai Bekasi untuk melihat proses pelebaran sungai, dia mendapati tanah di sekitar sungai telah berubah menjadi permukiman dan bahkan telah bersertifikat sebagai hak milik perorangan.
Dia menambahkan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) bersedia mengubah status sempadan sungai yang tadinya milik perseorangan atau perusahaan menjadi tanah negara untuk pengerjaan normalisasi sungai. Hal ini nantinya normalisasi dan pelebaran sungai tidak akan terhambat oleh terbitnya sertifikat atau kepemilikan yang dikuasai perorangan atau perusahaan.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat bersedia membiayai pengukuran tanah di sempadan sungai sebagai bagian dari rencana pelebaran badan sungai untuk mengembalikan lagi kapasitas daya tampung dan fungsi sungai. Hal ini sebagai upaya untuk membenahi tata ruang.
“Kita memulai melakukan pembongkaran daerah yang menutupi daerah resapan air yang bedampak pada mengalir air ke Ciasura kemudian nanti ke Kali Bekasi, dari Kali Bekasi kemudian ke Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi serta Jakarta, kalau Jakarta juga dari Ciliwung. Nah kemudian kita juga sudah bergerak untuk membenahi daerah aliran sungai,” ucapnya.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menuturkan lahan di sempadan sungai yang belum memiliki sertifikat dan tidak ada yang memiliki maka akan disertifikatkan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat dan diserahkan hak pengelolaan (HPL) kepada Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) setempat.
“Kalau yang sudah terlanjur ada sertifikat, kalau prosesnya tidak benar, memang kalau bukan haknya akan kita batalkan,” tuturnya.
Apabila proses administrasi yang dilakukan sudah benar, maka dipertahankan untuk menjadi milik yang bersangkutan. Namun, jika terjadi proses pengadaan tanah atau lahan untuk pelebaran, maka akan diberikan dua opsi solusi. Jika sebaliknya karena proses administrasi yang dilakukan masyarakat sudah benar, maka akan dilakukan ganti rugi pengadaan tanah
“Kalau sudah terlanjur ada masyarakat sekitar dan dia tidak memiliki, bukan hak dia, enggak ada sertifikat, sertifikat salah, maka yang bersangkutan akan ada kehakiman tetap ya kan, minimal ganti bangunan,” ujarnya.
Adapun status tersebut untuk memastikan daerah sempadan sungai terbebas dari aktivitas pembangunan.
“Supaya ke depan masyarakat tidak akan melakukan klaim sepihak membangun maupun mempunyai sertifikat di sepanjang bibir sungai dan sehingga menjaga ekosistem sungai,” kata Nusron.