
Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Fahri Hamzah mengungkapkan Kementerian PKP dan Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas) menggenjot Program 3 Juta Rumah.
"Kita harus fokus dan kompak dalam menyelesaikan persoalan social housing. Kebutuhan hunian layak adalah hak dasar masyarakat, dan pemerintah bersama para mitra harus bergerak cepat dalam merealisasikannya," kata Fahri di Jakarta, Selasa.
Kementerian PKP berkomitmen untuk terus memperkuat kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk BUMN dan swasta, dalam menciptakan ekosistem perumahan yang berkelanjutan, terjangkau, dan inklusif bagi seluruh lapisan masyarakat.
Untuk itu Fahri menyampaikan agar Perum Perumnas sebagai salah satu mitra Kementerian PKP dapat terus memikirkan masalah social housing seperti yang dimandatkan oleh Presiden Prabowo Subianto.
"Untuk tugas ini, Perum Perumnas juga diharapkan dapat membantu pemerintah dalam hal pertumbuhan ekonomi 8 persen, pengentasan kemiskinan, dan pembukaan lapangan kerja," ujarnya.
Menurut dia, ada beberapa isu yang harus dituntaskan dalam permasalahan perumahan di Indonesia. Salah satu isu makronya adalah kebijakan yang komprehensif yang dalam pelaksanaannya tidak boleh ada hambatan untuk merealisasikan rumah untuk rakyat.
"Kita harus memastikan bahwa kebijakan perumahan bersifat holistik, mencakup sisi supply dan demand, serta didukung oleh percepatan regulasi yang diperlukan. Artinya, Program 3 Juta rumah ini sudah tepat untuk dilaksanakan. Saat ini yang mesti kita lakukan adalah percepatan pembangunan perumahan dan menyiapkan regulasi-regulasi percepatannya untuk mengurangi backlog perumahan," kata Fahri.
Menjawab tantangan tersebut, Direktur Perum Perumnas Budi Saddewa mengatakan Perumnas telah menyiapkan lahan sekitar 1.575,64 hektare dengan potensi pembangunan 150.152 unit hunian di seluruh Indonesia.
Salah satu proyek strategis yang sedang dikembangkan adalah Blok K Pulogebang, Jakarta Timur, yang mencakup lahan 3,1 hektare untuk pembangunan enam tower, terdiri dari dua rumah susun untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan empat rumah susun apartemen sederhana milik(anami), dengan total 5.941 unit.
"Saat ini kami sudah siapkan lokasi-lokasi yang bisa dibangun oleh Kementerian PKP ataupun investor. Di Jabodetabek sendiri kami sudah menyiapkan 5 titik, di antaranya berlokasi di Kemayoran dan Pulo Gebang," kata Budi.
Dia mengatakan, terdapat empat langkah strategis yang menjadi fokus Utama yang dilakukan oleh Perum Perumnas. Yakni, pengembangan kawasan perumahan skala besar, penataan kawasan kumuh secara vertikal, pembangunan hunian berbasis Transit-Oriented Development (TOD), serta pengembangan hunian vertikal perkotaan.

Kementerian PKP - Perumnas genjot Program 3 Juta Rumah
Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Fahri Hamzah mengungkapkan Kementerian PKP dan Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perum ... [381] url asal

Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Fahri Hamzah mengungkapkan Kementerian PKP dan Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas) menggenjot Program 3 Juta Rumah.
"Kita harus fokus dan kompak dalam menyelesaikan persoalan social housing. Kebutuhan hunian layak adalah hak dasar masyarakat, dan pemerintah bersama para mitra harus bergerak cepat dalam merealisasikannya," kata Fahri di Jakarta, Selasa.
Kementerian PKP berkomitmen untuk terus memperkuat kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk BUMN dan swasta, dalam menciptakan ekosistem perumahan yang berkelanjutan, terjangkau, dan inklusif bagi seluruh lapisan masyarakat.
Untuk itu Fahri menyampaikan agar Perum Perumnas sebagai salah satu mitra Kementerian PKP dapat terus memikirkan masalah social housing seperti yang dimandatkan oleh Presiden Prabowo Subianto.
"Untuk tugas ini, Perum Perumnas juga diharapkan dapat membantu pemerintah dalam hal pertumbuhan ekonomi 8 persen, pengentasan kemiskinan, dan pembukaan lapangan kerja," ujarnya.
Menurut dia, ada beberapa isu yang harus dituntaskan dalam permasalahan perumahan di Indonesia. Salah satu isu makronya adalah kebijakan yang komprehensif yang dalam pelaksanaannya tidak boleh ada hambatan untuk merealisasikan rumah untuk rakyat.
"Kita harus memastikan bahwa kebijakan perumahan bersifat holistik, mencakup sisi supply dan demand, serta didukung oleh percepatan regulasi yang diperlukan. Artinya, Program 3 Juta rumah ini sudah tepat untuk dilaksanakan. Saat ini yang mesti kita lakukan adalah percepatan pembangunan perumahan dan menyiapkan regulasi-regulasi percepatannya untuk mengurangi backlog perumahan," kata Fahri.
Menjawab tantangan tersebut, Direktur Perum Perumnas Budi Saddewa mengatakan Perumnas telah menyiapkan lahan sekitar 1.575,64 hektare dengan potensi pembangunan 150.152 unit hunian di seluruh Indonesia.
Salah satu proyek strategis yang sedang dikembangkan adalah Blok K Pulogebang, Jakarta Timur, yang mencakup lahan 3,1 hektare untuk pembangunan enam tower, terdiri dari dua rumah susun untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan empat rumah susun apartemen sederhana milik(anami), dengan total 5.941 unit.
"Saat ini kami sudah siapkan lokasi-lokasi yang bisa dibangun oleh Kementerian PKP ataupun investor. Di Jabodetabek sendiri kami sudah menyiapkan 5 titik, di antaranya berlokasi di Kemayoran dan Pulo Gebang," kata Budi.
Dia mengatakan, terdapat empat langkah strategis yang menjadi fokus Utama yang dilakukan oleh Perum Perumnas. Yakni, pengembangan kawasan perumahan skala besar, penataan kawasan kumuh secara vertikal, pembangunan hunian berbasis Transit-Oriented Development (TOD), serta pengembangan hunian vertikal perkotaan.
Pewarta: Aji Cakti
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2025

Perumnas Siapkan 1.575 Hektar Lahan, Bangun 150.152 Rumah
Salah satu proyek strategis yang sedang dikembangkan Perumnas adalah Blok K Pulogebang, Jakarta Timur. Halaman all [386] url asal
#rumah #perum-perumnas #perumahan #properti #kementerian-perumahan-dan-kawasan-permukiman #kementerian-pkp #fahri-hamzah
(Kompas.com) 18/03/25 10:30
v/39804/

JAKARTA, KOMPAS.com - Perum Perumnas telah menyiapkan lahan sekitar 1.575,64 hektar dengan potensi pembangunan 150.152 rumah di seluruh Indonesia.
Salah satu proyek strategis yang sedang dikembangkan Perumnas adalah Blok K Pulogebang, Jakarta Timur.
Proyek ini mencakup lahan 3,1 hektar untuk pembangunan enam tower. Ini terdiri dari dua rumah susun (rusun) Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan empat rusun apartemen sederhana milik (anami), dengan total 5.941 unit.
Direktur Perum Perumnas Budi Saddewa Soediro menuturkan hal ini usai bertemu dengan Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (Wamen PKP) Fahri Hamzah di Jakarta, seperti dikutip Kompas.com dari rilis, Selasa (18/3/2025).
"Saat ini kami sudah siapkan lokasi-lokasi yang bisa dibangun oleh Kementerian PKP ataupun investor. Jabodetabek sendiri, kami sudah menyiapkan lima titik, di antaranya berlokasi di Kemayoran dan Pulo Gebang," tegasnya.
Terdapat empat langkah strategis yang menjadi fokus utama yang dilakukan oleh Perum Perumnas.
Keempatnya adalah pengembangan kawasan perumahan skala besar, penataan kawasan kumuh secara vertikal, pembangunan hunian berbasis Transit-Oriented Development (TOD), serta pengembangan hunian vertikal perkotaan.
Kementerian PKP berkomitmen memperkuat kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk BUMN dan swasta.
Tujuannya, menciptakan ekosistem perumahan berkelanjutan, terjangkau, dan inklusif bagi seluruh lapisan masyarakat.
"Kita harus fokus dan kompak dalam menyelesaikan persoalan social housing (rumah sewa). Kebutuhan hunian layak adalah hak dasar masyarakat, dan pemerintah bersama para mitra harus bergerak cepat dalam merealisasikannya," kata Fahri.
Untuk itu, Fahri menyampaikan agar Perum Perumnas sebqgai salah satu mitra Kementerian PKP dapat terus memikirkan masalah social housing seperti yang dimandatkan Presiden Prabowo Subianto.
"Untuk tugas ini, Perum Perumnas juga diharapkan dapat membantu pemerintah dalam hal pertumbuhan ekonomi delapan persen, pengentasan kemiskinan, dan pembukaan lapangan kerja," tandasnya.

Pemerintah Siapkan Lahan 1.575 Hektare Genjot Program 3 Juta Rumah
Kementerian PKP bersama Perum Perumnas menyiapkan lahan seluas 1.575,64 hektare untuk program 3 juta rumah. Terdapat 5 titik di Jabodetabek. - Halaman all [448] url asal
#berita-terkini #berita-hari-ini #program-3-juta-rumah #lokasi-program-3-juta-rumah #kementerian-pkp #perum-perumnas #berita-ekonomi-terkini
(InvestorID) 17/03/25 14:00
v/39670/

JAKARTA, investor.id – Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) bersama Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas) menyiapkan lahan seluas 1.575,64 hektare untuk mempercepat realisasi Program 3 Juta Rumah. Langkah ini merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam menyediakan hunian layak dan terjangkau bagi masyarakat, sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Fahri Hamzah menyatakan, pemerintah berkomitmen untuk memperkuat kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan swasta, guna menciptakan ekosistem perumahan yang berkelanjutan dan inklusif.
“Kita harus fokus dan kompak dalam menyelesaikan persoalan social housing. Kebutuhan hunian layak adalah hak dasar masyarakat, dan pemerintah bersama para mitra harus bergerak cepat dalam merealisasikannya,” kata Wamen Fahri di Kantor Perum Perumnas, Jakarta, Senin (17/3/2025).
Fahri menekankan bahwa Perumnas sebagai mitra strategis Kementerian PKP memiliki peran penting dalam mendukung target nasional yang telah ditetapkan oleh Presiden Prabowo Subianto. Perumnas diharapkan dapat berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi sebesar 8%, pengentasan kemiskinan, dan pembukaan lapangan kerja.
“Untuk tugas ini, Perum Perumnas juga diharapkan dapat membantu pemerintah dalam hal pertumbuhan ekonomi 8%, pengentasan kemiskinan, dan pembukaan lapangan kerja,” ujar Fahri.
Wamen PKP juga mengungkapkan bahwa kebijakan perumahan nasional harus bersifat holistik, mencakup sisi suplai dan permintaan (demand), serta didukung oleh percepatan regulasi yang mempermudah pelaksanaan di lapangan.
“Kita harus memastikan bahwa kebijakan perumahan bersifat holistik, mencakup sisi suplai dan demand, serta didukung oleh percepatan regulasi yang diperlukan. Artinya, Program 3 Juta Rumah ini sudah tepat untuk dilaksanakan. Saat ini yang mesti kita lakukan adalah percepatan pembangunan perumahan dan menyiapkan regulasi-regulasi percepatannya untuk mengurangi backlog perumahan,” ujar Fahri.
Lokasi Lahan
Direktur Perum Perumnas, Budi Saddewa menyatakan bahwa Perumnas telah menyiapkan lahan sekitar 1.575,64 hektare dengan potensi pembangunan 150.152 unit hunian di seluruh Indonesia. Salah satu proyek strategis yang tengah dikembangkan adalah Blok K Pulogebang, Jakarta Timur.
“Saat ini kami sudah siapkan lokasi-lokasi yang bisa dibangun oleh Kementerian PKP ataupun investor. Di Jabodetabek sendiri kami sudah menyiapkan 5 titik, di antaranya berlokasi di Kemayoran dan Pulo Gebang,” pungkas Budi.
Proyek Blok K Pulogebang mencakup lahan seluas 3,1 hektare yang akan dibangun enam tower. Dua di antaranya merupakan rumah susun untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), sementara empat lainnya adalah apartemen sederhana milik (anami), dengan total kapasitas 5.941 unit.
Budi menjelaskan bahwa Perumnas akan menjalankan empat langkah strategis utama untuk mendukung percepatan pembangunan perumahan nasional.
“Ada empat langkah strategis yang menjadi fokus utama Perumnas, yakni pengembangan kawasan perumahan skala besar, penataan kawasan kumuh secara vertikal, pembangunan hunian berbasis Transit-Oriented Development (TOD), serta pengembangan hunian vertikal perkotaan,” jelas Budi.
Editor: Prisma Ardianto (ardiantoprisma@gmail.com)
Follow Channel Telegram Official kami untuk update artikel-artikel investor.id
Baca Berita Lainnya di Google News

Harga sepiring kedaulatan untuk program Makan Bergizi Gratis di Papua
Pube, siswa kelas 1 SD YPK Sion, Nabire, Papua Tengah, mengacungkan tangan dengan antusias, saat ditanya akan menjadi apa di masa depannya ... [1,555] url asal

Papua (ANTARA) - Pube, siswa kelas 1 SD YPK Sion, Nabire, Papua Tengah, mengacungkan tangan dengan antusias, saat ditanya akan menjadi apa di masa depannya kelak.
"Jadi tentara," ujarnya.
Saat diminta berfoto, usai menerima Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dibagikan siang itu, Pube tidak mau berpose dengan gaya biasa di depan kamera. Telunjuk dan kelingking tangan kirinya maju ke depan perut, melambangkan gestur khas para penggemar musik metal. Tengil, namun berani.
Sehari-hari Pube berjalan kaki ke sekolah mengenakan seragam lengkap dan bertopi. Jarak rumah dengan sekolahnya tidak terlalu jauh. Ia mengaku senang mendapatkan makanan gratis dari sekolah karena bisa ramai-ramai makan bersama teman-temannya.
Jiwa kepemimpinan sudah tampak dalam diri Pube. Sebagai siswa yang mengacungkan tangan pertama kali, hari itu, semangatnya menular pada teman-teman lainnya. Mereka satu persatu mengacungkan tangan dan berbicara lantang tentang cita-citanya.
Ada yang ingin menjadi dokter, perawat, juga guru. Cita-cita mulia yang akan diisi oleh pengabdian kepada negara sepanjang hayat.
Di kelas yang riuh dan cukup panas, siang itu, Pube bersama sekitar 20 murid lainnya terlihat tidak sabar menunggu pemberian Makan Bergizi Gratis secara simbolis oleh para pejabat yang hadir. Satu kotak makanan itulah yang akan menentukan peningkatan tingkat partisipasi siswa di sekolah.
Meski masih banyak yang perlu diperbaiki, dengan tantangan-tantangan berupa penolakan di sebagian Tanah Papua, nyatanya para siswa itu senang ketika menerima satu kotak makanan berisi nasi, ayam kecap, oseng wortel, telur balado, dan semangka.
Tanpa sarapan
Angka partisipasi sekolah (APS) di Papua memang tercatat masih rendah. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024 yang disampaikan oleh Kepala Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) Provinsi Papua Junus Simangunsong, APS 16-18 tahun di dua provinsi di Papua masih di bawah 70 persen. Papua Tengah tercatat memiliki APS paling rendah, yakni 48 persen, disusul Papua Pegunungan yang hanya 56 persen.
Sementara itu, beberapa kabupaten/kota di Papua memiliki angka partisipasi sekolah 13-15 tahun yang masih jauh di bawah rata-rata nasional, yakni Kabupaten Puncak, Provinsi Papua Tengah, sebesar 32 persen; Kabupaten Intan Jaya, Papua Tengah, 52 persen; Nduga, Papua Pegunungan, 57 persen; dan Deiyai, Papua Tengah, 60 persen.
Wali Kelas 5 Sekolah Dasar Yayasan Pendidikan Kristen (SD YPK) Betlehem, Wamena, Provinsi Papua Pegunungan, Aisa Rumbino, menyatakan bahwa anak-anak didiknya seringkali pingsan saat upacara di Hari Senin karena belum sarapan.
Anak-anak itu, sebagian juga berjalan kaki cukup jauh karena kondisi orang tuanya yang tidak memungkinkan mengantar mereka ke sekolah. Mama-mama dan papa-papa itu, sejak pagi sudah harus mencari nafkah demi membiayai kehidupan keluarga mereka. Akibatnya, anak-anak yang datang tanpa sarapan itu seringkali tidak fokus, saat menerima pelajaran, atau sering sakit, sehingga tingkat partisipasi mereka di sekolah pun menurun.
Kepala SD Negeri Inpres Waroki Maria Goreti Gunu juga mengutarakan bahwa banyak anak sekolah yang pingsan hingga tidur di dalam kelas karena tidak sarapan. Maka, sebelum program MBG, sekolahnya telah terlebih dahulu menerapkan makan bergizi yang dikelola oleh para komite sekolah.
Maria menyiapkan anggaran yang tidak besar dari sekolahnya, cukup Rp1.000 yang ditabung setiap hari untuk memberikan anak-anak itu makan yang layak, dengan pengelolaan yang sepenuhnya diberikan kepada sekolah dan komite.
“Pembiayaan tidak ada biaya khusus. Jadi kami selipkan dari uang belanja. Satu hari Rp1.000. Dari uang seribu itu, kami kumpul, berapa yang kami dapat dalam sebulan, itu yang dikasih, tidak ada anggaran khusus. Jadi pintar-pintar mengelola, dan pastikan aman, karena ahli gizi kan datang ke sekolah, jadi kami kalau salah potong sayur saja, langsung ditegur,” katanya, ketika berbincang dengan ANTARA.
Setiap hari, ahli gizi datang ke sekolah untuk melihat berapa serat, protein, maupun karbohidrat yang perlu disiapkan. Dari program makan sehat tersebut, menurutnya, tingkat perekonomian masyarakat juga secara otomatis meningkat di pasar karena pembelian bahan yang dilakukan terus-menerus sejak Senin hingga Sabtu.
Inisiatif tersebut juga termasuk program dari Kementerian Pendidikan yang bekerja sama dengan Pemerintah Jepang. Para guru di sekolah khawatir jika siswa pergi ke kantin, maka mereka akan membeli jajanan atau makanan yang kurang higienis dan tidak sehat. Bahkan, tidak jarang anak-anak juga datang ke sekolah tanpa uang saku dari orang tua karena sebagian besar adalah dari kalangan ekonomi menengah ke bawah.
Dari program tersebut, partisipasi sekolah anak mulai meningkat, dengan tingkat kehadiran yang meningkat drastis. Setelah ada makanan, sudah tidak ada lagi siswa yang pingsan dan mereka ramai-ramai datang ke sekolah.
Untuk itu, program MBG juga mesti mempertimbangkan tata kelola untuk diterapkan di Papua. Pemerintah perlu mempertimbangkan agar pengelolaan diserahkan ke sekolah, komite, dan orang tua, tentu dengan pemantauan dan evaluasi dari ahli gizi yang setiap hari hadir ke sekolah, untuk menjamin mutu makanan yang dibagikan.
Berbagai penolakan yang terjadi, menurut Maria, merupakan akibat dari tata kelola yang belum jelas, sehingga penting untuk melibatkan orang tua dan masyarakat 100 persen dalam program Makan Bergizi Gratis di Papua.
Memberdayakan sekolah
Berbagai masukan dari kepala sekolah hingga dinas-dinas pendidikan di Provinsi Papua, Papua Tengah, hingga Papua Pegunungan, mengisyaratkan bahwa MBG di Papua lebih baik melibatkan orang tua murid, hingga komite sekolah.
Tenaga ahli bidang sistem dan tata kelola pada Badan Gizi Nasional (BGN) Niken Gandini mengemukakan, pihaknya akan terus menyesuaikan pemberian MBG sesuai dengan potensi di masing-masing wilayah. Apabila memang lebih baik dikelola oleh orang tua siswa atau komite sekolah, maka BGN akan menyesuaikan.

Pengelolaan MBG oleh orang tua dan komite sekolah memang lebih baik karena mereka tentu akan lebih memahami kebutuhan anaknya sendiri. Sebelumnya, pemerintah juga pernah menyelenggarakan program serupa, yakni program gizi anak sekolah dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang berlangsung pada 2016-2019.
Bedanya, program tersebut memiliki pola memasak di sekolah, di mana setiap sekolah menyediakan dapur sederhana menggunakan ruang sekolah yang bisa digunakan untuk dapur dan melibatkan para ibu guru serta orang tua siswa. Perwakilan kelas 1-6 SD dilatih menjadi koki untuk program tersebut.
Bahan-bahan pangan juga menyerap produksi dari petani setempat, dengan pemasok dari orang tua siswa sendiri. Dengan begitu, maka tujuan di bidang ekonomi dari program MBG akan tercapai, yakni swasembada pangan melalui pemanfaatan bahan pangan lokal yang akan meningkatkan kesejahteraan petani dan pelaku UMKM.
Di Kota Jayapura, misalnya, berdasarkan data dari dinas pendidikan, terdapat 62.453 siswa dari PAUD hingga SMA, baik swasta maupun negeri. Untuk bisa menyasar puluhan ribu siswa tersebut, dibutuhkan sedikitnya 20 satuan pemenuhan pelayanan gizi (SPPG), sehingga melalui kebijakan tata kelola dan pemanfaatan kearifan lokal yang baik, maka dapat memacu potensi dari produk-produk lokal dari Kota Jayapura.
Tidak hanya pihak sekolah, pelibatan lembaga masyarakat adat (LMA) yang menjadi jantung pemberdayaan masyarakat, hingga kesejahteraan sosial di Papua, juga dirasa perlu. Untuk itu, Staf Khusus Menteri Pertahanan Lenis Kogoya telah membuat kesepakatan bersama para ketua LMA agar para pengurus dan anggotanya dilibatkan dalam mengawasi MBG di Papua.
Melibatkan LMA dalam MBG, tentu berpotensi meningkatkan penyerapan tenaga kerja di tiap-tiap SPPG, sehingga mampu meningkatkan perekonomian warga setempat. Melalui mekanisme kerja yang tepat, maka LMA-LMA ini dapat berdaya dan saling berkolaborasi untuk mewujudkan kesejahteraan di Tanah Papua.
Sepiring kedaulatan
Program “hajatan” dari Presiden Prabowo Subianto berupa Makan Bergizi Gratis ini tentu tidak serta-merta dapat membawa dampak yang instan. Butuh proses panjang yang perlu ditempuh, perbaikan serta evaluasi di sana-sini, termasuk menghadapi penolakan oleh sebagian warga di tanah Papua.
Pada Pertengahan Februari 2025, ribuan siswa, mulai dari SMP, SMA, hingga universitas di beberapa wilayah mulai dari Kabupaten Deiyai, Dogiyai, Mimika, Provinsi Papua Tengah; Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua; Yalimo, Jayawijaya, Yahukimo, Pegunungan Bintang, Provinsi Papua Pegunungan, mengelar demonstrasi menolak Makan Bergizi Gratis (MBG).
Mereka menyuarakan bahwa di Papua, pendidikan gratis lebih penting ketimbang Makan Bergizi Gratis. Selain itu, di beberapa daerah konflik, masyarakat menuntut agar wewenang pemberian MBG diserahkan kepada yayasan, hingga masyarakat adat.
Demonstrasi yang melibatkan siswa sekolah yang dilaksanakan saat jam belajar-mengajar tersebut tentu berpotensi mengganggu ketenteraman dan mengancam masa depan mereka. Di tanah Papua yang masih rawan dengan konflik, pemberian MBG tidak boleh dilakukan dengan cara-cara yang represif, tetapi harus sepenuhnya melibatkan masyarakat adat, termasuk LMA, sekolah, hingga orang tua siswa sendiri.
Sosialisasi terus-menerus dilakukan oleh BGN, Kementerian Pertahanan, Kementerian Pendidikan, Dasar, dan Menengah (Kemendikdasmen), juga Kementerian Kesehatan, sehingga program ini mampu meningkatkan angka partisipasi sekolah dan menurunkan stunting.
Di tanah Papua, yang berdaulat adalah masyarakat Papua. Mereka perlu terus dilibatkan dalam diskusi yang melibatkan sepiring ubi, sagu, hingga kopi. Berbicara dengan masyarakat Papua perlu pendekatan-pendekatan yang lebih komunal, karena representasi mereka sebagai kelompok masyarakat adat yang merupakan bagian dari Tanah Air perlu terus didengar.
MBG di Papua lebih dari sekadar membagikan makan secara gratis, karena lebih dari itu, dampak positif yang dihasilkan jika melibatkan orang-orang asli Papua, bisa berlipat ganda, termasuk mewujudkan kedaulatan ekonomi dan kesejahteraan sosial.
Di setiap SPPG, mama-mama akan berdaulat memasak, bersama LMA yang mengawasi, dan komite sekolah serta orang tua siswa yang juga berdaulat menentukan sendiri model MBG seperti apa yang paling cocok di daerahnya.
Para siswa yang kenyang memang tidak menjamin akan langsung meningkat prestasinya, tetapi setidaknya, di Papua, tingkat partisipasi mereka untuk datang ke sekolah dan lebih fokus dalam menyerap pembelajaran akan lebih baik.
Dengan begitu, representasi mereka di berbagai profesi di masa depan tentu akan lebih baik, seperti Pube, yang mungkin dalam waktu sekitar 30 tahun lagi, akan menjadi seorang Jenderal.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Harga sepiring kedaulatan untuk Makan Bergizi Gratis di Papua
REI: BP3 Tidak Relevan, Hunian Berimbang Cukup Diatur Kementerian PKP
Joko menyatakan rencana awal BP3 sebagai lembaga ex officio untuk koordinasi antar kementerian menjadi tidak relevan dengan keberadaan Kementerian PKP Halaman all [345] url asal
#dpp-rei #hunian-berimbang #bp3 #kementerian-pkp #tidak-relevan
(Kompas.com) 16/03/25 15:00
v/39310/

KOMPAS.com - Wacana pembentukan Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3) kembali mencuat untuk mempercepat pembangunan perumahan dan mengatur penerapan aturan hunian berimbang.
Namun, Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI), Joko Suranto, menilai pembentukan BP3 tidak relevan dengan adanya Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) dan sistem perizinan OSS.
Joko menyatakan rencana awal BP3 sebagai lembaga ex officio untuk koordinasi antar kementerian menjadi tidak relevan dengan keberadaan Kementerian PKP.
REI menilai Kementerian PKP memiliki fungsi dan kewenangan yang lebih kuat untuk mempercepat pembangunan perumahan dan memberlakukan hunian berimbang.
"Dengan telah adanya Kementerian PKP, maka BP3 menjadi tidak relevan, tidak dibutuhkan dan tidak efisien (dibentuk)," ujar Joko.
REI khawatir keberadaan BP3 justru akan menimbulkan dualisme kebijakan dan tumpang tindih regulasi di sektor properti, termasuk perumahan.
Oleh karena itu, REI mengusulkan agar aturan hunian berimbang cukup diatur dan dikelola oleh Kementerian PKP.
Perbaikan Aturan Hunian Berimbang
REI tidak menolak aturan hunian berimbang, tetapi menilai perlu adanya perbaikan agar aturan tersebut dapat terealisasi.
REI mengusulkan beberapa hal yakni revisi regulasi agar hunian berimbang skala besar dapat dilaksanakan di lokasi lain lintas kabupaten atau provinsi.
Kemudian kerja sama antara pengembang skala besar dan skala kecil dalam hunian berimbang.
Selanjutnya, implementasi hunian berimbang melalui rencana tata ruang, dengan penetapan lokasi pembangunan rumah sederhana (MBR) dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan sub-zonasi khusus.
"Kami berharap Kementerian PKP segera mengeluarkan kebijakan komprehensif terkait hunian berimbang dan menjaga sinergi dengan seluruh pemangku kepentingan di sektor perumahan," tuntas Joko.

Harga sepiring kedaulatan untuk Makan Bergizi Gratis di Papua
Pube, siswa kelas 1 SD YPK Sion, Nabire, Papua Tengah, mengacungkan tangan dengan antusias, saat ditanya akan menjadi apa di masa depannya kelak."Jadi ... [1,578] url asal
#makan-bergizi-gratis #makan-bergizi-gratis-di-papua #kedaulatan #mbg

Papua (ANTARA) - Pube, siswa kelas 1 SD YPK Sion, Nabire, Papua Tengah, mengacungkan tangan dengan antusias, saat ditanya akan menjadi apa di masa depannya kelak.
"Jadi tentara," ujarnya.
Saat diminta berfoto, usai menerima Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dibagikan siang itu, Pube tidak mau berpose dengan gaya biasa di depan kamera. Telunjuk dan kelingking tangan kirinya maju ke depan perut, melambangkan gestur khas para penggemar musik metal. Tengil, namun berani.
Sehari-hari Pube berjalan kaki ke sekolah mengenakan seragam lengkap dan bertopi. Jarak rumah dengan sekolahnya tidak terlalu jauh. Ia mengaku senang mendapatkan makanan gratis dari sekolah karena bisa ramai-ramai makan bersama teman-temannya.
Jiwa kepemimpinan sudah tampak dalam diri Pube. Sebagai siswa yang mengacungkan tangan pertama kali, hari itu, semangatnya menular pada teman-teman lainnya. Mereka satu persatu mengacungkan tangan dan berbicara lantang tentang cita-citanya.
Ada yang ingin menjadi dokter, perawat, juga guru. Cita-cita mulia yang akan diisi oleh pengabdian kepada negara sepanjang hayat.
Di kelas yang riuh dan cukup panas, siang itu, Pube bersama sekitar 20 murid lainnya terlihat tidak sabar menunggu pemberian Makan Bergizi Gratis secara simbolis oleh para pejabat yang hadir. Satu kotak makanan itulah yang akan menentukan peningkatan tingkat partisipasi siswa di sekolah.
Meski masih banyak yang perlu diperbaiki, dengan tantangan-tantangan berupa penolakan di sebagian Tanah Papua, nyatanya para siswa itu senang ketika menerima satu kotak makanan berisi nasi, ayam kecap, oseng wortel, telur balado, dan semangka.
Tanpa sarapan
Angka partisipasi sekolah (APS) di Papua memang tercatat masih rendah. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024 yang disampaikan oleh Kepala Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) Provinsi Papua Junus Simangunsong, APS 16-18 tahun di dua provinsi di Papua masih di bawah 70 persen. Papua Tengah tercatat memiliki APS paling rendah, yakni 48 persen, disusul Papua Pegunungan yang hanya 56 persen.
Sementara itu, beberapa kabupaten/kota di Papua memiliki angka partisipasi sekolah 13-15 tahun yang masih jauh di bawah rata-rata nasional, yakni Kabupaten Puncak, Provinsi Papua Tengah, sebesar 32 persen; Kabupaten Intan Jaya, Papua Tengah, 52 persen; Nduga, Papua Pegunungan, 57 persen; dan Deiyai, Papua Tengah, 60 persen.
Wali Kelas 5 Sekolah Dasar Yayasan Pendidikan Kristen (SD YPK) Betlehem, Wamena, Provinsi Papua Pegunungan, Aisa Rumbino, menyatakan bahwa anak-anak didiknya seringkali pingsan saat upacara di Hari Senin karena belum sarapan.
Anak-anak itu, sebagian juga berjalan kaki cukup jauh karena kondisi orang tuanya yang tidak memungkinkan mengantar mereka ke sekolah. Mama-mama dan papa-papa itu, sejak pagi sudah harus mencari nafkah demi membiayai kehidupan keluarga mereka. Akibatnya, anak-anak yang datang tanpa sarapan itu seringkali tidak fokus, saat menerima pelajaran, atau sering sakit, sehingga tingkat partisipasi mereka di sekolah pun menurun.
Kepala SD Negeri Inpres Waroki Maria Goreti Gunu juga mengutarakan bahwa banyak anak sekolah yang pingsan hingga tidur di dalam kelas karena tidak sarapan. Maka, sebelum program MBG, sekolahnya telah terlebih dahulu menerapkan makan bergizi yang dikelola oleh para komite sekolah.
Maria menyiapkan anggaran yang tidak besar dari sekolahnya, cukup Rp1.000 yang ditabung setiap hari untuk memberikan anak-anak itu makan yang layak, dengan pengelolaan yang sepenuhnya diberikan kepada sekolah dan komite.
“Pembiayaan tidak ada biaya khusus. Jadi kami selipkan dari uang belanja. Satu hari Rp1.000. Dari uang seribu itu, kami kumpul, berapa yang kami dapat dalam sebulan, itu yang dikasih, tidak ada anggaran khusus. Jadi pintar-pintar mengelola, dan pastikan aman, karena ahli gizi kan datang ke sekolah, jadi kami kalau salah potong sayur saja, langsung ditegur,” katanya, ketika berbincang dengan ANTARA.
Setiap hari, ahli gizi datang ke sekolah untuk melihat berapa serat, protein, maupun karbohidrat yang perlu disiapkan. Dari program makan sehat tersebut, menurutnya, tingkat perekonomian masyarakat juga secara otomatis meningkat di pasar karena pembelian bahan yang dilakukan terus-menerus sejak Senin hingga Sabtu.
Inisiatif tersebut juga termasuk program dari Kementerian Pendidikan yang bekerja sama dengan Pemerintah Jepang. Para guru di sekolah khawatir jika siswa pergi ke kantin, maka mereka akan membeli jajanan atau makanan yang kurang higienis dan tidak sehat. Bahkan, tidak jarang anak-anak juga datang ke sekolah tanpa uang saku dari orang tua karena sebagian besar adalah dari kalangan ekonomi menengah ke bawah.
Dari program tersebut, partisipasi sekolah anak mulai meningkat, dengan tingkat kehadiran yang meningkat drastis. Setelah ada makanan, sudah tidak ada lagi siswa yang pingsan dan mereka ramai-ramai datang ke sekolah.
Untuk itu, program MBG juga mesti mempertimbangkan tata kelola untuk diterapkan di Papua. Pemerintah perlu mempertimbangkan agar pengelolaan diserahkan ke sekolah, komite, dan orang tua, tentu dengan pemantauan dan evaluasi dari ahli gizi yang setiap hari hadir ke sekolah, untuk menjamin mutu makanan yang dibagikan.
Berbagai penolakan yang terjadi, menurut Maria, merupakan akibat dari tata kelola yang belum jelas, sehingga penting untuk melibatkan orang tua dan masyarakat 100 persen dalam program Makan Bergizi Gratis di Papua.
Memberdayakan sekolah
Berbagai masukan dari kepala sekolah hingga dinas-dinas pendidikan di Provinsi Papua, Papua Tengah, hingga Papua Pegunungan, mengisyaratkan bahwa MBG di Papua lebih baik melibatkan orang tua murid, hingga komite sekolah.
Tenaga ahli bidang sistem dan tata kelola pada Badan Gizi Nasional (BGN) Niken Gandini mengemukakan, pihaknya akan terus menyesuaikan pemberian MBG sesuai dengan potensi di masing-masing wilayah. Apabila memang lebih baik dikelola oleh orang tua siswa atau komite sekolah, maka BGN akan menyesuaikan.

Pengelolaan MBG oleh orang tua dan komite sekolah memang lebih baik karena mereka tentu akan lebih memahami kebutuhan anaknya sendiri. Sebelumnya, pemerintah juga pernah menyelenggarakan program serupa, yakni program gizi anak sekolah dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang berlangsung pada 2016-2019.
Bedanya, program tersebut memiliki pola memasak di sekolah, di mana setiap sekolah menyediakan dapur sederhana menggunakan ruang sekolah yang bisa digunakan untuk dapur dan melibatkan para ibu guru serta orang tua siswa. Perwakilan kelas 1-6 SD dilatih menjadi koki untuk program tersebut.
Bahan-bahan pangan juga menyerap produksi dari petani setempat, dengan pemasok dari orang tua siswa sendiri. Dengan begitu, maka tujuan di bidang ekonomi dari program MBG akan tercapai, yakni swasembada pangan melalui pemanfaatan bahan pangan lokal yang akan meningkatkan kesejahteraan petani dan pelaku UMKM.
Di Kota Jayapura, misalnya, berdasarkan data dari dinas pendidikan, terdapat 62.453 siswa dari PAUD hingga SMA, baik swasta maupun negeri. Untuk bisa menyasar puluhan ribu siswa tersebut, dibutuhkan sedikitnya 20 satuan pemenuhan pelayanan gizi (SPPG), sehingga melalui kebijakan tata kelola dan pemanfaatan kearifan lokal yang baik, maka dapat memacu potensi dari produk-produk lokal dari Kota Jayapura.
Tidak hanya pihak sekolah, pelibatan lembaga masyarakat adat (LMA) yang menjadi jantung pemberdayaan masyarakat, hingga kesejahteraan sosial di Papua, juga dirasa perlu. Untuk itu, Staf Khusus Menteri Pertahanan Lenis Kogoya telah membuat kesepakatan bersama para ketua LMA agar para pengurus dan anggotanya dilibatkan dalam mengawasi MBG di Papua.
Melibatkan LMA dalam MBG, tentu berpotensi meningkatkan penyerapan tenaga kerja di tiap-tiap SPPG, sehingga mampu meningkatkan perekonomian warga setempat. Melalui mekanisme kerja yang tepat, maka LMA-LMA ini dapat berdaya dan saling berkolaborasi untuk mewujudkan kesejahteraan di Tanah Papua.
Sepiring kedaulatan
Program “hajatan” dari Presiden Prabowo Subianto berupa Makan Bergizi Gratis ini tentu tidak serta-merta dapat membawa dampak yang instan. Butuh proses panjang yang perlu ditempuh, perbaikan serta evaluasi di sana-sini, termasuk menghadapi penolakan oleh sebagian warga di tanah Papua.
Pada Pertengahan Februari 2025, ribuan siswa, mulai dari SMP, SMA, hingga universitas di beberapa wilayah mulai dari Kabupaten Deiyai, Dogiyai, Mimika, Provinsi Papua Tengah; Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua; Yalimo, Jayawijaya, Yahukimo, Pegunungan Bintang, Provinsi Papua Pegunungan, mengelar demonstrasi menolak Makan Bergizi Gratis (MBG).
Mereka menyuarakan bahwa di Papua, pendidikan gratis lebih penting ketimbang Makan Bergizi Gratis. Selain itu, di beberapa daerah konflik, masyarakat menuntut agar wewenang pemberian MBG diserahkan kepada yayasan, hingga masyarakat adat.
Demonstrasi yang melibatkan siswa sekolah yang dilaksanakan saat jam belajar-mengajar tersebut tentu berpotensi mengganggu ketenteraman dan mengancam masa depan mereka. Di tanah Papua yang masih rawan dengan konflik, pemberian MBG tidak boleh dilakukan dengan cara-cara yang represif, tetapi harus sepenuhnya melibatkan masyarakat adat, termasuk LMA, sekolah, hingga orang tua siswa sendiri.

Sosialisasi terus-menerus dilakukan oleh BGN, Kementerian Pertahanan, Kementerian Pendidikan, Dasar, dan Menengah (Kemendikdasmen), juga Kementerian Kesehatan, sehingga program ini mampu meningkatkan angka partisipasi sekolah dan menurunkan stunting.
Di tanah Papua, yang berdaulat adalah masyarakat Papua. Mereka perlu terus dilibatkan dalam diskusi yang melibatkan sepiring ubi, sagu, hingga kopi. Berbicara dengan masyarakat Papua perlu pendekatan-pendekatan yang lebih komunal, karena representasi mereka sebagai kelompok masyarakat adat yang merupakan bagian dari Tanah Air perlu terus didengar.
MBG di Papua lebih dari sekadar membagikan makan secara gratis, karena lebih dari itu, dampak positif yang dihasilkan jika melibatkan orang-orang asli Papua, bisa berlipat ganda, termasuk mewujudkan kedaulatan ekonomi dan kesejahteraan sosial.
Di setiap SPPG, mama-mama akan berdaulat memasak, bersama LMA yang mengawasi, dan komite sekolah serta orang tua siswa yang juga berdaulat menentukan sendiri model MBG seperti apa yang paling cocok di daerahnya.
Para siswa yang kenyang memang tidak menjamin akan langsung meningkat prestasinya, tetapi setidaknya, di Papua, tingkat partisipasi mereka untuk datang ke sekolah dan lebih fokus dalam menyerap pembelajaran akan lebih baik.
Dengan begitu, representasi mereka di berbagai profesi di masa depan tentu akan lebih baik, seperti Pube, yang mungkin dalam waktu sekitar 30 tahun lagi, akan menjadi seorang Jenderal.
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2025

Kata Pengembang soal Rencana Pemerintah Bikin BP3 buat Program Perumahan
Kementerian PKP akan bentuk Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3) untuk percepat pembangunan perumahan. Ini respons pengembang. [639] url asal
#bp3 #pembangunan-perumahan #hunian-berimbang #kementerian-pkp #pengembang-properti #badan-percepatan-penyelenggaraan-perumahan #perumahan #bentuk-badan-percepatan-penyelenggaraan-perumahan #pkp #kementerian-pe
(detikFinance) 14/03/25 14:00
v/38874/

Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) akan membentuk Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3). Hal ini dilakukan untuk mempercepat pembangunan perumahan dan mengatur penerapan hunian berimbang.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum DPP Realestat Indonesia Joko Suranto menilai hal tersebut tidak relevan lagi karena saat ini sudah ada Kementerian PKP yang menangani sektor perumahan. Ditambah lagi, saat ini pemerintah sudah memberlakukan sudah memberlakukan sistem perizinan berusaha terintegrasi berbasis risiko atau Online Single Submission (OSS).
"Kalau melihat kembali ke belakang, rencana awal pembentukan BP3 adalah sebagai lembaga ex officio untuk memudahkan koordinasi mengingat sektor perumahan ini melibatkan setidaknya lima kementerian terkait. Tetapi dengan telah adanya Kementerian PKP, maka BP3 menjadi tidak relevan, tidak dibutuhkan dan tidak efisien (dibentuk)," ujarnya dalam keterangan tertulis, dikutip Jumat (14/3/2025).
Menurut Joko, untuk mempercepat pembangunan perumahan dengan penerapan hunian berimbang cukup dilakukan oleh Kementerian PKP karena memiliki fungsi dan kewenangan lebih kuat dibandingkan BP3. Selain itu, adanya BP3 dinilai berpotensi memunculkan dualisme kebijakan menumbuhkan kembali pengaturan oleh banyak lembaga di industri properti termasuk perumahan.
"Oleh karena itu, kami berpendapat aturan hunian berimbang cukup diatur dan dikelola oleh Kementerian PKP, sehingga tidak ada tumpang tindih kelembagaan dan kebijakan," tegasnya.
Terkait hunian berimbang, REI menyarankan beberapa hal agar bisa berjalan dengan baik, yaitu:
1. Revisi Regulasi
Revisi regulasi yang dimaksud yaitu agar hunian berimbang untuk skala besar dapat dilakukan pada lokasi lain, baik lintas kabupaten maupun lintas provinsi. Selain itu, hunian berimbang dapat dikerjasamakan antara pengembang besar dan pengembang kecil.
2. Implementasi Hunian Berimbang Diterapkan Melalui Rencana Tata Ruang
Pada hunian berimbang, ada tiga tipe rumah yang dibangun yaitu rumah mewah, rumah menengah, dan rumah sederhana. Untuk rumah sederhana untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) ditetapkan dalam rencana detail tata ruang (RDTR) dan dalam bentuk sub-zonasi khusus. Dengan demikian maka harga lahan di lokasi pembangunan rumah sederhana akan terkunci.
Ke depan, Joko berharap segera ada kebijakan yang komprehensif dari Kementerian PKP berkaitan dengan skema hunian berimbang serta tetap tercipta sinergi dan komunikasi yang baik dengan seluruh pemangku kepentingan di sektor perumahan.
Sebagai informasi, pembentukan BP3 masih menunggu revisi beberapa aturan. Direktur Jenderal Kawasan Permukiman Kementerian PKP Fitrah Nur mengungkapkan terdapat revisi untuk Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 9 Tahun 2021 tentang Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan dan Keputusan Presiden (Keppres) 30/2021 tentang Pengangkatan Dewan Pembina Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan.
"Sekarang itu kan ada revisi Perpres 9 dan Keppres 30, itu baru keluar dari persetujuan dari Presiden (Prabowo Subianto) Jumat kemarin. Itu baru kita proses dulu," ujar Fitrah saat ditemui di Serang, Banten, Minggu (9/3) lalu.
Pihaknya sedang menyelesaikan peraturan yang mengatur badan tersebut. Setelah itu, baru akan dibentuk panelis dan mengundang peserta yang ingin bergabung dengan badan tersebut. Menurutnya, pembentukan BP3 dapat rampung pada semester II tahun ini.
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini
(abr/abr)

Pembentukan Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan Dianggap Tak Relevan
Wacana pembentukan Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3) untuk mempercepat pembangunan perumahan tidak relevan. [377] url asal

"Sudah ada kementerian khusus dan saat ini pemerintah sudah memberlakukan sistem perizinan berusaha terintegrasi berbasis risiko atau Online Single Submission (OSS). Jadi wacana adanya BP3 sangat tidak efisien," kata Joko Suranto dikutip dari Antara, Jumat, 14 Maret 2025.
Ia menuturkan rencana awal pembentukan BP3 adalah sebagai lembaga ex officio untuk memudahkan koordinasi, mengingat sektor perumahan ini melibatkan setidaknya lima kementerian terkait.
Tetapi dengan telah adanya Kementerian PKP yang khusus mengurus permukiman, maka BP3 menjadi tidak relevan, tidak dibutuhkan dan tidak efisien untuk dibentuk.
Dia menilai rencana pemerintah untuk mempercepat pembangunan perumahan melalui pemberlakuan hunian berimbang cukup dilakukan oleh Kementerian PKP yang memiliki fungsi dan kewenangan lebih kuat dibandingkan BP3.
Selain itu, keberadaan BP3 justru berpotensi memunculkan dualisme kebijakan dan menumbuhkan kembali pengaturan oleh banyak lembaga di industri properti termasuk perumahan.
“Oleh karena itu, kami berpendapat aturan hunian berimbang cukup diatur dan dikelola oleh Kementerian PKP, sehingga tidak ada tumpang tindih kelembagaan dan kebijakan,” kata Joko Suranto yang juga CEO Buana Kassiti Group.
Berkaitan dengan akan diterapkan hunian berimbang, ujar Joko pula, secara prinsip REI tidak menolak karena aturan tersebut adalah satu kewajiban yang diatur undang-undang.
Tetapi dalam perjalanannya selama 13 tahun, hunian berimbang ternyata belum dapat terealisasi. Oleh karena itu, selain lewat satu pintu regulator, skema aturan hunian berimbang harus realistis untuk diterapkan.
REI pun menyampaikan beberapa usulan kepada pemerintah agar hunian berimbang dapat diterapkan seperti revisi regulasi, agar hunian berimbang untuk skala besar dapat dilaksanakan pada lokasi lain baik lintas kabupaten maupun lintas provinsi.
"Selain itu, hunian berimbang dapat dikerjasamakan antara pengembang skala besar dan pengembang skala kecil," kata dia.
Lalu implementasi hunian berimbang diterapkan melalui rencana tata ruang. Lokasi pembangunan rumah tipe tiga atau rumah sederhana bagi MBR ditetapkan dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan dalam bentuk sub-zonasi khusus untuk rumah sederhana. Dengan begitu, kata Joko Suranto, akan mengunci harga lahan di lokasi pembangunan rumah MBR tersebut.
"Kami berharap segera ada kebijakan yang komprehensif dari Kementerian PKP berkaitan dengan skema hunian berimbang, serta tetap tercipta sinergi dan komunikasi yang baik dengan seluruh pemangku kepentingan di sektor perumahan," ujar dia.
(KIE)

Program tiga juta rumah hendaknya dibarengi dengan pengawasan
Program tiga juta rumah yang digulirkan Presiden RI Prabowo menjadi angin segar bagi masyarakat yang belum memiliki rumah. Tentunya kebijakan ini harus juga ... [936] url asal
#rumah-subsidi #program-tiga-juta-rumah #astacita-prabowo #rumah-terjangkau #rumah-dekat-transportasi-publik #tod

Jakarta (ANTARA) - Program tiga juta rumah yang digulirkan Presiden RI Prabowo menjadi angin segar bagi masyarakat yang belum memiliki rumah. Tentunya kebijakan ini harus juga dibarengi dengan penyediaan rumah berkualitas.
Program penyediaan rumah berkualitas tersebut tidak semuanya harus tapak (landed house), seperti permukiman padat di Jakarta, yang dibutuhkan adalah rumah susun (rusun), baik sewa maupun menjadi hak milik.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sendiri memiliki dua program terkait program tiga juta rumah, yakni rumah susun sederhana milik (rusunami) dan rumah susun sederhana sewa (rusunawa).
Tentunya, meski menyandang kata subsidi, syarat dari rumah yang menjadi program pemerintah itu harus layak dan berkualitas. Rumah subsidi (rusun dan tapak), meski secara desain terlihat sederhana, tetapi dari segi struktur harus berkualitas seperti bangunan hunian lainnya, tidak ada yang dikurang-kurangi, sehingga memberikan keamanan bagi penghuninya.
Struktur dalam hal ini penggunaan pondasi, penggunaan besi, penggunaan bata, dan atap dari bangunan, semua itu terkait dengan keselamatan penghuninya. Berikut yang juga harus menjadi pertimbangan adalah ketersediaan jaringan air minum dan listrik.
Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman yang menjadi penanggung jawab program tiga juta rumah masih menemukan rumah subsidi yang dibangun pengembang belum layak untuk dihuni. Kasusnya beragam, mulai dari banjir, longsor, serta akses ke perumahan yang belum beraspal.
Kondisi rumah subsidi yang belum layak itu, bahkan ditemukan Sekjen Perumahan dan Kawasan Permukiman Didyk Choiroel. Beberapa rumah program tersebut, bahkan ada yang ditinggal penghuninya karena tidak puas dengan apa yang dijanjikan.
Pemerintah secara tegas mensyaratkan pengembang rumah subsidi harus bertanggung jawab atas rumah yang dibangunnya, termasuk fasilitas dan sarana yang tersedia, sehingga penghuni tetap merasa nyaman.
Bagi pengembang yang akan membangun rumah bersubsidi, sebenarnya pemerintah sudah menyiapkan panduannya, tinggal mereka mengikuti aturan yang ada. Sebagai contoh, Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 2947/KPTS/M/2024 tentang Desain Prototipe/ Purwarupa Rumah Tinggal Sederhana.
Di dalam keputusan itu tertuang soal desain bangunan, termasuk syarat bahan bangunan yang dipakai. Pemerintah menggulirkan peraturan tersebut dengan tujuan memberikan perlindungan terhadap konsumen yang akan membeli rumah.
Pertimbangan matang
Membeli rumah bukanlah perkara mudah, meski sudah mendapat subsidi. Konsumen tentunya harus bisa mengangsur bunga dan pokok dari rumah. Keputusan untuk membeli rumah itu membutuhkan pertimbangan matang karena akan dihuni jangka panjang dan dimanfaatkan anak dan cucu.
Bahkan, untuk membeli rumah juga harus mempertimbangkan untuk keperluan lain, seperti pendidikan anak, kebutuhan pokok sehari-hari, kesehatan, hiburan keluarga, dan transportasi. Kondisi demikian membuat masyarakat harus melakukan kalkulasi secara cermat sebelum memutuskan membeli rumah.
Soal akses dan transportasi merupakan faktor yang harus diperhitungkan. Banyak dari kawasan perumahan yang ditinggal penghuninya karena pengembangannya lambat, seperti sulitnya akses menuju fasilitas pendidikan, kesehatan, dan pasar yang membuat biaya transportasi justru membengkak.
Tentunya kondisi-kondisi di luar dugaan seperti ini akan menyulitkan pemilik rumah karena di satu sisi masih terikat kepada cicilan KPR/ KPA, sedangkan di sisi yang lain belanja rumah tangga terus mengalami kenaikan.
Sehingga pemerintah sangat perhatian dengan pengadaan rumah subsidi ini. Hadirnya rumah seharusnya membuat penghuninya semakin sejahtera. Kebutuhan dasar seharusnya dapat dipenuhi dengan mudah, seperti air bersih, kebutuhan pokok, pendidikan, dan sebagainya.
Pengembangan rumah ideal ke depan adalah berbasis transit atau transit oriented development (TOD), sehingga memudahkan penghuni untuk berpindah dari satu lokasi ke lokasi lain. Apabila lokasi transportasi publik agak jauh dari permukiman, maka pengembang bisa memberikan solusi dengan menyediakan kendaraan antara jemput (shuttle).
Dengan hunian berkonsep TOD, tentunya akan mendorong penghuni menggunakan transportasi publik dalam beraktivitas. Dengan demikian penggunaan kendaraan pribadi dapat ditekan, sehingga menjadi solusi kemacetan lalu lintas dan pemborosan bahan bakar.
Percepatan
Perlindungan terhadap konsumen yang akan membeli rumah subsidi sebenarnya sudah dibuat sedemikian rupa menjadi tiga lapis. Lapis pertama, tentunya pemerintah selaku regulator, sedangkan lapis kedua adalah bank penyalur KPR/KPA dan Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) selaku penyalur subsidi, sedangkan lapis ketiga masyarakat sendiri untuk memeriksa langsung lokasi perumahan yang ditawarkan, sebelum memutuskan membeli.
Bank penyalur dan BP Tapera memiliki kewenangan untuk tidak menyalurkan KPR/KPA, apabila aspek legalitas (sertifikat) dan fasilitas dasar belum terpenuhi. Sebagai contoh, pengadaan air bersih dan listrik dalam rangka memberikan perlindungan kepada konsumen.
Sementara untuk masyarakat sendiri, pentingnya bagi pemerintah memberikan edukasi untuk senantiasa memeriksa lokasi sebelum memutuskan membeli, termasuk mengetahui apakah di lokasi tersebut tersedia fasilitas dasar (sekolah, rumah sakit, pasar) serta yang lebih penting lagi bebas banjir.
Program tiga juta rumah dapat tercapai apabila tercipta kolaborasi antara pemerintah, pengembang, dan masyarakat. Sebut saja pemerintah dan pengembang berupaya memenuhi target tersebut, namun ternyata konsumennya kehilangan daya beli, -tentunya bakal tidak akan ketemu.
Terkait hal itu, Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman tengah merancang pembentukan Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3) yang peraturannya tengah disusun. Pembentukan wadah ini merupakan amanat dari UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, UU Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, dan UU Nomor 6 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Dengan hadirnya badan baru ini diharapkan bisa mendorong program tiga juta rumah dengan melakukan koordinasi program-program perumahan yang berjalan saat ini, mulai dari hunian berimbang (kewajiban pengembang rumah mewah untuk membangun rumah subsidi), mengelola sumber dana terkait perumahan, termasuk dana subsidi, memastikan kebijakan yang ada saat ini menjamin ketersediaan rumah bagi masyarakat yang membutuhkan.
Badan baru ini seharusnya bisa mewujudkan program pemerintah tersebut mengingat selama ini banyak institusi yang terlibat di dalam pengadaan rumah subsidi, tetapi tidak ada yang bertanggung jawab untuk melakukan koordinasi, terutama apabila ada terjadi permasalahan di lapangan.
Contoh di atas kondisi perumahan yang tidak sesuai harapan penghuni dan pemerintah selaku penyedia anggaran tidak lagi terulang. Dengan demikian masyarakat (konsumen) semakin percaya dan berbondong-bondong mengantre membeli rumah yang pada akhirnya program tiga juta rumah dapat terwujud.
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2025

Pencarian Rumah di Bawah Rp200 Juta Mendominasi Tahun Lalu, Bagaimana 2025?
Kami optimis akses kepemilikan rumah dapat tetap terbuka khususnya bagi Milenial dan Gen Z - generasi yang selama ini disebut sulit memiliki rumah. [285] url asal
#properti-milenial #bisnis-properti #properti #milenial-beli-rumah #tips-beli-rumah

Tahun lalu sektor properti bergerak dinamis cenderung positif. Beberapa yang menjadi catatan penting adalah total inventori tumbuh +130 persen, terutama di wilayah dengan infrastruktur strategis.
Pencarian rumah tumbuh di semua segmen, dengan rumah sederhana memimpin pertumbuhan 149 persen. Suku bunga BI yang fluktuatif tidak menghalangi pertumbuhan transaksi KPR dan KPA sebesar 60 persen, dengan KPR Take Over mendominasi 63 persen.
CEO & Founder Pinhome Dayu Dara Permata mengatakan sama dengan 2024, prospek pasar properti di 2025 juga menunjukkan peluang positif, yang kemungkinan besar akan didorong oleh kebijakan-kebijakan baru.
"Kami optimis akses kepemilikan rumah dapat tetap terbuka khususnya bagi Milenial dan Gen Z - generasi yang selama ini disebut sulit memiliki rumah," jelas dia dalam keterangan tertulis, Rabu, 5 Maret 2025.
Potensi yang inklusif juga terlihat di area luar Pulau Jawa, di mana minat pembelian rumah diprediksi akan meningkat terkait konektivitas yang semakin baik. Menurut Pinhome, keselarasan antara pembangunan program 3 Juta Rumah dan permintaan rumah sederhana.
Permintaan akan rumah sederhana (di bawah Rp200 juta) di Kabupaten Tangerang melonjak khususnya di kecamatan seperti Sepatan, Pasar Kemis, dan Rajeg, yang bertumbuh 120 persen secara tahunan (2023 vs 2024).
Hal ini sejalan dengan pencanangan program 3 Juta Rumah yang juga dimulai di Kabupaten Tangerang pada November 2024.
Melihat tren ini, daerah-daerah dengan lonjakan permintaan rumah sederhana yang tinggi, seperti Bandar Lampung (593 persen), Kota Balikpapan (555 persen), Kabupaten Sukabumi (292 persen), dan Kabupaten Malang (265 persen).
"Hal ini dapat menjadi prioritas Pemerintah dalam menentukan lokasi pembangunan, sehingga distribusi dapat selaras dengan kebutuhan masyarakat," jelas dia.
(KIE)

Mau Punya Rumah di Jakarta Bebas BPHTB? Penuhi 5 Kriteria Ini
Gubernur DKI Jakarta mengeluarkan Keputusan Gubernur Nomor 808 Tahun 2024 yang mengatur pengecualian BPHTB bagi MBR di wilayah DKI Jakarta. Pemerintah mendukung... | Halaman Lengkap [387] url asal
#rumah #jakarta #beli-rumah #syarat
(SINDOnews Ekbis) 03/03/25 22:14
v/35618/

Kebijakan ini ditetapkan melalui keputusan bersama yang ditandatangani oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait, serta Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo pada November 2024.
Langkah tersebut merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam merealisasikan Program 3 Juta Rumah . Sebagai bentuk tindak lanjut, Gubernur DKI Jakarta mengeluarkan Keputusan Gubernur Nomor 808 Tahun 2024 yang mengatur pengecualian BPHTB bagi MBR di wilayah DKI Jakarta.
Regulasi ini bertujuan untuk mempermudah akses masyarakat berpenghasilan rendah dalam memiliki hunian yang layak serta memperluas kesempatan mendapatkan tempat tinggal yang terjangkau.
Melansir dari keterangan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta, berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor 808 Tahun 2024, terdapat sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi oleh masyarakat untuk dapat menikmati pembebasan BPHTB, di antaranya:
1. Kepemilikan Rumah Pertama
Masyarakat yang ingin mendapatkan insentif BPHTB harus membeli rumah pertama yang diperuntukkan sebagai tempat tinggal permanen, bukan sebagai investasi atau kepentingan komersial. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk memastikan bahwa insentif diberikan kepada mereka yang benar-benar membutuhkan tempat tinggal.
2. Luas Bangunan Maksimal 36 Meter Persegi
Berdasarkan ketentuan dalam Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 403/KPTS/M/2002, rumah sederhana yang sehat harus memiliki luas minimal 9 m� per orang dengan tinggi langit-langit rata-rata 2,8 meter. Jika satu keluarga terdiri dari empat orang, maka luas rumah yang dibutuhkan adalah 36 m�.
3. Batas Maksimal Nilai Perolehan Rp650 Juta
Agar dapat menikmati pengecualian BPHTB, rumah yang dibeli tidak boleh memiliki nilai lebih dari Rp650 juta. Batas ini ditetapkan untuk memastikan bahwa rumah yang dibebaskan dari BPHTB benar-benar tergolong sebagai hunian yang terjangkau bagi MBR
4. Jenis Hunian yang Termasuk dalam Pengecualian
Rumah yang masuk dalam program pembebasan BPHTB harus berupa rumah umum atau satuan rumah susun yang diperoleh melalui program pemerintah pusat maupun daerah. Selain itu, hunian ini harus mendapatkan rekomendasi dari Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Provinsi DKI Jakarta.
5. Pelaporan Perolehan Hak Secara Online
Masyarakat yang memenuhi kriteria pengecualian BPHTB wajib melaporkan perolehan hak atas tanah dan bangunan mereka kepada Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta. Pelaporan ini dilakukan melalui sistem pajak online untuk mempermudah administrasi dan mempercepat proses verifikasi.