Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait (Ara) mengungkapkan Peraturan Menteri atau Permen PKP Nomor 5 Tahun 2025 tentang Besaran ... [503] url asal
Jadi ini sudah berjalan sejak tanggal 22 April, jadi tanpa ragu-ragu jalankan.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait (Ara) mengungkapkan Peraturan Menteri atau Permen PKP Nomor 5 Tahun 2025 tentang Besaran Penghasilan dan Kriteria Masyarakat Berpenghasilan Rendah serta Persyaratan Kemudahan Pembangunan Dan Perolehan Rumah sudah berjalan.
"Jadi ini sudah berjalan sejak tanggal 22 April, jadi tanpa ragu-ragu jalankan," ujar Ara dalam konferensi pers di Kementerian Hukum, Jakarta, Kamis.
Peraturan Menteri PKP ini disusun untuk meningkatkan akses dan keterjangkauan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) terhadap kemudahan pembangunan dan perolehan rumah dengan melakukan penyesuaian besaran penghasilan maksimal MBR.
Ruang lingkup Peraturan Menteri ini terdiri atas Besaran Penghasilan MBR, Kriteria MBR, dan Persyaratan Kemudahan Pembangunan dan Perolehan Rumah bagi MBR.
Besaran penghasilan per bulan paling banyak ini dibagi berdasarkan zonasi wilayah dengan rincian sebagai berikut:
Zona 1: Jawa (kecuali Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi), Sumatera, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat
a. Umum:
Tidak Kawin: Rp8.500.000
Kawin: Rp10.000.000
b. Satu Orang untuk Peserta Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera): Rp10.000.000
Zona 2: Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Maluku, Maluku Utara, Bali
a. Umum:
Tidak Kawin: Rp9.000.000
Kawin: Rp11.000.000
b. Satu Orang untuk Peserta Tapera: Rp11.000.000
Zona 3: Papua, Papua Barat, Papua Tengah, Papua Selatan, Papua Pegunungan, dan Papua Barat Daya
a. Umum:
Tidak Kawin: Rp10.500.000
Kawin: Rp12.000.000
b. Satu Orang untuk Peserta Tapera: Rp12.000.000
Zona 4: Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi
a. Umum:
Tidak Kawin: Rp12.000.000
Kawin: Rp14.000.000
b. Satu Orang untuk Peserta Tapera: Rp14.000.000
Selain Peraturan Menteri PKP tersebut, juga telah ditetapkan Keputusan Menteri PKP Nomor 28 Tahun 2025 tentang Pencabutan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 22/KPTS/M/2023 tentang Besaran Penghasilan Masyarakat Berpenghasilan Rendah dan Batasan Luas Lantai Rumah Umum dan Rumah Swadaya.
Dengan adanya peraturan dan kebijakan baru ini masyarakat Indonesia khususnya MBR lebih mudah dalam memperoleh rumah.
Ara meminta kepada semua asosiasi pengembang perumahan untuk menyosialisasikan Peraturan Menteri PKP Nomor 5 Tahun 2025 tersebut.
"Saya juga meminta kepada semua asosiasi untuk menyosialisasikan segera, ini sudah jelas apa yang sudah disampaikan. Saran saya semua asosiasi sosialisasikan. Malam ini mainkan," katanya pula.
Dirinya juga mengapresiasi Menteri Hukum Supratman Andi Agtas yang sudah mendukung Kementerian PKP dalam menyusun Peraturan Menteri PKP Nomor 5 Tahun 2025 tentang Besaran Penghasilan dan Kriteria Masyarakat Berpenghasilan Rendah serta Persyaratan Kemudahan Pembangunan dan Perolehan Rumah.
Dalam kesempatan sama, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyampaikan tugas Kementerian Hukum (Kemenkum) setelah mendapatkan usulan untuk dilakukan harmonisasi dari Kementerian PKP, tentu pihaknya menugaskan kepada Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan.
"Alhamdulillah pada 22 April 2025 Peraturan Menteri PKP Nomor 5 Tahun 2025 sudah selesai kita harmonisasi dan juga selesai diundangkan. Dengan demikian maka tentu kebijakan hukum terkait dengan besaran penghasilan dan kriteria MBR serta persyaratan kemudahan pembangunan dan perolehan rumah sudah memiliki landasan hukum," kata Supratman Andi Agtas.
Pemerintah menetapkan batas maksimal gaji MBR untuk pembelian rumah subsidi. Aturan baru ini berlaku di seluruh Indonesia, dengan rincian berdasarkan wilayah. [687] url asal
Pemerintah baru saja menetapkan daftar terbaru batas maksimal gaji masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di seluruh Indonesia untuk pembelian rumah subsidi. Batas maksimal penghasilan MBR tertinggi ada di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodatek).
Batas penghasilan MBR yang bisa membeli rumah subsidi ini tertuang pada aturan yang baru saja diteken oleh Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait pada 17 April 2025. Aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Nomor 5 Tahun 2025 Tentang Besaran Penghasilan dan Kriteria Masyarakat Berpenghasilan Rendah serta Persyaratan Kemudahan Pembangunan dan Perolehan Rumah
Kenaikan batas maksimal penghasilan MBR yang bisa beli rumah subsidi cukup signifikan. Jika dilihat dari Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 22/KPTS/M/2023 tentang Besaran Penghasilan MBR dan Batasan Luas Lantai Rumah Umum dan Rumah Swadaya, batas gaji MBR yang bisa rumah subsidi yang belum menikah yaitu Rp 7-7,5 juta/bulan dan yang sudah menikah Rp 8-10 juta/bulan. Sementara itu, untuk peserta tabungan perumahan rakyat (Tapera) Rp 8-10 juta per bulan.
Batasan penghasilan tersebut dibagi berdasarkan wilayah Berikut ini rinciannya.
Penghasilan Per Bulan Paling Banyak Berdasarkan Keputusan Menteri PUPR Nomor 22/KPTS/M/2023
Batas maksimal gaji MBR yang bisa beli rumah subsidi berdasarkan Keputusan Menteri PUPR Nomor 22/KPTS/M/2023. Foto: Tangkapan layar
Sementara itu, pada Peraturan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Nomor 5 Tahun 2025 Tentang Besaran Penghasilan dan Kriteria Masyarakat Berpenghasilan Rendah serta Persyaratan Kemudahan Pembangunan dan Perolehan Rumah, batas maksimal gaji MBR yang bisa beli rumah subsidi mulai dari Rp 8,5-12 juta/bulan untuk yang belum menikah dan Rp 10-14 juta untuk yang sudah menikah. Sementara itu, untuk peserta Tapera Rp 10-14 juta/bulan.
Penghasilan maksimal MBR yang bisa beli rumah subsidi dibedakan menjadi 4 wilayah. Berikut ini rinciannya.
Penghasilan Per Bulan Paling Banyak Berdasarkan Peraturan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Nomor 5 Tahun 2025
Batas maksimal gaji MBR yang bisa beli rumah subsidi berdasarkan Peraturan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Nomor 5 Tahun 2025. Foto: Tangkapan layar
Sebagai informasi, Menteri PKP Maruarar Siriat (Ara) sempat mengatakan keputusan soal kriteria masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) akan keluar hari Kamis (24/4) pukul 15.00 WIB. Ia pun mengundang para pengembang untuk hadir dalam kegiatan tersebut.
"Keputusan saya tentang kriteria MBR yang saya naikkan tinggi sekali. Doakan ya. Nanti saya minta ketua umum (asosiasi pengembang) hadir. Ikut hari Kamis sore ya. Menyaksikan ya. Datang ya. Kalian jangan cuma minta diperjuangkan. Datanglah kalian datang ke kantor Menteri Hukum itu," tuturnya dalam Halal Bil Halal Apersi 2025 di Mövenpick Hotel Jakarta Pecenongan, Jakarta Pusat, Senin (21/4/2025).
Jakob Fugger mendirikan perumahan sosial di Augsburg pada 1521 dengan harga sewa Rp 15.000/tahun. Harga sewa dan kriteria penyewa tetap sama selama 5 abad. [452] url asal
Pengusaha sukses Jakob Fugger mendirikan perumahan sosial di Kota Augsburg, Jerman pada 1521. Perumahan itu diperuntukkan buat masyarakat miskin, sehingga harga sewanya sangat murah.
Content creator Akasa Dinarga sempat berkunjung ke perumahan sosial tertua di dunia itu. Ia menceritakan rumah-rumah di sana disewakan seharga 88 sen Euro atau sekitar Rp 15 ribu (kurs Rp 17.085) per tahun.
"Ada pengusaha kaya dari kota Augsburg ini. Dia mau buat perumahan sosial yang digunakan untuk orang yang beragama Katolik dan kurang mampu. Dan dia membuat aturan karena itu perumahannya dia kan," ujar Akasa kepada detikProperti belum lama ini.
Terdapat 67 bangunan yang dihuni oleh 142 orang di perumahan ini. Dalam satu rumah bisa diisi oleh beberapa keluarga. Huniannya berbentuk rumah tapak sebagaimana bangunan zaman dulu.
Harga Sewa Tak Pernah Naik Selama 5 Abad
Harga rumahnya memang tidak berubah selama lebih dari 500 tahun. Peraturan yang berlaku di perumahan ini juga tetap dipertahankan sejak pertama kali berdiri.
"Dia mau memberikan kembali kepada komunitas sebagai pengusaha yang kaya, sebagai penganut agama Katolik yang kuat. Dia ingin memberikan kekayaannya pada yang membutuhkan di kota itu," katanya.
Tentunya, harga sewa Rp 15 ribu per tahun tidak termasuk dengan biaya utilitas. Meski perumahan tua, rumahnya dilengkapi penghangat, internet, dan listrik layaknya zaman rumah zaman sekarang.
Dilansir dari situs resmi Fuggerei, Jakob Fugger menjalankan tradisi umat Kristiani, yakni donasi sebagai bentuk tanggung jawab kepada Tuhan dan masyarakat. Pada saat itu, yayasan amal merupakan menunjukkan kehormatan dan kedudukan sosial, khususnya bagi keluarga pedagang yang sukses.
Ia pun mendirikan perumahan sosial Fuggerei atas nama saudara laki-lakinya yang telah wafat saat itu, yakni Ulrich dan Georg. Hal itu menjadi bentuk untuk beramal bersama.
Umat Katolik percaya pada api penyucian sebagai pemurnian jiwa. Donasi, pengampunan dosa, dan penyesalan dosa dapat membantu proses api penyucian.
Kriteria Calon Penyewa Rumah
Tinggal di rumah yang harga sewanya terjangkau tentu menjadi idaman banyak orang. Namun, ia menyebutkan ada empat syarat atau kriteria calon penyewa yang harus dipenuhi kalau mau tinggal di Fuggerei.
Kriteria pertama adalah orang itu harus beragama Katolik. Mengingat, Jakob Fugger merupakan penganut agama Katolik yang kuat.
Kedua, orang tersebut merupakan warga kota Augsburg. Ketiga, orang itu membutuhkan rumah yang terjangkau, sehingga memang tergolong sebagai masyarakat kurang mampu.
"Yang keempat, mereka mau berdoa untuk keluarga Jakob Fugger ini. Mereka harus ada ibadah sehari sampai tiga kali," tuturnya.
Perumahan ini juga sudah dilengkapi dengan gereja untuk warga setempat beribadah. Lalu, ada bunker dari masa Perang Dunia II. Kemudian, ada museum yang menceritakan kisah pendiri perumahan itu.
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini
Anggota Satuan Tugas Perumahan Bonny Z Minang mengungkap kriteria calon penerima program 3 juta rumah gratis yang akan dibangun Presiden Prabowo Subianto. [229] url asal
Anggota Satuan Tugas Perumahan Bonny Z Minang mengungkap kriteria calon penerima program 3 juta rumah gratis yang akan dibangun Presiden Prabowo Subianto.
Bonny mengatakan target program ini adalah orang miskin. Dia menyebut kelompok masyarakat tersebut selama ini dikenal dengan kelompok desil 1 dan 2 dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
"Kalau kriteria desil pasti di desil kedua terbawah," kata Bonny pada diskusi Ngobrol Santai Apersi dan Satgas Perumahan di Jakarta, Jumat (17/1).
Desil 1 adalah kelompok rumah tangga yang berada di urutan 1-10 persen kesejahteraan terendah. Desil 2 adalah kelompok rumah tangga yang berada di urutan 11-20 persen kesejahteraan terendah.
Dia berkata saat ini pemerintah sedang merumuskan kriteria orang miskin. Menurut Bonny, selama ini banyak program terkendala karena tak ada kriteria tetap orang miskin.
Tugas itu diemban oleh Badan Pengentasan Kemiskinan yang dipimpin Budiman Sudjatmiko.
"Ini belum final, kemungkinan orang yang mendapatkan Rp1 juta per bulan, tidak lebih, dia orang miskin. Dan dia berlangganan listrik 450 kwh," ujarnya.
Bonny mengatakan kriteria itu nanti ditetapkan melalui perundang-undangan. Lalu kriteria itu menjadi bekal para kepala desa untuk mendata siapa yang layak menerima 3 juta rumah gratis dari Presiden Prabowo.
"Nanti kepala desa usulkan lagi ke Kementerian PKP. Kita tidak langsung percaya, kita verifikasi lagi melalui Babinsa," ujarnya.
Bonny menambahkan, "Babinsa mendatangi rumahnya, by name by address, sampai kita putuskan ini benar, data ini kita berikan kepada perbankan."
Kebijakan Tapera mewajibkan potongan gaji 3% untuk pekerja demi akses perumahan. Namun, kebijakan ini menuai pro dan kontra di kalangan pekerja dan pengusaha. [824] url asal
Pada pertengahan Mei tahun ini masyarakat Indonesia dihebohkan dengan pengenaan simpanan wajib untuk pekerja berupa tabungan perumahan rakyat (Tapera). Kebijakan ini diperkuat dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) pada 20 Mei 2024.
Kebijakan baru itu keluar di akhir-akhir masa jabatan Presiden Joko Widodo. Kebijakan ini mewajibkan para pekerja baik pegawai negeri sipil, pegawai swasta hingga pekerja mandiri, untuk dipotong gajinya 3% setiap bulannya.
Kebijakan ini bertujuan untuk membantu masyarakat dalam mendapatkan akses terhadap perumahan yang layak. Namun, implementasi kebijakan ini menuai pro dan kontra di berbagai kalangan.
Gaji Pekerja Dipotong
Dalam PP 21 tahun 2024 pasal 15 disebutkan bahwa besaran simpanan peserta ditetapkan sebesar 3% dari gaji atau upah peserta dan penghasilan untuk peserta pekerja mandiri. Untuk peserta pekerja ditanggung bersama pemberi kerja sebesar 0,5% dan pekerja sebesar 2,5%. Sementara itu, untuk peserta pekerja mandiri seluruh simpanan ditanggung olehnya.
Dana yang terkumpul melalui Tapera akan dikelola oleh Badan Pengelola Tapera (BP Tapera) untuk mendukung pembangunan dan penyediaan rumah bagi masyarakat yang memenuhi syarat. Kebijakan ini resmi diberlakukan untuk pekerja formal, termasuk karyawan swasta, Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI/Polri, dan pegawai BUMN.
Pemberi kerja, wajib menyetorkan simpanan setiap bulan, paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dari bulan simpanan yang bersangkutan ke rekening Dana Tapera. Apabila tanggal 10 jatuh pada hari libur, simpan dibayarkan pada hari kerja pertama setelah libur.
Untuk pekerja mandiri juga wajib melakukan pembayaran simpanan paling lambat tanggal 10 setiap bulan. Pembayaran dilakukan melalui bank kustodian, bank penampung, atau pihak lainnya.
Adapun, pemberi kerja wajib mendaftarkan pekerjanya paling lambat 7 tahun sejak PP 25 tahun 2020 berlaku yaitu pada 20 Mei 2020. Artinya, pemberi kerja paling lambat mendaftarkan pekerjanya pada 2027 mendatang.
Siapa yang Wajib dan Tidak Wajib Membayar?
Tidak semua pekerja diwajibkan mengikuti program Tapera. Kebijakan ini tidak berlaku bagi pekerja yang memiliki masa kerja kurang dari tiga bulan, menerima gaji di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP), atau telah memasuki masa pensiun.
Berdasarkan Pasal 23 PP 25 tahun 2020, berikut ini kriteria peserta Tapera yang berakhir atau tak wajib ikut kepesertaan: A. Telah pensiun bagi pekerja B. Telah mencapai usia 58 tahun bagi pekerja mandiri C. peserta meninggal dunia D. Peserta tidak memenuhi lagi kriteria sebagai peserta selama 5 tahun berturut-turut
Pemberi kerja diwajibkan untuk mendaftarkan pekerjanya ke dalam program Tapera paling lambat tahun 2027. Bagi mereka yang tidak mendaftar atau tidak membayar iuran, sanksi administratif seperti teguran, denda, hingga pembekuan kegiatan usaha dapat diberlakukan.
Dalam aturan baru tersebut juga disebutkan bahwa pemberi kerja, wajib menyetorkan simpanan setiap bulan, paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dari bulan simpanan yang bersangkutan ke rekening Dana Tapera. Apabila tanggal 10 jatuh pada hari libur, simpan dibayarkan pada hari kerja pertama setelah libur.
Untuk pekerja mandiri juga wajib melakukan pembayaran simpanan paling lambat tanggal 10 setiap bulan. Pembayaran dilakukan melalui bank kustodian, bank penampung, atau pihak lainnya.
Polemik di Kalangan Pekerja dan Pengusaha
Kebijakan Tapera menghadirkan berbagai pandangan di kalangan. Banyak yang merasa keberatan dengan potongan gaji ini, terutama dari kalangan pekerja. Mereka menganggap bahwa potongan ini menambah beban finansial yang sudah berat.
Di sisi lain, pengusaha juga menyampaikan keberatannya. Mereka menilai kontribusi wajib ini dapat membebani keuangan perusahaan, terutama untuk sektor usaha yang masih dalam tahap pemulihan pascapandemi.
Bahkan, Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) lewat keterangan resminya menyatakan penolakan dengan tegas kebijakan pemerintah yang mewajibkan potongan gaji pekerja sebesar 3% untuk Tapera itu.
"Sejak munculnya UU No. 4 Tahun 2016 tentang 'Tabungan Perumahan Rakyat' APINDO dengan tegas telah menolak diberlakukannya UU tersebut. APINDO telah melakukan sejumlah diskusi, koordinasi, dan mengirimkan surat kepada Presiden mengenai Tapera. Sejalan dengan APINDO, Serikat Buruh/Pekerja juga menolak pemberlakukan program Tapera. Program Tapera dinilai memberatkan beban iuran baik dari sisi pelaku usaha dan pekerja/buruh," kata Ketua Umum APINDO Shinta Kamdani, dalam keterangan resminya, Selasa (28/5/2024).
Tujuan Kebijakan Tapera
Tujuan utama dari Tapera adalah meningkatkan akses masyarakat terhadap perumahan. Dana yang dikumpulkan akan dikelola secara profesional dan diawasi ketat oleh BP Tapera. Selain itu, dana ini juga diinvestasikan untuk memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan. Pemerintah optimis bahwa program ini dapat memberikan dampak positif jangka panjang bagi kebutuhan hunian masyarakat.
Transformasi Tapera sebagai Badan Investasi Perumahan
Muncul kabar terbaru dari kebijakan Tapera itu sendiri. Satuan Tugas (Satgas) Perumahan mengusulkan transformasi BP Tapera menjadi Badan Investasi Perumahan dengan alasan untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan dana dari BP Tapera.
Anggota Satgas Perumahan Bonny Z Minang mengatakan, dengan mengubah BP Tapera menjadi Badan Investasi Perumahan Nasional Indonesia dinilai mampu untuk mendapatkan likuiditas dengan lebih optimal yang nantinya bisa digunakan untuk pembiayaan perumahan. Tak hanya itu, perubahan tersebut juga dianggap bisa membuat BP Tapera lebih fleksibel.
"Tujuannya adalah untuk memberikan likuiditas kepada perbankan, masyarakat menabung, Tapera memberikan 5% (bunga) sementara 56% dana Tapera itu memberikan likuiditas kepada BTN dengan bunga 0,6%. 40% baru diinvestasikan dengan bunga, dia dapat sekitar 5-6%. Artinya kan Tapera merugi tiap tahun," kata Bonny kepada detikcom, Sabtu (21/12/2024).
Pemerintah akan menghapus retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Kebijakan ini berlaku untuk program 3 juta rumah.
Menurut Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dengan adanya kebijakan itu, masyarakat yang masuk dalam kriteria MBR bisa membeli rumah lebih murah. Tito menyebut dengan dihapusnya kedua biaya tersebut, masyarakat bisa hemat Rp 10,5 juta per rumah.
"Rapat dengan dirjen teknis, dari adanya kebijakan ini, maka potensi BPHTB dihapuskan itu nilainya untuk rumah tipe 36 Rp 6,250 juta. Kemudian untuk PBG dibebaskan Rp 4.320.0000 Jadi untuk rumah 36, tipe 36, itu sebetulnya bisa dihemat, lebih kurang Rp 10.570.000. Nah, ini yang diuntungkanlah masyarakat," ucapnya.
Penghapusan PBG dan BPHTB disebut mulai berlaku Desember 2024. Aturan tersebut akan berbentuk Peraturan Kepala Daerah.
Tito mewanti-wanti agar kebijakan ini tepat sasaran karena akan berpengaruh terhadap PAD. Maka, pemda diminta tidak memberikan insentif ini kepada pengembang, masyarakat berpenghasilan menengah atau tinggi.
"Harus dipelajari betul. Jangan sampai salah kongkalikong dengan pengembang, itu rumah bagi masyarakat menengah bukan rendah, atau berpenghasilan tinggi tetapi kemudian seolah olah berpenghasilan rendah supaya bea nol," tegasnya.
Dikutip dari detikpropeti, adapun kriteria rumah MBR yang bisa bebas PBG dan BPHTB sudah diatur dalam Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 22/Kpts/M/2023 tentang Besaran Penghasilan Masyarakat Berpenghasilan Rendah dan Batasan Luas Lantai Rumah Umum dan Rumah Swadaya atau bedah rumah.
Dalam aturan itu, besaran rumah yang bisa mendapatkan insetif itu adalah rumah tapak dan rumah susun maksimal luasnya 36 meter persegi (m2). Sementara itu, untuk rumah swadaya maksimal luasnya 48 m2.
Besaran penghasilan MBR untuk wilayah Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Maluku, Maluku Utara, Bali, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, untuk kategori Tidak kawin maksimal sebesar Rp 7.000.000 per bulan, kategori Kawin maksimal sebesar Rp 8.000.000 per bulan dan kategori satu orang Peserta Tapera maksimal sebesar Rp 8.000.000 per bulan.
Bagi MBR di wilayah Papua, Papua Barat, Papua Tengah, Papua Selatan, Papua Pegunungan, dan Papua Barat Daya untuk kategori Tidak kawin maksimal sebesar Rp 7.500.000 per bulan, kategori Kawin maksimal sebesar Rp 10.000.000 dan kategori satu orang Peserta Tapera maksimal sebesar Rp 10.000.000.
Penghapusan retribusi PBG dan BPHTB untuk MBR resmi berlaku. Kriteria rumah dan penghasilan MBR diatur dalam SKB terbaru untuk mempermudah akses perumahan. [543] url asal
Penghapusan retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) resmi dilakukan. Ada kriteria rumah MBR agar bisa menerapkan kebijakan tersebut.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan, kriteria rumah MBR yang bisa bebas PBG dan BPHTB sudah diatur dalam Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 22/Kpts/M/2023 tentang Besaran Penghasilan Masyarakat Berpenghasilan Rendah dan Batasan Luas Lantai Rumah Umum dan Rumah Swadaya atau bedah rumah.
Untuk rumah tapak dan rumah susun maksimal luasnya 36 meter persegi (m2). Sementara itu, untuk rumah swadaya maksimal luasnya 48 m2.
Ada juga kriteria MBR dalam hal penghasilan. Besaran penghasilan MBR untuk wilayah Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Maluku, Maluku Utara, Bali, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, untuk kategori Tidak kawin maksimal sebesar Rp 7.000.000 per bulan, kategori Kawin maksimal sebesar Rp 8.000.000 per bulan dan kategori satu orang Peserta Tapera maksimal sebesar Rp 8.000.000 per bulan.
Bagi MBR di wilayah Papua, Papua Barat, Papua Tengah, Papua Selatan, Papua Pegunungan, dan Papua Barat Daya untuk kategori Tidak kawin maksimal sebesar Rp 7.500.000 per bulan, kategori Kawin maksimal sebesar Rp 10.000.000 dan kategori satu orang Peserta Tapera maksimal sebesar Rp 10.000.000.
"Mereka-mereka yang punya gaji di wilayah itu dan kemudian luas lantainya untuk mereka yang dibuat (rumah) umum 36 m2, rusun 36 m2 maksimal, dan swadaya dibangun 48 m2 maka mereka ini dibebaskan untuk ditarik retribusi bea perolehan hak atas tanah dan bangunan BPHTB itu dibebaskan. Yang kedua di SKB ini juga akan dibebaskan untuk retribusi PBG," kata Tito di Gedung Sasana Bhakti Praja, Kementerian Dalam Negeri, Jakarta Pusat, Senin (25/11/2024).
Sebagai infotmasi, hari ini telah berlangsung penandatanganan Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait, Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo, dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.
Menteri PKP Maruarar Sirait mengatakan, SKB tersebut berisi tentang pembebasan PBG dan BPHTB untuk MBR serta mempercepat pengeluaran PBG menjadi 10 hari dari yang sebelumnya 28 hari.
"3 hal yang penting sekali dilakukan di pagi hari ini adalah bagaimana kita menetapkan SKB, pembebasan BPHTB yang kedua pembebasan retribusi PBG dan juga mempercepat persetujuan bangunan gedung untuk MBR," ujarnya di Gedung Sasana Bhakti Praja, Kementerian Dalam Negeri, Jakarta Pusat, Senin (25/11/2024).
Menteri Maruarar bersama Pj Gubernur Jakarta mengunjungi Rusun Pasar Rumput meninjau open house. Maruarar mengapresiasi Pemprov DKI yang mengadakan open house. [262] url asal
Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait bersama Penjabat Gubernur DKI Jakarta Teguh Setyabudi mengunjungi Rumah Susun (rusun) di Pasar Rumput, Setiabudi, Jakarta Selatan untuk meninjau open house. Mereka langsung meninjau warga yang sudah mengantre untuk melihat hunian.
Pantauan detikcom, Jumat (1/11/2024), Maruarar didampingi Pj Gubernur DKI Jakarta Teguh Setyabudi, Dirut Pasar Jaya Agus Himawan Widiyanto dan jajaran lainnya. Mereka berkeliling mengecek Rusun Pasar Rumput.
Maruarar dan Teguh juga menyapa warga yang antre melihat hunian Rusun Pasar Rumput. Dalam kesempatan itu, Maruarar mengapresiasi Pemprov DKI yang sudah mengadakan open house di Rusun Pasar Rumput.
"Sesuai kesepakatan, hari ini sebenernya jam 2 open house. Tapi jam 10 hari ini sudah dibuka. Betul ya? Berarti Pemda Jakarta menempati janji. Saya apresiasi," kata Maruarar.
Kemudian Maruarar menegaskan juga pemerintah pusat yang berkolaborasi dengan pemerintah daerah memberikan 418 unit kepada korban kebakaran Manggarai beberapa waktu lalu, selama 1 tahun.
"Kedua, kita komitmen dari 1.984 unit yang ada, buat korban kebakaran ada 418 unit digratiskan. Dari mulai kita datang 28 Oktober 2024 sampai 27 Oktober 2025," ujarnya.
"Ini namanya pembangunan yang berkeadilan. Menanusiakan," lanjutnya.
Lalu, Maruarar juga menetapkan kriteria penghuni prioritas Rusun Pasar Rumput, yakni guru, TNI-POLRI berpangkat rendah dan Aparatur Sipil Negara (ASN) golongan rendah. Selain itu, masyarakat milenial juga dapat menghuni rusun agar dekat dengan tempat kerja.
"Kemudian mengenai alokasi yang akan menempati dengan sewa, ada 1.536 unit. Dari situ, kita sudah sepakati ada 7 komponen, pertama masyarakat sekitar, tolong dipilih komposisinya. Kedua ASN berpenghasilan rendah. Ketiga tamtama TNI, lalu Polri, guru, kemudian pedagang, dan milenial," imbuhnya.
Ketua Satgas Perumahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto, Hashim Djojohadikusumo mengungkap rencana membentuk Kementerian Perumahan. Kementerian baru tersebut merupakan pemisahan dari Kementerian PUPR.
Sejarah Singkat
Mengutip laman resmi Kementerian PUPR, pada tahun 1945 di awal kemerdekaan Indonesia, fungsi perumahan diserahkan kepada Departemen Pekerjaan Umum yang tanggung jawabnya adalah mengawasi pembangunan dan pemeliharaan gedung-gedung.
Fungsi dan tanggung jawab bidang perumahan sempat dialihkan ke Kementerian Sosial pada tahun 1958 lewat terbitnya UU Darurat Nomor 3 Tahun 1958.
Masalah perumahan semakin mendapat perhatian serius pemerintah yang ditandai dengan terbitnya Undang-Undang Pokok Perumahan Nomor 6 tahun Tahun 1962. Tetapi karena tidak berjalan dengan baik diganti dengan Peraturan Pemerintah No. 17 tahun Tahun 1963. Terbit Undang-Undang Pokok Perumahan No. 1 tahun Tahun 1964.
Fungsi dan tanggungjawabnya kemudian dikembalikan ke Kementerian PU lewat Penerbitan Keputusan Presiden No. 18 tahun Tahun 1969 memperkuat wewenang Menteri PUTL (Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik) dalam hal urusan perumahan rakyat.
Baru pada tahun 1978, urusan perumahan rakyat ditangani oleh departemen sendiri, dipimpin oleh Menteri Muda Urusan Perumahan Rakyat dengan Cosmas Batubara sebagai Menteri pertamanya. Selanjutnya, kementerian ini sempat beberapa kali mengalami pergantian pucuk pimpinan dari mulai Akbar Tanjung pada 1993-1998, Theo L Sambuaga pada 1998-2000, Soenarno pada 2001-2004, Yusuf Asy'ari pada periode 2004-2009, Suharso Monoarfa pada 2009-2011, Djan Faridz pada 2011-2014.
Setelah itu, Kementerian Perumahan melebur dengan Kementerian Pekerjaan Umum menjadi Kementerian PUPR yang dipimpin Basuki Hadimuljono pada 2014-2024.
Presiden terpilih Prabowo Subianto rencananya akan kembali membentuk Kementerian Perumahan Rakyat, terpisah dari kementerian PUPR yang digabung oleh Jokowi tersebut.
Pandangan Pengamat soal Pembentukan Kementerian Perumahan Terpisah dari PUPR
Menanggapi rencana tersebut, Konsultan Properti Anton Sitorus memandang positif pemisahan kementerian. Menurutnya, sudah seharusnya Kementerian Perumahan terpisah, sebab Kementerian PUPR lebih dominan menangani pekerjaan umum.
Mulai dari jumlah direktorat dan persentase anggaran untuk perumahan di PUPR kurang menjadi fokus pemerintah. Oleh karena itu, ia menyambut gembira pemisahan kembali Kementerian Perumahan.
"Kita menyambut gembira kalau memang akan dikembalikan lagi seperti semula," ucapnya.
Selain itu, Anton menyebut perumahan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia. Hal ini seharusnya menjadi perhatian pemerintah, sehingga perlu ditangani oleh kementerian khusus.
"Untuk hal-hal basic itu yang menyangkut masalah ekonomi dasar harusnya memang ditangani oleh kementerian khusus. Makanya dari dulu dari pertama kali Indonesia merdeka, di zaman orde baru itu selalu ada Kementerian Perumahan," jelasnya.
Senada dengan itu, Pengamat Properti dan Direktur Investasi Global Asset Management Steve Sudijanto setuju dengan pemisahan kementerian dan dibentuknya Kementerian Perumahan. Ia menilai langkah tersebut dapat mendorong kinerja pemerintah dalam membangun perumahan.
"Kalau dengan dipisah itu akan lebih terkonsentrasi. Bapak Presiden Terpilih Prabowo akan mempunyai rencana yang lebih detail tentang hal-hal perumahan rakyat ini, makanya dipisah. Dengan dipisah akan lebih terkonsentrasi daripada digabung dengan PUPR," kata Steve.
Kriteria Sosok yang Cocok Jadi Menteri Perumahan
Menurut Anton sosok menteri yang cocok memimpin kementerian tersebut harus yang memahami masalah perumahan. Kemudian, Menteri Perumahan harus mempunyai visi dan pengalaman.
"Siapapun itu yang ngerti soal masalah perumahan. Mau itu dari pemerintah, swasta yang benar-benar mengerti dan memang punya isi untuk merencanakan masalah perumahan ke depan," katanya.
Ia juga menyebut Kementerian Perumahan merupakan kementerian teknis, sehingga perlu dipimpin oleh seseorang yang profesional di bidangnya.
"Harapan kita bukan birokrat ya, maksudnya baik itu orang pemerintah atau swasta bisa aja berpikirnya birokrasi. Kalau saya pikir bukan zamannya lagi pemerintah kementerian-kementerian seperti perumahan yang istilahnya kementerian teknis itu dipimpin oleh seorang birokrat, harusnya yang benar-benar profesional," ungkapnya.
Sosok tersebut baik dari pemerintahan maupun swasta, yang utama adalah memiliki pengalaman dan pemahaman tentang masalah perumahan. Sebab hanya mengandalkan latar belakang belum tentu menjamin seseorang memahami kondisi perumahan yang ada.
Di sisi lain, Steve berpendapat Menteri Perumahan sebaiknya sosok yang pernah menjadi pemimpin pengembang besar. Kemudian, jajarannya pun harus merupakan tenaga yang ahli di bidangnya.
"Menurut saya yang cocok menjadi Menteri Perumahan Rakyat adalah sosok yang pernah menjadi pengembang. Saya setuju pelaku pasar yang skala nasional. Kan banyak dirut (direktur utama) dulu perusahaan pengembang yang besar, terbuka, public listed, atau bahkan yang pernah kerja di perumahan di Singapura, kan banyak," imbuhnya.
Steve mengatakan sosok yang berpengalaman di bidang perumahan akan lebih mudah menyelaraskan dalam menjalankan tugasnya. Sebab, mereka sudah mengalami dinamika di dalam dunia properti, khususnya perumahan.
"Kalau kita mencari seorang sosok yang menjadi pemimpin perumahan ini, sebaiknya pernah menjadi dirut atau CEO di pengembang besar. Jadi mereka sudah mengalami strength, weakness, opportunity, dan threat-nya," jelas Steve.
Terpisah, Ketum DPP Realestat Indonesia (REI) Joko Suranto mengatakan Menteri Perumahan perlu mempunyai kapasitas hingga kemampuan menjalin komunikasi agar tugas kementerian berjalan lancar. Namun, Joko tetap menyerahkan keputusan kepada presiden soal sosok yang cocok menjadi Menteri Perumahan.
"Ini semuanya tergantung presiden, tapi kalau kita ditanya, (kriteria Menteri Perumahan) yang pertama mempunyai kapasitas, kedua mempunyai experience, yang ketiga punya passion, punya keberpihakan dan mampu mengorganisasi, mampu menjadi leader, mampu menjalin komunikasi dengan banyak kementerian, sehingga ini bisa berjalan terus, terjaga, dan bisa bertumbuh," tutur pria yang juga CEO Buana Kassiti itu.
Deretan PR yang Harus Jadi Perhatian Kementerian Perumahan
Anton mengatakan kementerian baru itu perlu mencari cara mengurangi backlog perumahan. Mulai dari pemberian subsidi hingga peningkatan stok perumahan perlu digencarkan Kementerian Perumahan.
"Intinya bagaimana mengurangi backlog dengan cara penyediaan rumah yang makin tahun makin bertambah, bukan berkurang. Artinya menyediakan sarana dan prasarananya, dukungan, kayak masalah subsidi, lalu juga memperbanyak stock perumahan yang terjangkau," ucapnya.
Menurutnya, pemerintah perlu bekerja sama dengan pengembang-pengembang baik dari swasta atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mendorong pembangunan perumahan. Namun, peran pemerintah tetap harus lebih besar agar dapat menyediakan perumahan terjangkau.
"Boleh pemerintah menggandeng swasta tapi tetap yang paling di depan pemerintah melalui badan-badan yang ada BUMN, Perumnas karena kalau mengandalkan swasta untuk pembangunan rumah rakyat ya susah karena swasta memikirkan profit," tuturnya.
Dengan begitu, masyarakat umum termasuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan menengah bisa membeli rumah terjangkau. Hal ini juga mengurangi jumlah masyarakat yang mengontrak atau menumpang di rumah orang tua.
Anton pun berharap pemerintah melalui Kementerian Perumahan nantinya bisa membuat perencanaan yang matang dan merealisasikan target perumahan yang lebih baik dari sebelumnya.
Sementara itu, Steve menyebut pembentukan Kementerian Perumahan bertujuan agar pembangunan perumahan lebih detail, cepat, dan efektif. Namun, ia mengingatkan harus ada Key Performance Index (KPI) untuk memastikan hasil dan prestasi kementerian.
Adapun KPI tersebut antara lain penyediaan pendanaan KPR dengan bunga rendah, lokasi rumah yang strategis dekat transportasi massal, kualitas bangunan yang kokoh, dan harga rumah yang diselaraskan dengan kondisi daya beli.
"Ini tujuannya dipisahkan kan supaya lebih detail, lebih gercep (gerak cepat), lebih efektif, tapi harus ada KPI. Hasil dari pemisahan ini Kementerian Perumahan adalah ini. Dan kalau ini bisa diolah, maka masyarakat dan market dengan pendapatan kelas UMR ini bisa membeli," tuturnya.
Sedangkan Joko mengatakan Kementerian Perumahan perlu membangun perumahan dengan cara yang efektif dan tepat sasaran. Salah satunya dengan melakukan profiling untuk mengetahui siapa yang membutuhkan rumah.
"Kementerian harus merencanakan, menganggarkan, mengeksekusi, dan memonitoring. Ketika kita pertama menggunakan data BPS (Badan Pusat Statistik) backlog seperti apa, ada profiling terkait siapa saja yang belum memiliki rumah," ujar pria yang juga CEO Buana Kassiti itu.
"Upaya kedua bagaimana mereka bisa menjadi marketnya secara kapasitas. Yang ketiga bagaimana stimulus ataupun intervensi pemerintah, sehingga mereka yang disiapkan itu bisa mengakses langsung rumah-rumah yang dibangun itu, sehingga begitu dibagun, maka secara market mereka sudah klop, akan menjadi efektif, efisien, dan bisa secara bergulir," pungkasnya.
Mau tahu berapa cicilan rumah impian kamu? Cek simulasi hitungannya di kalkulator KPR.