Para pengembang hingga Menteri Negara Perumahan dan Permukiman 1998-1999, Theo L. Sambuaga beberkan perlunya kementerian khusus perumahan di Indonesia. [718] url asal
Wacana pembentukan kementerian khusus perumahan semakin gencar. Keberadaan kementerian khusus untuk perumahan dirasa diperlukan untuk mendukung program 3 juta rumah yang dicanangkan presiden dan wakil presiden terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Terkait hal tersebut, Menteri Negara Perumahan dan Permukiman periode 1998-1999, Theo L. Sambuaga pun mengatakan perlu adanya kementerian perumahan untuk melancarkan program 3 juta rumah sekaligus sebagai upaya untuk mengentaskan backlog rumah yang sampai saat ini sekitar 9,9 juta.
"Oleh karena itu, saya setuju dengan menggarisbawahi topik teman-teman urusan perumahan ini menjadi kementerian tersendiri, di bawah kementerian sendiri," ujarnya dalam acara Forwapera Talkshow, di Novotel Cikini, Jakarta Selatan, Selasa (20/8/2024).
Theo mengusulkan agar nama kementerian khusus perumahan menjadi Kementerian Perumahan dan Permukiman. Ia menilai, permukiman memiliki cakupan yang luas karena tidak hanya ada di perkotaan saja tetapi juga ada di desa.
"Saya mengusulkan sekaligus namanya Kementerian Perumahan dan Permukiman. Kenapa bukan perkotaan? Karena permukiman lebih luas. Permukiman bukan hanya di kota, sampai ke desa karena tujuan kita membangun perumahan ini adalah menyediakan rumah layak huni dalam lingkungan yang aman, sehat, dan produktif," ungkapnya.
Untuk mendorong hal tersebut terjadi, kata Theo, diperlukan adanya insentif bagi pihak swasta agar ikut berpartisipasi dalam menyediakan rumah yang sehat, aman, dan layak huni serta harga yang terjangkau khususnya untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Ia juga menyarankan agar pemerintah dapat memanfaatkan sumber dana dari BP Tapera dan sumber dana umum dengan perhitungan ekonomi bisnis yang saling menguntungkan.
Senada, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) Daniel Djumali menuturkan pentingnya ada kementerian khusus perumahan. Menurutnya, dengan adanya kementerian khusus perumahan maupun badan percepatan penyelenggaraan perumahan (BP3) akan memudahkan dalam proyek pengadaan perumahan, mulai dari perizinan hingga pendanaan atau pembiayaan.
"Apersi setuju untuk Kementerian Perumahan dan Permukiman untuk rakyat, baik yang MBR maupun milenial," tuturnya.
Daniel menilai, program untuk MBR cukup banyak. Maka dari itu perlu berbagai badan untuk membantu dalam pengadaan rumah untuk MBR, baik dari pemerintah berupa kementerian khusus perumahan dan badan penyelenggara lainnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Himpunan Pengembang Perumahan Rakyat (HIMPERRA) Aviv Mustaghfirin menilai adanya kementerian perumahan dibutuhkan agar pemerintah bisa fokus dalam pengadaan perumahan untuk masyarakat. Menurutnya, saat ini pemerintah kurang fokus dalam pengadaan rumah.
"HIMPERRA merekomendasikan dihidupkannya lagi Kementerian Perumahan Rakyat, karena dasarnya (penyediaan) rumah adalah amanat UUD 1945, jadi negara harus hadir di situ. Tidak kemudian tidak diurusin perumahan ini yang jadi kebutuhan dasar warga negaranya," tuturnya.
Kementerian Perumahan dinilai menyangkut berbagai urusan dan akan terlibat dengan banyak stakeholder, mulai dari penyediaan tanah, pembiayaan, perizinan, prasarana, teknologi, arsitektur, dan lainnya. Maka dari itu, kementerian perumahan tidak bisa disatukan oleh pekerjaan umum karena scope tugas yang dikerjakan berbeda.
Di sisi lain, Ketua Asosiasi Pengembang Rumah Sederhana Sehat Nasional Jaya (APPERNAS JAYA) Andre Bangsawan mengatakan adanya wacana kementerian khusus perumahan merupakan angin segar bagi para pengembang. Walau demikian, ia mengungkapkan ada target-target yang bisa dilakukan agar sektor perumahan bisa lebih baik lagi.
Pertama, mengeluarkan skema baru soal pembiayaan. Jangan sampai, kata Andre, pembiayaan perumahan yang sudah sulit semakin dipersulit lagi. Kedua, terkait dengan perizinan pembangunan rumah dipermudah.
Ketiga, terkait lokasi izin pembangunan rumah jangan sampai bermasalah. Sebab, yang akan dirugikan adalah pengembang dan pembeli rumah.
"Siapapun yang jadi menteri, adalah bagaimana cara kita mengalokasikan perumahan yang kita bangun. Jangan perbankan menyetujui 'ini lokasi bagus', pemda mengeluarkan izin, tiba-tiba datang hujan dan (rumah) tenggelam, yang disalahkan developer. Jadi itulah harus ada kesepakatan bersama," paparnya.
Waketum Partai Gelora Fahri Hamzah ikut mengomentari soal Tapera. Menurut Fahri, kesalahan pada Tapera adalah disebut tabungan, tapi kesannya memaksa. [352] url asal
Waketum Partai Gelora Fahri Hamzah ikut mengomentari soal Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Menurut Fahri, kesalahan pada Tapera adalah disebut tabungan, tapi kesannya memaksa.
"Makanya kesalahannya disebut tabungan, tapi maksa. Kalau maksa kenapa nggak dibilang pajak saja sekaligus. Ini kan masalahnya maksanya itu lho," kata Fahri dalam talkshow d'Rooftalk detikcom dengan tema 'IKN, Tapera, dan Polemik Politik Menuju Masa Transisi', Rabu (5/6/2024).
Fahri kemudian menyinggung soal keinginan masyarakat untuk punya rumah. Menurutnya, setiap orang ingin punya rumah, tapi cara mendapatkannya harus dipikirkan.
"Pasti masyarakat ingin punya rumah, dan pertanyaan berikutnya adalah bagaimana cara punya rumah. Semua fasilitas yang dimiliki oleh rakyat itu pada dasarnya negara punya hak atau kewajiban sekaligus untuk melakukan subsidi," katanya.
Fahri mengatakan dalam hitungan bulan Indonesia akan berganti pemerintahan. Program Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, kata dia menjamin masalah pangan dalam janji kampanyenya, hal serupa akan diberikan jaminan soal masalah papan.
"Kalau kita lihat, ini kita bicara masa depan, karena 4 bulan lagi kita punya presiden baru yang bahkan makan bergizi pun dijamin oleh beliau oleh semua orang dalam janji kampanyenya. Jadi kalau pangan paling mendasar itu dijamin, ini ada soal papan juga mau dijamin, kalau pakaian nggak perlu disubsidi kali ya," kata dia.
Fahri menambahkan, bukan hanya kelas pekerja yang diberi jaminan kepastian untuk memiliki rumah. Akan tetapi, kata dia, untuk seluruh rakyat Indonesia. Fahri meminta agar kebijakan yang diambil pemerintah mempertimbangkan efek terhadap rakyat.
"Saya kira kalau ada keberanian dari awal melakukan modernisasi perumahan rakyat ini harus dipertimbangkan secara masif, jadi bukan cuma kelas pekerja diberikan jaminan kepastian tapi kepada seluruh rakyat Indonesia yang masih hidup dalam suasana yang sangat tidak layak, misalnya 50% hampir rumah di seluruh Indonesia ini nggak punya sanitasi, orang masih buang air di tengah hutan, di sungai dan di laut, hal-hal seperti ini harus di-address dari bawah," katanya.
"Isu kelas pekerja ini relatif orang yang punya kepastian gaji tiap bulan, tapi kita tengok kepada yang tidak punya gaji setiap bulan itu. Jadi saya kira melihatnya seperti itu, mana kebijakan yang punya efek lebih masif kepada rakyat itu yang kita ambil sekarang ini," pungkasnya.