Jakarta -
Pinjaman online atau pinjol saat ini menjadi salah satu layanan keuangan yang banyak diminati. Namun, adanya pinjol ternyata memberikan efek negatif terutama pada sektor properti.
Menurut Wakil Ketua DPP REI, Hari Ganie banyaknya masyarakat yang mengambil pinjol berakibat penjualan rumah terutama di kawasan TOD menurun 30% sampai 40%.
Hal ini ia ungkapkan dalam acara Banking & Property Outlook 2025: Era Baru Kebangkitan Industri Properti yang digelar oleh Indonesia Housing Creative Forum & Urban Forum di Jakarta, Selasa (10/12/2024).
"Isu pinjol. Padahal produk mereka (pengembang properti yang terdampak) itu tidak ada lawan (kompetitor), tidak ada orang yang bangun TOD karena dia asalnya, dia yang punya. Sekarang ini karena pinjol akhirnya terjegal juga, 30-40 persen penjualan turun," ungkapnya.
Hal ini dikarenakan masyarakat yang mengambil pinjol sulit untuk mengajukan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) di bank. Riwayat pinjol menyebabkan SLIK OJK calon nasabah dilihat tidak sehat sehingga pengajuannya ditolak.
Hari menilai hal ini sebagai tantangan bagi sektor properti saat ini bahkan hingga tahun depan.
Ditambah lagi saat ini daya beli masyarakat, terutama kelas menengah ke bawah tengah menurun. Hal ini ada kaitannya dengan semakin banyaknya masyarakat mengambil pinjol. Selain itu juga karena ekonomi makro.
"Ini menjadi tantangan buat kita, bukan hanya daya beli karena memang PHK besar-besaran, ekonomi makro bermasalah, tapi juga isu pinjol menjadi masalah penurunan daya beli juga," tuturnya.
Dampak dari daya beli yang rendah terlihat dari data yang dihimpun REI. Rumah di Jabodetabek dengan harga di bawah Rp 300 juta hanya terjual 13,32%. Kalah jauh dengan penjualan rumah Rp 500 juta hingga Rp 1 miliar yang mencapai 40,55% di kuartal III 2024. Bahkan harga rumah di atas Rp 2 miliar terjual Rp13,90%, masih lebih tinggi daripada rumah di bawah Rp 300 juta.
"Dari pasar yang ada, perumahan di Jabodetabek saja kelihatan bahwa pasar yang gemuk itu Rp 500 juta itu turun. Turun ini karena daya beli masyarakatnya menurun. Lucunya pasar di atas 2 miliar itu naik," ungkapnya
Hari berharap fenomena ini dapat di atasi di tahun depan. Salah satu strateginya dengan tetap adanya insentif PPN DTP, adanya penghapusan BPHTB, hingga ditambahnya kuota FLPP. Dengan begitu, penjualan properti di 2025 tetap bergairah.
"Kita harapkan supaya keberadaan pemerintah di situ ada. Untuk FLPP tetap dilanjutkan kuotanya, PPN DTP juga dilanjutkan, dan penghapusan pajak 17 , BPHTB, PPN, itu juga dilanjutkan," ujarnya.
(aqi/das)