
Menteri PKP ungkap alasan rencana manfaatkan lahan penjara jadi rumah
Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait (Ara) mengungkapkan alasan terkait rencana pemanfaatan lahan penjara untuk pembangunan ... [282] url asal
#menteri-pkp #alasan #lahan-penjara #maruarar-sirait #perumahan

Bagaimana penjara itu rata-rata ada di tengah kota, artinya strategis. Yang kedua, penjara rata-rata sudah sangat penuh, sehingga tidak manusiawi.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait (Ara) mengungkapkan alasan terkait rencana pemanfaatan lahan penjara untuk pembangunan perumahan rakyat.
"Bagaimana penjara itu rata-rata ada di tengah kota, artinya strategis. Yang kedua, penjara rata-rata sudah sangat penuh, sehingga tidak manusiawi," ujar Ara, di Jakarta, Senin.
Dengan demikian terdapat gagasan bagaimana penjara yang tanah dan asetnya dimiliki negara serta berada di wilayah perkotaan, bisa dipindahkan apakah ke pulau atau ke lokasi lainnya.
Ara menyampaikan, saat ini pihaknya menunggu arahan dari Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) untuk langkah-langkah berikutnya.
"Kita akan menunggu dari Mensesneg, mudah-mudahan bisa segera mengundang kita terkait apa arahannya untuk langkah-langkah berikutnya," katanya lagi.
Rencana pemanfaatan lahan penjara untuk pembangunan perumahan rakyat merupakan perintah dari Presiden Prabowo Subianto.
Kementerian PKP siap menjalankan perintah Presiden untuk bagaimana penjara-penjara di daerah strategis yang sudah penuh bisa dipindahkan dan digunakan untuk perumahan.
Sebelumnya, Menteri PKP Maruarar Sirait menyatakan siap memanfaatkan lahan lembaga pemasyarakatan (lapas) untuk pembangunan rumah bagi rakyat sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto.
Hal itu dilakukan sebagai komitmen konkret Presiden Prabowo mewujudkan Program 3 juta rumah rakyat (membangun dan merenovasi) selain kuotanya semakin meningkat, kualitasnya semakin bagus dan tempatnya strategis.
Dengan pemanfaatan lapas menjadi perumahan, maka diupayakan negara diuntungkan, dan bisa digunakan untuk rumah rakyat.
Rencana tersebut merupakan gagasan Presiden, yakni bagaimana memaksimalkan tanah penjara yang strategis seperti Cipinang dan Salemba untuk dimanfaatkan menjadi perumahan rakyat khususnya setelah dilakukan ruilslag dengan tata kelola dan aturan yang benar.
Pewarta: Aji Cakti
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2025

Pengembang Terlanjur Beli Lahan Sawah buat Perumahan, Harus Apa?
Pemerintah larang alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan untuk menjaga ketahanan pangan. [525] url asal
#lahan-sawah #alih-fungsi-lahan #perumahan #ketahanan-pangan #pengembang-properti #komisi-ii-dpr-ri #nusron-wahid #zona #larang #tasyakuran #lahan-pertanian-pangan-berkelanjutan #bekasi #bpn #hari-purnomo #tata #seja
(detikFinance) 21/04/25 14:00
v/46140/

Pemerintah melarang alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan maupun industri. Hal ini dilakukan untuk menjaga ketahanan pangan.
Terkadang, lahan pertanian memang kerap dibeli untuk kemudian dijadikan perumahan. Hal itu karena biasanya lahan pertanian harganya lebih murah dibandingkan lahan yang memang untuk permukiman.
Namun, bagaimana nasib pengembang yang sudah terlanjur membeli lahan pertanian untuk dibangun perumahan?
Menanggapi hal tersebut, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menegaskan bahwa lahan sawah tidak boleh dipakai untuk perumahan, apalagi lahan yang termasuk Lahan Sawah Dilindungi (LSD). Jika terlanjur membeli lahan sawah, pengembang harus menggantinya dengan lahan yang produktivitasnya sama.
"Ya kalau dia LSD nggak bisa dibangun rumah, kalau dia udah kadung beli ya beli untuk tanamin jagung atau tanamin padi. Enggak boleh tanamin batu bata, apalagi kalau sudah LP2B (Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan). Dia harus mengganti lahan dengan produktivitas yang sama," kata Nusron kepada wartawan usai rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR RI, Senin (21/4/2025).
Sebelumnya, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait (Ara) menegaskan bahwa lahan persawahan tidak boleh dialihfungsikan menjadi area perumahan. Hal ini supaya masih ada lahan yang bisa dimanfaatkan untuk ketahanan pangan.
Pernyataan tersebut disampaikan ketika ia berbincang dengan salah satu pengembang dalam acara Tasyakuran BP Tapera di Menara Mandiri I, Jakarta Pusat, Kamis (17/4/2025). Saat itu, Direktur PT Bangun Famili Sejahtera, Hari Purnomo, mengungkapkan keluh kesahnya dalam membangun rumah subsidi, salah satunya terkait aturan mengenai lahan persawahan tak boleh digunakan sebagai area perumahan.
Hari menuturkan, pihaknya telah membebaskan lahan yang berada di Bekasi, Jawa Barat untuk dibangun perumahan karena berada di zona kuning, yaitu area yang diperuntukkan permukiman. Namun, sebagian besar lahan itu merupakan area persawahan yang kini tak boleh lagi dialihfungsikan sebagai perumahan.
"Nah, sekarang kendalanya tidak mungkin kita sebagai pengembang membebaskan tanah darat di daerah Bekasi. Satu, tidak ada lagi yang luas dan zonanya yang kuning sudah habis sedangkan kita sudah membebaskan sebagian besar lahan sawah yang zonanya kuning," kata Hari dalam acara tersebut.
Ara pun langsung merespons keluhan Hari. Ia menegaskan bahwa lahan sawah tidak boleh digunakan untuk area perumahan.
"Kita memang mau membangun rumah buat rakyat tapi kita juga mau ketahanan pangan, kita mau swasmbada pangan. Jadi betul tidak boleh Pak persawahan dibuat perumahan," ungkapnya.
(abr/zlf)

Bank Tanah Sediakan 73 Hektare Tanah di 4 Daerah buat Perumahan
Pemerintah siapkan lahan untuk Program 3 Juta Rumah, memanfaatkan aset Badan Bank Tanah. Terdapat 73,04 hektare lahan di empat lokasi strategis. [528] url asal
#program-3-juta-rumah #badan-bank-tanah #perumahan-subsidi #lahan-perumahan #kementerian-pkp #maruarar-sirait #batu-bara #kementerian-perumahan #bp-tapera #clear #hektare #bank-tanah #bandung-barat #kementerian-per
(detikFinance) 21/03/25 19:00
v/40868/

Badan Bank Tanah tengah menyiapkan lahan untuk membangun Program 3 Juta Rumah. Salah satunya dengan memanfaatkan lahan yang dimiliki oleh Badan Bank Tanah.
Kepala Badan Bank Tanah Parman Nataatmadja melakukan site expose untuk menunjukkan lokasi yang dapat digunakan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) untuk membangun perumahan. Tanah tersebut tersebar di empat lokasi, yakni Tanjung Pinang, Purwakarta, Batu Bara, dan Bandung Barat.
Parman memaparkan terdapat sekitar 73,04 hektare lahan di atas Hak Pengelolaan Lahan Bank Tanah yang cocok untuk permukiman. Paparannya, lahan tersebut merupakan bagian dari 33.116 hektare aset Badan Bank Tanah.
"Jadi total areanya 73 hektare. Yang di Tanjung Pinang tadi ada 3,3 hektare. Lantas Purwakarta dengan luasan 19 hektare, karena itu untuk kawasan industri, namun 20% bisa digunakan untuk MBR untuk perumahan," ujar Parman di Kantor Badan Bank Tanah, Jakarta Pusat, Jumat (21/3/2025).
"Batu Bara dari total luasan 200 hektare kita tawarkan dulu 27,7 hektare. Lantas Bandung Barat ini bisa masuk dari Tol Cipularang maupun dari Raja Mandala yang dekat Cianjur dulu, ada dua akses. Ini sebelumnya kebun karet perubahan tata ruang dari kawasan permukiman ini kita ada, bisa dibangun ini sekitar 23 hektare," tambahnya.
Pada kesempatan itu, Menteri PKP Maruarar Sirait (Ara) berterima kasih kepada Kementerian ATR/BPN karena sudah menyiapkan tanah untuk perumahan. .
"Lokasinya tadi sudah detail, ada tempatnya, ada luasannya, ada lokasi yang sangat baik. Saya terima kasih sekali kepada Bapak Parman yang sangat bekerja dengan profesional dan cepat. Dan ini menunjukkan kita bekerjasama antara Bank Tanah, Bapak Nusron, BPN, kemudian perbankan juga siap," ucap Ara.
Ia mengatakan pihaknya terbuka dan transparan mengundang pengembang. Para pengembang nantinya dapat melihat lahan lokasi lahan yang cocok, kemudian memeriksa prospek pasar untuk perumahan.
Sementara itu, Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho menjelaskan tanah yang bisa digunakan dalam skema rumah subsidi tentu harus clean and clear. Tanah dari Badan Bank Tanah yang statusnya HPL nantinya akan dibuatkan Hak Guna Bangunan di atas HPL untuk bisa mendapat pembiayaan dari fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP)
"Karena ini kan menjaga hak konsumen. HGB itu harus sudah bisa pada saat dia selesai pembiayaan harus bisa pecah sertifikat. (Pada akhirnya bisa jadi SHM?) Bisa ya. Kan statusnya HPL ya. Nanti ketika sudah pecah sertifikat mestinya sudah bisa langsung SHM (sertifikat hak milik)," tuturnya.
(aqi/aqi)

2,7 Juta Ha Sawah yang Dilindungi Tak Bisa Dipakai buat Program 3 Juta Rumah
Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD) dan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) tidak boleh digunakan untuk pembangunan, termasuk program 3 juta rumah. [342] url asal
#lahan-sawah #program-3-juta-rumah #lahan-pertanian #lp2b #pemerintah #hektare #sulawesi #kantor-kemenko-pangan #jumlah-lahan-sawah #aceh #kepulauan-bangka-belitung #graha-mandiri #jakarta-pusat #bpn #bpn-nusron
(detikFinance) 18/03/25 16:34
v/39939/

Menteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid menegaskan Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD) dan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) tidak boleh digunakan untuk pembangunan, termasuk program 3 juta rumah.
Pemerintah telah menetapkan 2,75 juta hektare (ha) lahan sawah yang dilindungi (LSD) di 12 provinsi. Lahan sawah itu akan ditindaklanjuti menjadi LP2B.
"Kalau yang bisa dipakai itu ternyata tidak LP2B, silahkan, tapi kalau yang diminatin ternyata LP2B, ya tidak bisa, ini untuk kepentingan pangan," kata Nusron di Kantor Kemenko Pangan, Graha Mandiri, Jakarta Pusat, Selasa (18/3/2025).
Dia menyadari banyak program yang membutuhkan lahan, seperti 3 juta rumah. Di sisi lain, pembelian lahan yang murah biasanya dari sawah. Hal itu yang menurutnya harus ditertibkan.
"Apalagi kalau 3 juta rumah itu rumah murah. Tanah paling murah itu apa sih? Kan pasti sawah. Nah karena itu, ini harus kita tertibkan. Janganlah lahan murah yang bisa dipakai untuk perumahan. Harus kita atur. Yang penting tidak mengganggu LP2B, tidak mengganggu panga," terangnya.
Sebagai informasi, pemerintah menetapkan sebanyak 2,7 juta ha sawah dilindungi guna mencegah alih fungsi lahan. Sebelumnya, jumlah lahan sawah yang dilindungi hanya di 8 provinsi, kini ditambah 12 provinsi dengan total 2,75 juta ha.
"Jadi, 12 provinsi itu Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan beberapa daerah yang lumbung pangan," kata Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan atau Zulhas dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Pangan.
Zulhas menerangkan, ketetapan ini akan masuk dalam revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2019 tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah.
Secara rinci, jumlah Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD) di Aceh 201.221 ha, Sumatera Utara 308.672 ha, Riau 58.891 ha, Jambi 68.243 ha, Sumatera Selatan 484.082 ha, Bengkulu 42.796 ha, Lampung 336.457 ha, Kepulauan Bangka Belitung 22.454 ha, Kepulauan Riau 872 ha, Kalimantan Barat 194.476 ha, Kalimantan Selatan 340.368 ha, dan Sulawesi Selatan 659.437 ha.
Simak Video 'Momen Maruarar Sirait dan Mayor Teddy Tinjau Revitalisasi Wisma Atlet':
(ada/ara)
Genjot Program 3 Juta Rumah, Perumnas Siapkan 1.575 Ha Lahan buat Bangun Hunian
Kementerian PKP dan Perum Perumnas bekerja sama untuk Program 3 Juta Rumah. Perum Perumnas siapkan 1.575 Ha lahan dengan potensi pembangunan 150.152 unit hunian [382] url asal
#program-3-juta-rumah #perum-perumnas #lahan-perumahan #pembangunan-rumah #kementerian-pkp #indonesia #fahri-hamzah #perumahan-skala #direktur-perum-perumnas-budi-saddewa #kemayoran #susun #pkp #pulo-gebang #pel
(detikFinance) 18/03/25 14:00
v/39898/

Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) menjalin kerja sama dengan berbagai mitra BUMN, termasuk Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas) untuk Program 3 Juta Rumah. Nantinya, Perum Perumnas akan menyiapkan 1.575 hektare (Ha) lahan untuk pembangunan hunian.
Wakil Menteri PKP Fahri Hamzah mengatakan pihaknya tak hanya bermitra dengan BUMN saja untuk program tersebut, tetapi juga menggandeng swasta. Hal ini untuk menciptakan ekosistem perumahan yang berkelanjutan, terjangkau, dan inklusif.
"Kita harus fokus dan kompak dalam menyelesaikan persoalan sosial housing. Kebutuhan hunian layak adalah hak dasar masyarakat, dan pemerintah bersama para mitra harus bergerak cepat dalam merealisasikannya," kata Fahri dalam keterangannya, dikutip Selasa (18/3/2025).
Untuk itu, Fahri menyampaikan agar Perum Perumnas sebagai salah satu mitra Kementerian PKP dapat terus memikirkan masalah social housing seperti yang dimandatkan oleh Presiden Prabowo Subianto. Perum Perumnas juga diharapkan bisa membantu pemerintah agar ekonomi Indonesia tumbuh 8 persen, pengentasan kemiskinan, dan membuka lapangan pekerjaan melalui sektor perumahan.
Menurut Fahri, ada beberapa isu yang harus dituntaskan dalam permasalahan perumahan di Indonesia. Salah satunya kebijakan yang komprehensif yang dalam pelaksanaannya tidak boleh ada hambatan untuk pembangunan rumah untuk masyarakat.
"Kita harus memastikan bahwa kebijakan perumahan bersifat holistik, mencakup sisi suplai dan demand, serta didukung oleh percepatan regulasi yang diperlukan. Artinya, Program 3 Juta rumah ini sudah tepat untuk dilaksanakan. Saat ini yang mesti kita lakukan adalah percepatan pembangunan perumahan dan menyiapkan regulasi-regulasi percepatannya untuk mengurangi backlog perumahan," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Perum Perumnas Budi Saddewa mengatakan pihaknya telah menyiapkan lahan sekitar 1.575,64 hektare dengan potensi pembangunan 150.152 unit hunian di seluruh Indonesia. Salah satu proyek strategis yang sedang dikembangkan adalah Blok K Pulogebang, Jakarta Timur, yang mencakup lahan 3,1 hektare untuk pembangunan enam tower yang terdiri dari dua rumah susun untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan empat rumah susun apartement sederhana milik (anami), dengan total 5.941 unit.
"Saat ini kami sudah siapkan lokasi-lokasi yang bisa dibangun oleh Kementerian PKP ataupun investor. Di Jabodetabek sendiri kami sudah menyiapkan 5 titik, di antaranya berlokasi di Kemayoran dan Pulo Gebang," tutur Budi.
Budi mengatakan, terdapat empat langkah strategis yang menjadi fokus Utama yang dilakukan oleh Perum Perumnas, yaitu pengembangan kawasan perumahan skala besar, penataan kawasan kumuh secara vertikal, pembangunan hunian berbasis Transit-Oriented Development (TOD), serta pengembangan hunian vertikal perkotaan.
(abr/abr)
Dilema Rumah Idaman di Atas Lahan Pangan
Fenomena urban sprawl di Bojongsoang mengubah lahan pertanian menjadi perumahan. Petani menghadapi tantangan untuk bertahan di tengah perubahan ini. [3,889] url asal
#urban-sprawl #bojongsoang #lahan-pertanian #berita-jabar #jawa-barat #kabupaten-bandung #perda-kabupaten-bandung-no-1-tahun-2024-tentang-rencana-tata-ruang-wilayah-kabupaten-bandung-tahun-2024-2044 #nama
(detikFinance) 25/02/25 08:10
v/33522/

Mentari pagi di Bojongsoang, Kabupaten Bandung menyinari hamparan sawah yang diapit oleh bangunan perumahan baru yang terus menjamur. Lamat-lamat terdengar suara alat berat yang bekerja, mengubah lahan pangan menjadi deretan rumah idaman yang berkilau.
Di samping kokohnya benteng kompleks perumahan, tampak beberapa pria berpakaian lusuh hilir mudik memikul karung berisi mentimun yang baru dipanen. Mereka berjalan bergantian menyisir jalan setapak yang berupa tembok penahan tebing perumahan, lebarnya pun hanya tiga jengkal kaki orang dewasa.
Jalan setapak itu merupakan satu-satunya akses keluar masuk bagi petani dan untuk mengangkut hasil panen. Kebun yang terletak di Jalan Cikoneng atau sekitar 1,5 km dari Kantor Kecamatan Bojongsoang itu diapit oleh perumahan di sisi kanan dan kirinya. Alhasil para petani harus berjalan sekitar 200-300 meter untuk mencapai bibir jalan raya sebagai titik kumpul.
Tepat di samping gerbang perumahan, mentimun-mentimun segar dari dalam karung dimasukkan ke dalam drum besar berisi air untuk dibilas. Terlihat sejumlah pria mengemas mentimun dari kebun yang terjepit itu ke dalam kantong plastik bening besar, rencananya buah yang memiliki bahasa ilmiah Cucumis sativus itu akan dikirimkan ke Cikampek.
Di balik panen mentimun itu ada tangan dingin Jujuh (35), pemuda asli Bojongsoang. Sejak masih remaja , pria kelahiran Rancaoray -sebuah kampung kecil di tenggara Bojongsoang- itu sudah menekuni dunia bercocok tanam. Jujuh menggarap lahan tadah hujan yang ia sewa seluas 500 tumbak atau sekitar 7.000 meter persegi.
Setelah ia teliti, kadar PH di Bojongsoang yang berkisar di angka 5-6 ideal untuk budidaya mentimun. Alhasil, dalam satu tahun, Jujuh bisa memanen mentimun sebanyak 3 ton.
"Saya biasa menanam mentimun, atau kadang padi. Saya sudah coba menanam di beberapa tempat, dan di sini yang paling bagus untuk mentimun," ucap Jujuh, sambil melayani warga sekitar yang datang membeli mentimun ke lapaknya.
![]() |
Di antara derap langkah para petani yang memanen mentimun, terlihat eskavator bergeliat melakukan pengurukan sawah -untuk perluasan perumahan- yang berbatasan dengan bagian selatan kebun Jujuh. Dalam 10 tahun terakhir pembangunan permukiman cukup masif di daerah tersebut, jejak perubahannya terekam citra satelit Google Earth.
Dari timelapse Google Street, terlihat pada tahun 2014, kebun yang Jujuh kelola saat ini masih berupa hamparan sawah, pembangunan kompleks perumahan mulai dirintis di sisi kiri dan kanannya. Hal itu terlihat dari jumlah bangunan yang masih sedikit, serta reklame promosi yang banyak terpasang di depan kompleks. Terlihat pula pekerja sedang beraktivitas di sekitar kompleks.
Sementara di bagian utara, pemandangan dari kebun Jujuh masih berupa hamparan sawah sedekade yang lalu. Namun, saat ini hamparan sawah itu sudah berubah menjadi kompleks perumahan yang modern, yang menjadi rumah idaman bagi penghuninya.
Melihat perubahan itu, Jujuh harus bersiap dengan segala kemungkinan. Salah satunya, andai pemilik lahan menjual tanahnya untuk dialih fungsikan, maka ia harus siap-siap angkat kaki untuk mencari lahan lagi untuk bertani.
"Perjanjiannya (dengan pemilik lahan), kalau mau dibangun, ya harus pindah. Mau bagaimana lagi," kata Jujuh pasrah, seraya mengamati anak semata wayangnya.
Dengan luas kecamatan 2.781 hektare, sekitar 70 persen atau 2.061 hektare lahan di Bojongsoang adalah lahan pertanian. Pada tahun 2022, UPTD Pertanian Kecamatan Bojongsoang mencatat, luas lahan pertanian sawah, baik sawah irigasi atau tadah hujan, di Bojongsoang seluas 1.597 hektare dan luas lahan pertanian bukan sawah sebesar 464 hektare.
Luas lahan pertanian itu, menyusut dibandingkan dengan tahun 2014. Kala itu lahan pertanian sawah seluas 1.602 hektare sedangkan lahan pertanian bukan sawah seluas 580 hektare. Atau ada penyusutan lahan pertanian sebanyak 121 hektare.
Sementara itu, di sisi lahan non pertanian seperti wilayah permukiman, perkantoran, jalan dan infrastruktur lainnya menunjukkan peningkatan yang signifikan dari tahun 2014-2022. Pada tahun 2014, luas lahan non-pertanian adalah 599 hektare, dan pada tahun 2022, luas tersebut meningkat menjadi 720 hektare.
4 Tahun Lahan Sawah Berkurang 221,83 Hektare
Hasil penelitian akademik Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang disusun Dava Novita Andini, Lili Somantri dan Shafira Himayah dalam Jurnal Geografi, Edukasi dan Lingkungan (JGEL) Vol. 8, No. 1, Januari 2024:31-58 mengungkap adanya alih fungsi lahan di Bojongsoang.
Dalam jurnal berjudul Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Tipologi Urban Sprawl Menggunakan Sistem Informasi Geografis di Kecamatan Bojongsoang Kabupaten Bandung, Dava dkk melaporkan telah terjadi perubahan lahan seluas 274,94 Ha pada 2017-2021 di Bojongsoang.
Dalam uji akurasi yang dilakukan Dava dkk di 50 titik yang disebar di seluruh Kecamatan Bojongsoang, ditemukan sejumlah perubahan penggunaan lahan pada tahun 2017-2021. Dalam rentang 4 tahun tersebut, salah satu yang disorot adalah berkurangnya lahan persawahan seluas 221,83 hektare dan ladang 10,76 hektare.
Sementara itu ada luas perumahan bertambah 30,38 hektare, lahan permukiman bertambah 14,92 hektare. Luas lahan kosong juga bertambah 103,36 hektare, semak belukar bertambah 64,05 hektare, dan terakhir pertokoan bertambah 2,28 hektare.
Perubahan penggunaan lahan pada infrastruktur seperti jalan kolektor, kolam air, jalan lokal dan sebagainya tak bertambah atau berkurang dengan signifikan. Dalam penelitian ini, Dava dkk menyebut Desa Lengkong dan Desa Cipagalo yang paling banyak mengalami perubahan lahan menjadi permukiman.
"Penggunaan lahan sawah sebelumnya tersebar di semua desa namun berkurang digantikan lahan khususnya tempat tinggal. Lahan sawah banyak digantikan dengan perumahan, permukiman, dan penggunaan lahan terbangun lainnya," tulis Dava.
"Selain itu, terdapat penambahan lahan kosong yang diproyeksikan untuk menjadi perumahan. Berdasarkan pengolahan, terjadinya pertambahan penggunaan lahan
diakibatkan oleh kebutuhan penduduk yang meningkat sehingga menuntut adanya peningkatan fasilitas berupa sarana," sambungnya.
Fenomena Urban Sprawl
Dari sisi akses, Bojongsoang dilalui jalan raya provinsi yang menjadi jalur utama keluar-masuk Kota Bandung. Selain itu, kawasan ini juga dekat dengan dua gerbang tol (GT) Padaleunyi, yang mempermudah mobilitas ke berbagai daerah, termasuk Jakarta. Salah satu hal yang istimewa dari Bojongsoang, di sini Stasiun Kereta Cepat Jakarta-Bandung Whoosh dibangun, tepatnya di Desa Tegalluar.
Jika kita melaju ke Bojongsoang via GT Padaleunyi di Buahbatu, pemandangan yang pertama disuguhkan adalah reklame besar yang menawarkan perumahan, plus dengan rentetan bonus dan fasilitasnya. Reklame promosi atau papan penunjuk arah menuju perumahan dengan nama yang terkesan modern, juga dapat dengan mudah ditemukan di sana.
![]() |
Pembangunan perumahan itu hampir terletak di enam desa di Bojongsoang, yakni Desa Cipagalo, Desa Lengkong, Desa Buahbatu, Desa Bojongsoang, Desa Bojongsari dan Desa Tegalluar.
Fenomena menjamurnya perumahan di Bojongsoang, tak lepas dari fenomena urban sprawl. Dalam Kamus Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) Kementerian Pekerjaan Umum, urban sprawl didefinisikan sebagai pembangunan kota yang tidak terkendali. Urban sprawl juga didefinisikan sebagai pertumbuhan dari wilayah perkotaan yang menuju suatu proses tipe pembangunan penggunaan lahan yang beragam di daerah pinggiran kota.
Badan Pengelola (BP) Kawasan Cekungan Bandung, menyebut lahan tutupan di Kota Bandung yang menjadi pusat kawasan Metropolitan Cekungan Bandung masing-masing sudah mencapai 90,66% alias sudah semakin terbatas.
"Maka terjadi perluasan pertumbuhan kawasan terbangun ke daerah sekitarnya secara sporadis dan tidak terkendali atau disebut sebagai urban sprawl," seperti dikutip detikJabar dari laman BP Cekungan Bandung.
Bojongsoang yang berbatasan langsung dengan Kota Bandung, menjadi salah satu daerah yang diproyeksikan sebagai Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung, yang regulasinya diatur melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 45 Tahun 2018 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung.
Wakil Ketua DPD Real Estate Indonesia (REI) Jabar Hendra Susanto, mengatakan saat ini pertumbuhan permukiman cenderung mengarah ke arah selatan, timur dan barat dari Cekungan Bandung. Pengembang perumahan jarang yang mengarah ke utara Cekungan Bandung karena adanya Perda yang membatasi pembangunan di Kawasan Bandung Utara (KBU).
Hendra mengatakan, harga tanah dan rumah di Kota Bandung sudah sulit terjangkau oleh rumah tangga baru. Alhasil, untuk mendapatkan rumah yang berkisar di rentang 500-an juta, mencari di pinggiran kota adalah solusinya.
"Mungkin bagi pasangan muda, yang dua-duanya bekerja dan pendapatan mereka kalau digabung mungkin Rp 10 jutaan atau belasan juga, rasanya mereka masih akan berat kalau beli di Kota Bandung," ujar Hendra saat dihubungi detikJabar.
Selain itu, dari pengamatan Hendra, ada pergeseran pola konsumsi dari generasi milenial dan gen z terkait perumahan. Para pelaku kehidupan di era bonus demografi 2030 saat ini tidak bercita-cita untuk memiliki hunian yang luas.
"Generasi yang baru ini agak berbeda, karena kalau punya uang sebagian ditabung, buat jalan-jalan dan sebagian kecil yang dipakai untuk rumah. Bahkan ada kecenderungan nantinya akan bergeser ke perumahan high rise, lebih praktis," ujar Hendra.
Berdasarkan data yang dirilis Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Disperkimtan) terjadi lonjakan perumahan dalam rentang 17 tahun terakhir. Tercatat pada tahun 2005 hanya ada 470 lokasi perumahan di Kabupaten Bandung. 7 tahun kemudian (tahun 2012), jumlah lokasi perumahan itu melonjak menjadi 8.409 lokasi. Hingga kemudian pada tahun 2023 jumlah perumahan semakin menjamur yakni 176.270.
Cerita Para Penghuni Rumah Idaman
Ditemani segelas kopi americano (34), Indra (34) seorang karyawan swasta, membuka laptop di atas meja sebuah kedai kopi di pusat Kota Bandung. Sore itu, Indra bercerita tentang pengalamannya mencari rumah idaman bersama pasangan.
Selama membujang, pria berkacamata ini tinggal bersama orang tuanya di Panyileukan yang masuk ke dalam wilayah kotamadya. Setelah menikah, ia kemudian memutuskan untuk pindah. Kriteria rumah idaman Indra yakni dekat dari rumah orang tua dan dekat ke lokasi kerja.
Pilihan pertama sempat jatuh ke daerah Cibiru yang masih masuk ke Kota Bandung, lokasinya hanya berjarak 2,4 km dari rumah orang tuanya. Tetapi jarak ke lokasi kerja istrinya sejauh 11,4 km dan itu pun melalui jalur yang padat di waktu pergi dan pulang kerja, yang diperkirakan akan sangat menguras waktu dan tenaga.
"Awalnya di sebuah perumahan di Cibiru, karena dekat rumah orang tua, tapi enggak jadi walau sudah kasih down payment (down payment) Rp 1 juta. Karena lokasinya jauh ke tempat kerja, kemudian mencari-cari lagi," ujar Indra saat berbincang dengan detikJabar, Jumat (7/2/2025).
Akhirnya, Indra mendapatkan informasi tentang sebuah perumahan yang akan dibangun di wilayah Bojongsoang. Lokasinya cukup strategis dan memenuhi kriteria yang Indra idamkan. Terlebih pengembang menawarkan harga dan cicilan yang murah untuk rumah tipe 36 dibandingkan dengan wilayah kotamadya.
Akad jual beli pun dilakukan, tetapi ia harus menunggu kurang lebih 1,5 tahun sampai bangunanya rampung. Sebab, pada 2018 silam, perumahan yang bakal dihuni Indra masih berupa hamparan sawah yang masih dalam proses pengurukan.
"Saat saya ke sana, sawahnya masih diuruk. Belum lagi proses pembangunan kurang lebih 1,5 tahun sampai akhirnya bisa dihuni. Waktu itu saya sudah kasih DP Rp 30 juta dengan cicilan tahun pertama Rp 2,7 juta," ucap Indra.
Tahun demi tahun, perumahan yang dihuni Indra terus berkembang. Dari satu klaster kemudian bertambah menjadi 5 klaster baru yang lahannya memakan lahan sawah di sekelilingnya. Satu klaster berisi kurang lebih 100-120 rumah.
"Sampai saat ini juga masih ada pembangunan, bisa terlihat dari rumah saya," katanya.
Kisah Indra juga dialami oleh Abdurrahman (31), seorang karyawan swasta di Kota Bandung. Sebelum menikah, perantau asal Kabupaten Garut itu tinggal di indekost. Setelah berumah tangga, Abdrurrahman memilih untuk mencari rumah tinggal.
"Kalau di Kota Bandung harganya berat, perbandinganya bisa dua banding satu. Kisaran rumahnya sekitar Rp 300 juta-400 juta," ujarnya.
Bojongsoang dulu dikenal sebagai salah satu lumbung padi untuk wilayah Bandung Selatan, tetapi, seiring meningkatnya kebutuhan tempat tinggal, sawah-sawah perlahan berganti wajah. Baik Indra atau pun Abdurrahman walau tinggal di Bojongsoang, mereka tak mengonsumsi produk dari hasil petani sawah lokal.
"Kalau untuk beras, biasanya beli di minimarket yang dikemas per 5 kg. Kalau beli di tukang beras juga, kita tidak tahu mana produk lokal. Karena penjual hanya memberitahu harga dan kualitas beras," ujar Indra.
"Ya, saya juga seperti itu," ucap Abdurrahman mengamini.
Mereka yang Memilih Bertahan
![]() |
Terik matahari terasa menyengat pada siang bolong di Bojongsoang, di tepian sawah terlihat Yoga (35), seorang penyawah milenial duduk termenung. Topi dan rompinya tampak lusuh karena sering terpapar sang surya, kulitnya juga tampak kecoklatan.
Ia memperhatikan mesin komben bekerja membabat batang padi secara cepat di petakan sawah di Desa Cikoneng. Seyogyanya bagi Yoga, bertani saat ini adalah satu-satunya jalan menyambung hidup.
Pria yang memiliki perawakan sedikit gempal itu, pernah bekerja sebagai buruh pabrik tetapi hasilnya tak sesuai harapan. Sampai akhirnya, 12 tahun lalu ia kembali meneruskan jejak leluhurnya sebagai petani di Bojongsoang.
Kembali menjadi petani ternyata cukup untuk menyekolahkan anak dan memenuhi kebutuhan Yoga sehari-hari. Semula ia menggarap lahan di Desa Bojongsoang, tetapi sampai pada tahun 2018, pengembang berskala besar datang. Yoga yang semula menggarap lahan di Desa Bojongsoang, tak bisa berbuat banyak.
Alhasil ia pun akhirnya mengalah dan pindah lahan garapan sejauh kurang lebih 4,2 km ke Desa Bojongsari, yang masih berada dalam satu kecamatan.
"Sekarang dipindah ke Bojongsari, ini lahan orang lain dengan sistem bagi hasil juga. Kalau untuk (sawah) misalkan Bojongsoang itu semuanya sudah hampir punya orang luar semua, kaya kemarin kan ada pengembang besar saya kan dulu di blokan Desa Bojongsoang kena sama proyek itu, sekarang dipindahin ke Bojongsari," katanya saat berbincang dengan detikJabar, pertengahan Januari lalu.
Pindah ke lahan baru, ternyata hasil pertanian yang didapatkan oleh Yoga lebih melimpah. Saat ini, ia menggarap sawah seluas 1100 tumbak atau sekitar 11,54 hektare. Dari satu tumbak Yoga bisa mendapatkan padi 10 kilogram. Jika dikalkulasikan, ia bisa mendapatkan beras 11 ton.
Melihat fenomena urban sprawl, yang ada di Bojongsoang membuat Yoga kembali gamang. Ia tidak tahu sampai kapan bisa bertahan sebagai penyawah yang tak memiliki lahan.
"Sebetulnya bingung juga kalau ke arah situ (pertanian tergeser permukiman), jadi sebetulnya saya juga sudah harus mulai mempersiapkan ke depannya harus gimana. Kadang kita tidak bisa melawan yang di atas, misal dari pemerintah atau dari istilahnya developer properti begitu. Ya mulai dipikirkan ke depannya kita mau pindah cari lahan baru, atau kita berhenti bertani dan cari usaha lain," ujar Yoga melanjutkan.
Berdasarkan data geospasial dari Wargi Jabar, yang merupakan sistem informasi dan komunikasi penataan ruang oleh Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang Provinsi Jawa Barat, lahan yang digarap Yoga merupakan lahan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B). Dari layer peta RTRW Kabupaten Bandung, sawah yang dikelola Yoga masuk ke dalam kategori wilayah perkebunan, walau pun disekelilingnya telah dikategorikan untuk wilayah permukiman perkotaan.
Yoga saat ini hanya bisa berdoa kepada yang Maha Kuasa seraya memupuk asa agar anaknya bisa mendapatkan nasib yang lebih baik. Sebab, bila berbicara sebagai petani di daerah transisi, baginya bukan suatu pilihan lagi.
"Kalau misal lahannya ada, umur ada insya Allah (lanjut jadi petani). Tapi jujur kalau misalkan sekarang petani seperti yang memprihatinkan. Tidak seperti dulu-dulu, tidak tahu lahan ke depannya gimana," ucapnya.
"Mudah-mudahan anak tidak seperti bapaknya (jadi petani), ya kan punya cita-cita seperti apa," tutur Yoga.
Disitat dari data Dinas Pertanian (Distan) Kabupaten Bandung luas lahan produktif di Kabupaten Bandung pada tahun 2019 seluas 27.969 hektare. Jumlah itu terus menurun pada tahun 2020-2021 menjadi 27.747 hektare. Khusus untuk hasil panen di Bojongsoang, detikJabar sudah mencoba melakukan pencarian melalui sumber data terbuka tetapi data tersebut tidak tersedia.
Pada 2022 luas lahan produktif di Kabupaten Bandung bertambah menjadi 28.394 hektare, namun dalam satu tahun berikutnya yakni tahun 2023, jumlah lahan pertanian produktif Kabupaten Bandung turun drastis ke angka 20.611 hektare.
"Dulu 10 Ton Per Minggu, Sekarang 3 Kuintal Per Minggu Sudah Syukur"
"Kalau bicara sekitar tahun 2000-an, penggilingan itu bisa sampai 10 ton per minggunya. Saya juga bisa menyimpan stok sampai beberapa ton. Tapi kalau sekarang-sekarang, 10 tahun terakhir, bisa dapat tiga kuintal per minggu saja syukur," ujar Bahsyar saat dihubungi detikJabar di awal Januari 2025.
Dari pengamatannya, semakin menurunnya kuantitas gabah yang digiling menjadi beras dikarenakan sejumlah faktor. Salah satunya mulai merambahnya perumahan ke lahan-lahan pertanian.
"Sekarang lahan sawah juga semakin terdesak, banyak perumahan baru dibangun," katanya.
Faktor lainnya, ialah pemborong yang membawa hasil pertanian Bojongsoang ke sejumlah wilayah seperti ke Karawang, Subang, Jakarta dan sejumlah wilayah lainnya. Petani biasanya menjual hasil panen dengan sistem borongan, berdasarkan taksiran luas lahan.
"Jadi misalkan untuk sawah satu hektare, diberi harga sekian juta. Jadi tidak langsung ke penggilingan di sini lagi," ujar Bahsyar.
Lesunya usaha penggilingan padi ini juga tak hanya dialami oleh Bahsyar, tetapi oleh beberapa pengusaha penggiling padi lainnya. Modal yang terbatas juga menjadi salah satu hambatan bagi pengusaha penggiling untuk membeli gabah dari petani.
"Makanya kita minta bantuan juga kepada pemerintah, semoga ikut juga memperhatikan nasib kami," ucapnya.
Pertahankan Atau Ikuti Tren Pasar
Masifnya pembangunan perumahan di Bojongsoang menjadi fenomena yang tampak di pelupuk mata. Di balik geliat pembangunan ini, ada realitas yang dihadapi para pemilik lahan sawah seperti Abdussalam (36), ia dihadapkan dengan situasi antara mempertahankan lahan sawah miliknya atau mengikuti tren pasar yang berkembang.
"Yang utamanya kita terkena FOMO (fear of missing out/takut ketinggalan), karena sawah-sawah di pinggiran sudah dijual kepada perseorangan, mungkin perusahaan, atau pengembang dengan harga yang luar biasa," tutur Abdussalam membuka perbincangan dengan detikJabar.
![]() |
Sebelum pandemi Covid-19, kata Abdussalam, harga sawah berada di kisaran Rp 1 juta per meter persegi. Tetapi kala virus Corona merebak, harga tanah perlahan merangkak naik menjadi di kisaran Rp 1,5 juta hingga Rp 2 juta per meter persegi.
"Sekarang harganya mencapai Rp 2,5 juta per meter persegi, sawah kami juga sudah ditawarkan kepada perusahaan, pengembang atau perseorangan, tapi mereka selalu berusaha menekan harga, tetapi tak kami beri karena memang harganya sudah segitu," tutur Abdussalam.
"Kita berani menaikkan harga karena sudah banyak yang menjual dengan harga Rp 2,5 juta, kita mengetahui bahwa lokasinya dekat dengan berbagai jenis perumahan yang ada, apalagi ada Podomoro Park yang lumayan prestisius, itu yang mungkin harga tanah di Bojongsoang naik," katanya.
Lahan sawah seluas 420 meter persegi milik Abdussalam ini termasuk sawah yang produktif. Lokasinya berada di pinggiran irigasi yang ditopang irigasi sekunder dan tersier. Walau demikian, hasil panen dirasa Abdussalam masih belum optimal. Ia menyebut hama tikus menjadi salah satu ancaman yang dihadapi, belum lagi dengan penggarap lahan yang dianggapnya tidak bekerja dengan baik.
Oleh karena itu, hasil panen yang dituai tak optimal. Sawah yang dikelola penyawah di atas lahan Abdussalam yang hanya seluas setengah hektare itu hanya menghasilkan sekitar 9 kuintal per tahun.
Beras yang dihasilkan dari sawah itu kemudian bisa untuk mencukupi kebutuhan di rumah Abdussalam selama 5-6 bulan. Alhasil, walau memiliki sawah, Abdussalam tetap harus membeli beras dari luar untuk menutupi kebutuhan harian.
"Kemarin paling kalau panen hanya 2-3 kuintal saja. Yang datang ke rumah hanya 1 kuintal atau sekitar 4 karung beras,hasilnyajugakanharusdibagidenganpetaninya. Jadi dihitung-hitung akan lebih menguntungkan untuk dijual daripada kita menjual hasil padinya sendiri," ujarnya melanjutkan.
Prabowo, Sawah dan Permukiman
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUTR) Kabupaten Bandung, Zeis Zultaqwa menegaskan, Bojongsoang masuk ke dalam rencana permukiman wilayah perkotaan. Hal itu dituangkan dalam Perda Kabupaten Bandung No 1 Tahun 2024 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung Tahun 2024-2044 dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).
"RDTR itu masuknya perkotaan, artinya di sana kita sediakan pola-pola ruangannya untuk syarat sebuah kota," katanya.
"Memang konsekuensi alamiah, bahwa yang namanya penduduk pasti bertambah. Itu natural, dan kita sudah prediksi. Tugas dari pemerintah adalah menyiapkan sarana dan prasarana, dari infrastruktur, termasuk permukiman," katanya.
"Bukan hanya di Bojongsoang, tapi juga sampai ke wilayah Ciparay yang membutuhkan perumahan," katanya.
Baru-baru ini, Presiden Prabowo Subianto membuat pernyataan soal larangan membangun rumah di atas lahan persawahan. Zeis pun mengamini hal tersebut. Sebelum larangan itu muncul, Pemkab Bandung telah menyusun RDTR yang menyesuaikan dengan lahan sawah dilindungi (LSD) dan Lahan Baku Sawah (LBS) yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri ATR/BPN RI Nomor 1589/SK-HK.02.01/XII/2021 Tentang Peta Lahan Sawah yang Dilindungi.
Sebagai informasi, LSD adalah lahan sawah yang ditetapkan untuk dipertahankan fungsinya. Penetapan LSD dilakukan untuk menjaga ketahanan pangan nasional. Sedangkan LBS adalah lahan sawah yang ditetapkan oleh menteri yang bertanggung jawab atas pemerintahan di bidang agraria, pertanahan, dan tata ruang.
"Kita sudah kaji dan kemudian dilakukan konsultasi ke pusat. LSD itu seluas 16 ribu hektare sekian. Sisanya sudah diplot dalam RDTR. Misal warnanya kuning, itu sebelumnya sawah akan beralih fungsi menjadi permukiman atau bentuk lain, karena itu sudah masuk ke dalam RDTR," ujarnya.
"RDTR itu hasil kajian juga, dengan konsultan dari ITB. RDTR tidak bisa dibuat sendiri, ini substansif dari berbagai kementerian, lembaga bahkan sampai ke Menteri Pertahanan, karena siapa tahu di lokasi itu ada kegiatan kan," lanjutnya.
![]() |
"Adakah yang namanya ikhtiar untuk infrastruktur hijau dengan kaitan antara ketahanan pangan di satu sisi harus dijaga dipelihara karena itu jadi raw material yang namanya ketersediaan pangan, di sisi lain terdesak ini lahan pertanian. Logikanya ketika lahan itu diambil untuk yang bukan peruntukannya, konsekuensi logisnya berkurang hasil pertanian," ujar Deden saat dihubungi detikJabar.
Pembangunan berkelanjutan, kata Deden, harus menjadi prioritas untuk mengatasi konflik antara kebutuhan urbanisasi dan keberlanjutan pertanian. Solusi ini membutuhkan kolaborasi pemerintah, masyarakat, dan teknologi untuk menciptakan tata ruang yang terintegrasi, menjaga lingkungan, serta mendukung ketahanan pangan jangka panjang.
"Kalau yang saya lihat di Indonesia orang itu, orang bekerja di kota, rumah di desa. Seperti yang kita wilayah komuter, Bandung di siang hari bisa berisi 3,4 juta orang, sore bisa 2,8 juta orang. Oh ternyata dia warga Cicalengka, Majalengka, Lembang, Padalarang," ujar Deden.
Hal itu tentu sangat berbeda dengan pemandangan yang ia lihat di sebuah prefektur dekat Fukushima di Jepang. Di sana, ia melihat anak-anak muda juga turun untuk bekerja di ladang, walau pun mereka pergi untuk meraih gelar akademi atau keahlian di kota. Menariknya para petani di sana, memanfaatkan teknologi untuk mengintensifikasi dan ekstensifikasi pangan.
"Itu bisa kita contoh, misal intensifikasi padi dari yang 5 bulan jadi bisa panen dalam waktu 4 bulan bahkan 2 bulan, menggunakan varietas unggul berkelas seperti beras Cianjur yang produktivitasnya 2-3 kali lipat. Jadi apa yang ada itu bukan dijual, tapi ditingkatkan produktivitasnya," katanya.
Obsesi pemerintah untuk menggalakan swasembada pangan, akan sulit jika lahan-lahan pangan yang subur dikonversi. Perluasan wilayah perkotaan, karena fenomena urban sprawl jangan sampai menghilangkan tradisi dan kultur karena masyarakat tak bisa lagi bertani.
"Ketika berbicara urbanisasi, pembangunan, ketahanan pangan. Yang harus kita perbaiki adalah mindset dulu, yang tidak berpikir dan bersikap secara parsial tetapi simultan berintegrasi," katanya.

Fahri Hamzah tegaskan program 3 juta rumah tidak buka lahan produktif
Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (Wamen Perkim) Fahri Hamzah menegaskan program pembangunan tiga juta rumah setiap tahun tidak mengambil ... [245] url asal
#3-juta-rumah #rumah-layak-huni #kementerian-perkim #lahan-pertanian-produktif #program-food-estate

Presiden Prabowo sudah mengeluarkan instruksi dan perintah tidak boleh ada lagi yang membangun di sawah.
Mataram (ANTARA) - Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (Wamen Perkim) Fahri Hamzah menegaskan program pembangunan tiga juta rumah setiap tahun tidak mengambil lahan-lahan produktif pertanian, karena bisa mengganggu produksi pangan nasional.
"Presiden Prabowo sudah mengeluarkan instruksi dan perintah tidak boleh ada lagi yang membangun di sawah," ujarnya saat melakukan rapat koordinasi desain penataan perumahan dan permukiman, di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Jumat.
Fahri mengingatkan tentang kebutuhan pangan yang meningkat secara global seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, sehingga memerlukan lahan pertanian yang luas untuk memenuhi kebutuhan pangan.
Hal itulah yang menjadi alasan pemerintah pusat membuka lahan untuk food estate, agar kebutuhan pangan penduduk Indonesia yang mencapai 277 juta jiwa bisa terpenuhi secara mandiri tanpa mengimpor dari luar negeri.
Menurutnya, proyek pembangunan perumahan yang tidak mengambil lahan produktif tidak akan mengurangi jatah makan penduduk.
"Sawah luar biasa karena memberikan kita keindahan, hawa yang segar, pemandangan yang baik, biarkan itu tetap menjadi sawah," kata Fahri.
Dia mencontohkan situasi yang kini terjadi di NTB. Provinsi itu awalnya dikenal sebagai Bumi Gora yang selalu swasembada pangan, namun pembangunan perumahan dan gedung-gedung yang dilakukan di persawahan dapat mengganggu keberhasilan swasembada pangan yang selama ini selalu diraih NTB.
"Rumah cari yang kreatif bikin rumah susun tinggal di tempat yang tidak harus menggunakan lahan sawah. Itu visi kami ke depan dalam pembangunan perumahan," kata Fahri pula.
Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2025

REI NTB Klaim Pembangunan Perumahan di Lahan Sawah Sesuai Izin Pemerintah
REI NTB klaim pembangunan perumahan di lahan pertanian Lombok Barat sesuai izin. Ketua REI, Heri Susanto, tanggapi wacana Wamen PKP terkait dampak pembangunan. [512] url asal
#pembangunan-perumahan #lahan-sawah #rei-ntb #lombok-barat #perumahan #ntb #nusa-tenggara-barat #pemerintah-daerah #perumahan-subsidi #kediri #wamen #heri-susanto #lahan-pertanian-lombok-barat #history #nelayan #peru
(detikFinance) 02/01/25 18:32
v/13352/

Real Estat Indonesia (REI) Nusa Tenggara Barat (NTB) mengeklaim maraknya pembangunan perumahan di lahan pertanian di Lombok Barat sudah sesuai izin pemerintah daerah. Hal itu ditegaskan Ketua REI NTB, Heri Susanto, Kamis (2/1/2025).
Menurut Heri, pernyataan Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (Wamen PKP), Fahri Hamzah, soal maraknya pembangunan perumahan di lahan sawah bukan barang baru di Pulau Lombok.
"Wamen sedih karena banyak lahan sawah jadi perumahan. Itu kan yang membuat tata ruang itu kan pemerintah. Sementara pengembang mengikuti aturan pemerintah," tegas Heri.
Heri mengatakan pembangunan perumahan di daerah penyangga Kota Mataram, seperti di Kecamatan Labuapi, Gunungsari, dan Kediri tidak bisa terelakkan. Karena ketiga daerah itu menjadi penyangga pengembangan Kota Mataram.
"Kalau mau buat rumah di gunung siapa yang mau? Artinya, pengembang menunggu solusi tata ruang dari pemerintah," ujar Heri.
Heri juga menanggapi soal wacana Fahri Hamzah soal pembangunan rumah susun di Kota Mataram. Dari survei yang dilakukan REI, banyak masyarakat di NTB trauma gempa 2018.
"Saya pikir itu ide bagus, tetapi harus lihat history. Lombok itu belum hilang dari ingatan orang soal gempa. Belum berani tinggal di rumah susun," ungkap Heri.
Sejauh ini, Heri berujar, semua pengembang tidak pernah berbicara permodalan kepada kredit pemilik rumah (KPR). Sebab, modal pembangunan berasal perbankan.
"Jadi ada dua masalah yang harus segera diatasi. Pertama soal waktu akad pengajuan serta meminta perbankan memberi solusi agar semua masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) layak dapat bantuan di perbankan," ujar Heri.
Selain itu, REI NTB juga mendesak pemerintahan Prabowo Subianto untuk segera memutihkan pinjaman petani dan nelayan agar bisa mengajukan perumahan subsidi demi suksesi program 3 juta rumah di NTB.
"Dari 10 MBR itu ada 6 tidak memenuhi syarat pengajuan di perbankan. Ini juga menjadi masalah bagi calon KPR kita," jelas Heri.
Sebelumnya, Wamen PKP, Fahri Hamzah, mengaku sedih melihat banyak sawah di Lombok Barat mulai dibangun perumahan oleh pengembang. Hal itu disinyalir akan berdampak pada swasembada beras.
"Saya sedang berkeliling untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang muncul dalam program pengadaan perumahan rakyat. Kita ingin ke depan rumah itu tambah murah. Tidak saja murah, tetapi memenuhi persyaratan sebagai tempat yang layak bagi seluruh masyarakat," kata Fahri saat berkunjung di Perumahan Nata Alam Mavila 3 di Desa Kuranji, Kecamatan Labuapi, Lombok Barat, Jumat sore (27/12/2024).
(iws/gsp)

12.331 Ha Lahan di Lombok Barat Jadi LP2B, Tak Boleh Dibangun Rumah-Industri
Pemkab Lombok Barat menetapkan 12.331 Ha lahan pertanian berkelanjutan. Lahan ini dilindungi dari pembangunan perumahan untuk mendukung ketahanan pangan. [537] url asal
#lp2b #lahan-pertanian #lombok-barat #nusa-tenggara-barat #ntb #ketahanan-pangan #pembangunan-berkelanjutan #perlindungan-lahan-pertanian #lahan-pertanian-pangan-berkelanjutan-lp2b #gerung-gunungsari #waketum
(detikFinance) 29/12/24 18:14
v/12532/

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), menetapkan 12.331 hektare (Ha) lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) di 10 kecamatan. Lahan yang berstatus LP2B tak bisa dipakai untuk mendirikan perumahan dan industri.
Asisten II Sekretariat Daerah (Setda) Lombok Barat, Lalu Najamuddin, mengatakan pemerintah akan menetapkan Peraturan Daerah (Perda) LP2B untuk menyelamatkan 12.331 Ha lahan pertanian di 10 kecamatan Lombok Barat pada 2025.
"Kami Pemda Lombok Barat sudah menetapkan lahan pertanian 12.331 hektare. Itu lahan tidak boleh lagi dibangun perumahan. Jadi perumahan dibangun di luar lahan yang itu," ujar Najamuddin, Minggu (29/12/2024).
Sehingga, jelas Najamuddin, Pemkab Lombok Barat akan mempertahankan lahan persawahan untuk mendukung program ketahanan pangan dan ketahanan swasembada Presiden Prabowo Subianto.
"Sekarang juga kami akan cetak sawah baru. Data itu ada di pertanian. Lokasinya di wilayah selatan Lombok Barat," ujar Najamuddin.
Di samping menyelamatkan lahan pertanian, Pemkab Lombok Barat juga menyiapkan lahan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan perumahan bersubsidi dan non subsidi sebagai daerah penyangga Mataram.
"Harus kami siapkan. Untuk di lahan sawah kami kunci tidak boleh dibangun perumahan. Tersebar ada di Kecamatan Labuapi, Gerung Gunungsari, di 10 kecamatan di luar area persawahan," kata Najamuddin.
Oleh karena itu, program Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) yang ingin mencetak 3 juta rumah subsidi di NTB tetap didukung. Namun, dukungan itu diberikan di luar lahan LP2B.
"Lombok Barat jadi daerah penyangga Kota Mataram tentu harus kami lihat titik lokasi pembangunan. Kami berikan izin. Pangan kami pertahankan. Program 3 juta rumah harus kita siapkan sehingga semuanya oke," jelas Najamuddin.
Diberitakan sebelumnya, Wakil Menteri PKP, Fahri Hamzah, sedih melihat banyak sawah di Lombok Barat dan Mataram, NTB, mulai dibangun perumahan oleh pengembang. Hal itu disinyalir akan berdampak pada swasembada beras NTB.
"Saya sedang berkeliling untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang muncul dalam program pengadaan perumahan rakyat. Kami ingin ke depan rumah itu tambah murah. Tidak saja murah, tetapi memenuhi persyaratan sebagai tempat yang layak bagi seluruh masyarakat," kata Fahri saat berkunjung di Perumahan Nata Alam Mavila 3 di Desa Kuranji, Kecamatan Labuapi, Lombok Barat, Jumat (27/12/2024) sore.
Itu sebabnya, kata Fahri, Presiden Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka menambah satu kementerian, yaitu Perumahan dan Kawasan Permukiman yang bertanggung jawab menuntaskan masalah kawasan dan perumahan.
"Tanggung jawabnya bukan saja perumahannya, tetapi juga kawasan pemukimannya. Sekarang kami punya masalah di sini," tegas Waketum Partai Gelora ini.
(hsa/hsa)

Perumnas Siapkan Lahan 3,4 Ha di Pulogebang buat Program Prabowo
Perum Perumnas menyatakan akan mendukung Program 3 Juta Rumah pemerintah Presiden Prabowo Subianto. [317] url asal
#perumnas #program-3-juta-rumah #pulogebang #jakarta-timur #erick-thohir #prabowo-subianto #development #hunian #presiden #stasiun-klender-baru #pemprov-jakarta #kai #tod #pelaksanaan #pembangunan-hunian #lahan-pe
(detikFinance) 01/12/24 18:00
v/4722/

Perum Perumnas menyatakan akan mendukung Program 3 Juta Rumah pemerintah Presiden Prabowo Subianto. Untuk mendukung program ini, Perumnas salah satunya akan mengembangkan lahan di Pulogebang, Jakarta Timur.
Saat meninjau lahan Perumnas, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait mengatakan, lahan tersebut akan dibangun hunian vertikal.
"Hari ini saya meninjau langsung lokasi lahan milik Perumnas yang ada di Pulogebang, Jakarta Timur. Lahan ini selama idle dan ke depan akan dibangun hunian vertikal untuk rakyat," ujarnya saat berkunjung ke lokasi tersebut bersama Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo, dalam keterangan tertulis, Minggu (1/12/2024).
"Lahan Blok K ini merupakan pembangunan hunian yang lokasinya strategis, tidak jauh dari Terminal Pulogebang dan stasiun kereta api seperti Stasiun Cakung dan Stasiun Klender Baru sehingga prospek pembangunan ke depan sangat bagus. Kami juga akan berkoordinasi dengan mitra kerja seperti Pemprov Jakarta dalam pelaksanaan pembangunannya," tambahnya.
Blok K Pulogebang merupakan aset Perumnas dengan luas ukur 3,4 ha dan luas efektif 3,1 ha, di mana perencanaan pengembangan sudah disusun untuk pembangunan hunian rakyat. Aset ini menjadi salah satu kawasan pengembangan strategis Perumnas yang dirancang sebagai bagian dari upaya memenuhi kebutuhan perumahan yang semakin meningkat di wilayah perkotaan.
"Sudah kami buat perencanaan pengembangan di lahan ini, di mana nantinya akan dibangun 6 tower highrise dengan total 5.451 unit hunian. Nantinya hunian tersebut akan diperuntukkan bagi masyarakat pada berbagai segmen, termasuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang sudak kami alokasikan sebanyak setidaknya 20% dari jumlah unit terbangun," kata Direktur Utama Perumnas Budi Saddewa Soediro.
Sebelumnya, Maruarar bersama Menteri BUMN Erick Thohir juga telah meninjau proyek Transit Oriented Development (TOD) yang sedang dikembangkan Perumnas di Samesta Mahata Margonda Depok dan Samesta Mahata Tanjung Barat Jakarta (27/11). Proyek TOD ini hasil kolaborasi antara Perumnas dan PT KAI yang mengusung konsep hunian terintegrasi dengan transportasi publik, sebagai solusi bagi masyarakat perkotaan untuk mendapatkan akses mudah ke tempat tinggal, tempat kerja, dan fasilitas umum lainnya.
(acd/acd)