Program MBG di Indonesia baru dimulai 6 Januari 2025. UNESCO merilis laporan per 2025 soal dampak program makan bergizi di sekolah dari berbagai negara. [1,570] url asal
Program makan bergizi gratis (MBG) telah berlangsung sejak 6 Januari 2025. Sederet evaluasi terus dilakukan, termasuk pemenuhan standar gizi yang seimbang untuk penerima MBG. Namun bagaimana dengan dampaknya?
Secara umum, belum banyak yang bisa dianalisis dari program MBG yang belum genap berjalan 100 hari di Indonesia. Meski begitu, manfaat program serupa bisa dilihat di negara-negara lain, yang telah lebih dulu memiliki program makan bergizi.
Menurut laporan terbaru dari badan PBB untuk Pendidikan, Sains dan Kebudayaan (UNESCO) bertajuk "Education and nutrition: learn eat well" pada 2025, pendidikan dan gizi telah dianalisis sebagai bentuk dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Laporan mengungkapkan, bahwa transformasi sistem pangan yang bisa mengatasi tantangan industri dan mendorong pertanian berkelanjutan memerlukan keterampilan tingkat lanjut yang diperoleh melalui pendidikan tinggi, pelatihan petani yang efektif, dan keahlian profesional yang terampil.
Pada saat yang sama, ketahanan pangan dan perbaikan gizi akan memperkuat pencapaian pendidikan.
Dampak Program Makan Bergizi di Berbagai Negara
Dalam laporan UNESCO yang dirilis Rabu (26/3/2025) ini, merilis hasil evaluasi program makan bergizi di sekolah yang telah berjalan di beberapa negara di dunia, yang mengambil data dari tahun 2017 hingga 2024. Berikut beberapa hasil evaluasi dampak makan bergizi di sekolah dari berbagai negara.
1. Meningkatkan Kehadiran di Sekolah dan Hasil Belajar
Laporan UNESCO menunjukkan, bahwa akses universal terhadap makanan bergizi di sekolah meningkatkan kehadiran di sekolah dan hasil belajar.
"Diperkirakan bahwa USD100 yang dibelanjakan untuk makanan sekolah per anak di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah akan meningkatkan ukuran sekolah yang disesuaikan dengan kualitas hingga setengah tahun dan prestasi matematika dan membaca hingga 0,20 standar deviasi," tulis laporan tersebut, dikutip Rabu (26/3/2025).
Tinjauan Sistematis Cochrane terhadap 38 penelitian di 25 negara menyimpulkan bahwa makanan bergizi di sekolah untuk anak-anak miskin di negara-negara berpendapatan rendah meningkatkan angka partisipasi sekolah sekitar 3% dan nilai prestasi matematika sebesar 14%. Namun hanya mempunyai pengaruh kecil atau bahkan tidak sama sekali terhadap nilai prestasi membaca.
Makan bergizi di sekolah terbukti lebih baik dibandingkan dengan intervensi lain dalam hal peningkatan hasil pendidikan. Sebuah tinjauan sistematis menemukan bahwa program pemberian makanan di sekolah dasar merupakan salah satu dari sedikit intervensi pendidikan untuk meningkatkan partisipasi dan pembelajaran, terutama di daerah dengan kerawanan pangan tinggi dan akses rendah ke sekolah.
2. Mengurangi Dampak Malnutrisi dan Meningkatkan Kelulusan
Program yang ditargetkan ternyata dapat mengurangi dampak malnutrisi. Di India, evaluasi dalam 'Skema Perkembangan Anak Terpadu' menunjukkan bahwa 20 tahun setelah menerima suplemen protein-energi yang seimbang, anak-anak di desa yang ditargetkan memiliki kemungkinan 9% lebih besar untuk menyelesaikan sekolah menengah dibandingkan anak-anak di desa. Selain itu, juga 11% lebih besar kemungkinannya untuk menyelesaikan universitas.
Hal yang serupa juga terjadi di Jamaika pada 1980-an. Program makan bergizi menunjukkan keterampilan kognitif yang lebih tinggi pada usia 7 dan 11 tahun, seperti prestasi membaca, perhatian, perilaku dan harga diri yang lebih tinggi pada usia 17 tahun.
Program Alive and Thrive di Bangladesh, yang menjangkau 8,5 juta ibu, telah meningkatkan praktik pemberian makan. Di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah, anak-anak dari ibu yang memiliki setidaknya pendidikan menengah memiliki kemungkinan lebih kecil untuk mengalami stunting, berat badan kurang, dan kurus dibandingkan anak-anak dari ibu yang berpendidikan rendah.
3. Mengubah Kebiasaan Makan dan Gaya Hidup
Analisis di Ethiopia, India, Peru dan Vietnam menemukan bahwa anak-anak yang pulih dari stunting pada usia 8 tahun telah secara signifikan menguasai matematika, pemahaman membaca dan kosa kata dibandingkan dengan mereka yang terus-menerus mengalami stunting.
Terdapat korelasi negatif antara kerawanan pangan dan kinerja matematika menurut data OECD tahun 2023. Dalam hal ini, skor membaca lebih rendah sepertiga standar deviasi pada mereka yang selalu lapar dan seperlima pada mereka yang sering lapar dibandingkan dengan mereka yang tidak pernah lapar.
Makanan bergizi di sekolah telah menjadi bukti dapat membantu mengatasi tantangan yang dihadapi di awal kehidupan dan memberikan beberapa efek positif pada perkembangan dan kesejahteraan anak dan remaja.
Diperkirakan bahwa menyediakan makanan sekolah yang sehat untuk setiap anak pada 2030 akan membantu mengangkat 120 juta dari mereka keluar dari kekurangan gizi. Selain itu, juga bisa meningkatkan kesehatan pola makan pada masa dewasa dan bahkan mengurangi kematian akibat penyakit tidak menular hingga 3 juta di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Kekurangan di Tiap Negara dalam Pelaksanaan Program Makan Bergizi
Menurut laporan, negara-negara berpendapatan rendah dan menengah ke bawah menunjukkan adanya kekurangan pendanaan dari sumber daya dalam negeri. Kondisi ini menjadi masalah besar, yang membebani masyarakat yang sudah terbebani dengan biaya makanan sekolah dan kontribusi dalam bentuk barang.
Analisis terhadap kebijakan makanan sekolah di 51 negara berpendapatan rendah dan menengah ke bawah menunjukkan bahwa, meskipun beberapa negara sudah memiliki kerangka kebijakan nasional yang sudah lama ada, negara-negara tersebut cenderung lemah dalam rancangan program, implementasi, dan kecukupan keuangan.
Di Republik Afrika Tengah, program makanan sekolah yang dikembangkan secara nasional bertujuan untuk menyediakan makanan sekolah yang aman dan bergizi, sehingga meningkatkan cakupan dari 150.000 siswa pada 2023 menjadi 400.000 pada 2027.
Namun, evaluasi program pada tahun 2018-2022 menemukan bahwa dampaknya terhambat oleh terbatasnya pendanaan.
Di India, program makanan sekolah (PM-POSHAN, yang sebelumnya dikenal sebagai Skema Makan Tengah Hari) dinasionalisasi setelah adanya perintah penting dari Mahkamah Agung pada 2001. Evaluasi terhadap skema ini menyoroti dampak positif partisipasi sekolah terhadap anak perempuan dan kelompok kurang beruntung lainnya.
Sebagian besar anggarannya berasal dari pajak pendidikan sebesar 2% yang dibayarkan masyarakat untuk pendidikan dasar. Namun, penyaluran dana dari pemerintah federal ke negara bagian sering kali sangat lambat.
Bagaimana dengan Program di Indonesia?
Berdasarkan data UNESCO 2025, program penyaluran makanan bergizi dianalisis pada ibu hamil. Studi terhadap 194 ibu hamil di Indonesia pada 2019 menemukan bahwa mereka yang menerima pendidikan nutrisi interaktif dan kesehatan reproduksi dalam kelompok kecil mencatat peningkatan yang signifikan dalam pengetahuan, sikap, dan praktik.
Sebuah tinjauan sistematis terhadap pendidikan gizi mengenai suplementasi zat besi dan asam folat selama kehamilan di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah menemukan bahwa mereka yang menerima pendidikan gizi selama kehamilan memiliki kemungkinan 2,8 kali lebih besar untuk mengonsumsi suplemen tersebut.
Untuk pengaruh gaya hidup, studi tentang kampanye media sosial yang mempromosikan pola makan sehat kepada remaja perempuan di perkotaan Indonesia menemukan bahwa kampanye tersebut meningkatkan kesadaran akan pola makan sehat. Meski begitu, tetap saja mereka menghadapi hambatan dalam mengubah kebiasaan seperti persepsi rasa, terbatasnya pilihan bahan-bahan yang sehat namun terjangkau, dan faktor terkait keluarga.
Sementara untuk pemberian makanan di sekolah dari pemerintah yang melibatkan ahli gizi, sudah dilakukan di beberapa negara sejak 2017. Di Indonesia, pada 2017-2018, program ini melibatkan 2 ahli gizi per kabupaten/kota, sehingga totalnya mencapai 128 ahli gizi (GCNF, 2019).
Namun, untuk kebijakan secara nasional dalam bentuk makan bergizi gratis, baru dimulai pada Januari 2025. Sebelumnya, Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamen Dikti Saintek) Prof Stella Christie PhD juga meminta bahwa dampak makan bergizi dari berbagai negara perlu dianalisis untuk Indonesia.
Menurutnya, perlu diinformasikan, misalnya, apakah prestasi akademik para siswa yang mendapat makan gratis meningkat atau tidak.
"Dibandingkan (antara) yang mendapat makan gratis dan tidak mendapatkan makan gratis, apakah ada perbedaan? Ternyata ada perbedaan dalam sisi prestasi akademik, prestasi sekolah. Jadi yang mendapat makan gratis, prestasi akademiknya meningkat," ucap Stella pada Jumat (25/10/2024) lalu.
Data-data mengenai makan bergizi di seluruh dunia, lanjutnya, penting untuk mencapai tujuan MBG di Indonesia. Tujuan tersebut antara lain mencukupi kebutuhan gizi siswa, meningkatkan prestasi akademik, dan meningkatkan kesehatan.
Sementara itu, data yang dilaporkan Kementerian Sekretariat Negara, Sekretariat Wakil Presiden, per 10 Februari 2025, di beberapa wilayah, MBG membawa dampak positif bagi siswa. Salah satunya membantu siswa untuk dapat menabung.
Di SMA Negeri 10 Surabaya, siswa kelas 11 A, Faruq, menyampaikan bahwa program ini sangat membantu, terutama bagi siswa yang uang sakunya terbatas.
"Itu dulu waktu kelas 10, kalau lihat teman-teman saya, itu uang jajan 10 ribu buat makan pagi aja, siang enggak makan. Nah dengan adanya makan siang gratis ini, Alhamdulillah bisa makan siang, terus bisa lebih berhemat," katanya, dikutip dari stunting.go.id.
Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana mengusulkan serangga dapat dijadikan sumber protein alternatif dalam program Makan Bergizi Gratis. [744] url asal
Pernyataan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana menarik perhatian publik. Dadan mengusulkan serangga dapat dijadikan sumber protein alternatif dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG). Namun, usulan ini menimbulkan polemik di kalangan akademisi dan Masyarakat.
Konsumsi serangga sering dipandang tidak biasa dan bertentangan dengan kebiasaan makan sehari-hari. Mayoritas masyarakat lebih mengenal sumber protein konvensional seperti daging sapi, ayam, dan ikan. Kebiasaan ini telah diwariskan turun-temurun, sehingga serangga belum menjadi bahan makanan yang populer.
Praktik konsumsi serangga sudah dikenal di berbagai budaya di Indonesia. Contohnya, ulat sagu yang menjadi makanan khas di Papua dan Maluku, atau belalang goreng Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Blora Jawa Tengah. Namun, sebagian besar masyarakat Indonesia masih enggan mengkonsumsinya, bahkan serangga masih dianggap asing dan menjijikkan.
Padahal, berdasarkan penelitian yang diterbitkan oleh The Journal of Insects as Food and Feed (Van Huis, 2013), jangkrik dan belalang mengandung protein sekitar 60-70% per berat kering. Bahkan, beberapa serangga dapat mengandung hingga 80% protein, tergantung pada spesies dan tahap perkembangan serangga tersebut. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan protein pada daging sapi atau ayam, yang biasanya berkisar antara 20-30%.
Selama ini, serangga dianggap sebagai makhluk pengganggu, kini dipertimbangkan sebagai sumber protein alternatif yang dapat membantu mengatasi masalah malnutrisi dan stunting. Kemudian muncul pertanyaan, mengapa harus serangga?
Selain, serangga memiliki protein, mungkin mudah ditemukan di berbagai daerah, bahkan sering dianggap sebagai hama yang merugikan petani. Sebagai contoh, petani padi di beberapa wilayah Indonesia mengalami kerugian akibat serbuan belalang, yang menjadi masalah serius bagi mereka.
Di sisi lain, Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH Miftahul Huda, menyatakan bahwa dalam Islam hanya belalang yang halal, sementara serangga lainnya umumnya dianggap haram. Pemilihan serangga untuk konsumsi harus melalui kajian ilmiah agar tidak menimbulkan masalah di masa depan.
Sementara itu, ahli gizi Tan Shot Yen menentang rencana memasukkan serangga dalam menu MBG. Ia menyebutkan bahwa hal tersebut tidak etis dan dapat merusak nafsu makan anak-anak. Ia menyarankan pemerintah untuk memilih sumber protein lain, seperti telur, ayam, atau ikan, serta mengingatkan pentingnya keamanan pangan.
Namun, selera makan masyarakat sangat bervariasi di setiap daerah. Masyarakat Jawa Tengah dan Yogyakarta cenderung menyukai makanan yang lebih manis, seperti gudeg dan tempe bacem, sementara orang Jawa Timur lebih menyukai rasa gurih dan pedas, seperti rawon dan rujak cingur.
Memahami Budaya Lokal
Program MBG yang diluncurkan Presiden Prabowo Subianto pada 6 Januari 2025 bertujuan mengurangi malnutrisi dan stunting di Indonesia dengan memberikan makanan bergizi gratis kepada balita, anak-anak, ibu hamil, dan ibu menyusui. Targetnya, akhir 2025, semua anak di Indonesia akan mendapatkan akses makanan bergizi. Program ini juga mendukung kualitas pendidikan dengan menyediakan makanan sehat di sekolah untuk meningkatkan konsentrasi dan partisipasi siswa.
Menurut penelitian Rozin et al. (2008), manusia cenderung merasa jijik terhadap makanan yang belum dikenal dan dianggap tidak wajar. Hal ini menjadi tantangan besar dalam memperkenalkan serangga sebagai makanan.
Makanan bukan hanya sekadar kebutuhan biologis bagi manusia, tetapi memiliki peran penting dalam kehidupan. Bahkan banyak budaya, jenis makanan yang dikonsumsi tidak hanya berfungsi untuk memenuhi kebutuhan gizi, sebaliknya bagian dari nilai-nilai yang diturunkan dari generasi ke generasi yang harus dijaga keberadaannya. Contohnya, dalam beberapa budaya, makanan tertentu hanya disajikan pada acara-acara khusus atau perayaan besar, artinya makanan tersebut memiliki makna lebih dari sekadar pemenuhan kebutuhan fisik.
Perubahan dalam kebiasaan makan dapat mengguncang stabilitas simbolis. Menurut penelitian Sobal (2004), makanan memiliki kekuatan simbolik yang kuat dalam budaya. Menggantikan bahan makanan tradisional dengan serangga dapat bisa saja menimbulkan konflik identitas.
Makanan tradisional Indonesia tidak hanya kaya akan cita rasa, tetapi juga memiliki kandungan gizi yang baik untuk kesehatan. Berbagai makanan khas dari berbagai daerah di Indonesia mengandung nutrisi penting seperti protein, serat, vitamin, dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh.
Namun, implementasi program MBG seringkali terhambat oleh kurangnya pemahaman masyarakat tentang pentingnya konsumsi makanan lokal yang bergizi. Partisipasi masyarakat juga penting agar makanan yang disediakan sesuai dengan preferensi mereka. Misalnya, di Papua, masyarakat lebih memilih makanan berbasis umbi-umbian daripada nasi, sementara di Minangkabau, cita rasa pedas lebih disukai.
Pemanfaatan serangga sebagai sumber protein dalam Program MBG, salah satu langkah inovatif. Namun, pemerintah perlu memberikan penjelasan mengenai serangga sebagai alternatif sumber protein, sambil tetap menghormati norma agama dan budaya. Misalnya memberikan informasi tentang serangga yang diizinkan menurut fatwa MUI. Sebelum serangga dapat dimasukkan dalam MBG, riset yang mendalam mengenai keamanan pangan, terutama terkait kesehatan, perlu dilakukan untuk mengurangi kekhawatiran ahli gizi dan masyarakat umum tentang keamanannya.
Fathurozipegawai Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang
Bamsoet menuturkan Pemuda Pancasila mendukung Program Ketahanan Pangan dan Program Makan Bergizi Gratis yang dilaksanakan Presiden Prabowo Subianto. [420] url asal
Anggota DPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila Bambang Soesatyo (Bamsoet) menuturkan Pemuda Pancasila mendukung penuh Program Ketahanan Pangan dan Program Makan Bergizi Gratis yang dilaksanakan oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Ketahanan pangan merupakan faktor kunci dalam mencapai kesejahteraan masyarakat dan pembangunan ekonomi berkelanjutan.
Mengedepankan kesejahteraan dan kesehatan masyarakat, program tersebut diharapkan dapat menjadi bagian integral dari strategi pembangunan nasional yang lebih luas. Hal itu diungkapkan olehnya saat penutupan Musyawarah Pimpinan Paripurna (MPP) Pemuda Pancasila se-Indonesia di Medan, Selasa (14/1/2025) malam
"Dalam era globalisasi dan perubahan iklim yang semakin ekstrem, ketahanan pangan tidak hanya berkaitan dengan ketersediaan pangan, tetapi juga aksesibilitas, ketersediaan nutrisi yang bergizi, serta keberlanjutan sumber daya alam. Pendekatan terpadu yang melibatkan berbagai sektor, mulai dari pertanian, kesehatan, hingga pendidikan, sangat diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan komitmen yang kuat dari pemerintah dan partisipasi aktif dari masyarakat, ketahanan pangan di Indonesia akan terwujud, yang pada akhirnya akan mendukung pembangunan bangsa secara keseluruhan," ujar Bamsoet dalam keterangan, Rabu (15/1/2025).
Bamsoet menjelaskan, mewujudkan ketahanan pangan sangat penting untuk mendukung stabilitas ekonomi. Sektor pertanian merupakan salah satu pilar utama perekonomian Indonesia, memberikan kontribusi signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan penyerapan tenaga kerja.
Menurut data Kementerian Pertanian, sektor pertanian mampu menyerap lebih dari 28% dari total angkatan kerja di Indonesia. Jika ketahanan pangan dapat ditingkatkan, maka sektor pertanian akan mampu meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani, serta memperkuat perekonomian lokal dan nasional.
"Ketahanan pangan juga berkontribusi pada kesehatan masyarakat. Pangan yang bergizi dan aman adalah hak dasar setiap individu. Kurangnya akses terhadap pangan yang berkualitas dapat menyebabkan masalah kesehatan serius, seperti stunting dan malnutrisi. Data dari Kementerian Kesehatan di tahun 2023, menunjukkan bahwa sekitar 21,5% anak balita di Indonesia mengalami stunting. Karena itu, dengan ketahanan pangan dan pemberian makan bergizi gratis diharapkan dapat meningkatkan status gizi masyarakat dan kualitas hidup secara keseluruhan," ungkap Bamsoet.
Dia menambahkan, untuk mencapai ketahanan pangan, diperlukan berbagai upaya kolaboratif dari pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta. Pemerintah harus meningkatkan investasi di sektor pertanian, mengembangkan infrastruktur pertanian, serta memfasilitasi akses petani terhadap teknologi modern dan informasi pasar.
Program-program pertanian berkelanjutan, seperti pertanian organik dan agroforestry, juga harus didorong untuk meningkatkan produktivitas tanpa mengorbankan lingkungan.
"Selain itu, diversifikasi sumber pangan sangat penting untuk mengurangi ketergantungan pada satu jenis pangan. Misalnya, mengembangkan potensi pangan lokal seperti umbi-umbian dan sayuran dapat membantu memperkuat ketahanan pangan, sambil meningkatkan keberagaman gizi dalam pola makan masyarakat," tutup Bamsoet.
Simak juga Video: IDI Dukung Program 'Makan Bergizi Gratis' Prabowo-Gibran
Kelompok ibu hamil, ibu menyusui dan balita juga masuk dalam penerima makan bergizi gratis yang mulai diberikan pada Jumat (10/1/2025). Salah satu lokasi yang menjadi tempat pemberian makan bergizi gratis yakni, di Kawasan Ciracas Jakarta Timur.
Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Prita Laura menyebutkan program makan bergizi gratis tidak hanya tersedia bagi anak sekolah, tapi juga bagi balita, ibu hamil, dan ibu menyusui yang disalurkan lewat posyandu untuk memenuhi kebutuhan gizi anak di masa emas.
"Lewat posyandu ini, kita ingin memastikan MBG diterima anak sejak mereka berada di masa golden age, agar terhindar dari ancaman stunting, obesitas, dan dampak malnutrisi lainnya," kata Prita dalam keterangan resminya dikutip dari ANTARA, Jumat (10/1).
Kelompok balita, ibu hamil dan ibu menyusui dijadwalkan diberikan satu kali dalam seminggu untuk masa awal berjalannya program ini. Ke depannya, kelompok balita, ibu hamil dan ibu menyusui akan mendapatkan paket MBG setiap hari.
Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang sudah beroperasi untuk pemberian kepada balita dan ibu hamil serta menyusui ini salah satunya adalah SPPG Ciracas.
Sejumlah Posyandu yang dilayani SPPG Ciracas, di antaranya Posyandu Anyelir dan Dahlia dengan detail di Posyandu Anyelir ada 4 ibu hamil, 3 ibu menyusui dan 23 balita yang menjadi penerima paket MBG.
Sedangkan di Posyandu Dahlia, tercatat sebanyak 10 ibu hamil, 9 ibu menyusui, dan 26 balita, total 45 paket MBG yang diberikan.
"Secara keseluruhan, SPPG Ciracas ini menyiapkan 300 paket MBG khusus yang disebar ke tujuh posyandu," katanya.
Ahli Gizi SPPG memastikan angka kecukupan gizi dari menu yang disajikan sesuai petunjuk teknis. Ketentuan yang harus dipenuhi adalah kandungan karbohidrat untuk ibu hamil dan ibu menyusui sedikitnya 200 gram per porsi makanan. Sedangkan untuk balita kandungan karbohidratnya cukup 100 sampai 120 gram.
"Program Presiden Prabowo Subianto ini adalah langkah strategis mewujudkan SDM unggul. Kualitas gizi merupakan kunci utama menciptakan sumber daya manusia yang unggul itu," kata Prita.
Mendukbangga Wihaji optimistis anggaran program makan bergizi gratis Rp 10 ribu per orang per hari cukup untuk penuhi kebutuhan gizi masyarakat. [341] url asal
Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga) dan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Wihaji optimistis anggaran program makan bergizi gratis (MBG) sebesar Rp 10 ribu per orang setiap hari masih cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Sebelumnya Presiden Prabowo mengumumkan anggaran MBG yang semula Rp 15 ribu, turun menjadi Rp 10 ribu.
Penurunan anggaran disebut terjadi karena beberapa faktor. Salah satunya adalah penyesuaian terhadap kondisi ekonomi dan kapasitas fiskal negara.
Wihaji menuturkan bahwa dirinya sebagai Mendukbangga akan memaksimalkan jatah anggaran tersebut untuk MBG. Oleh karena itu, dirinya yakin anggaran MBG sebesar Rp 10 ribu sudah cukup memberikan makanan yang bergizi tinggi untuk masyarakat.
"Kalau itu kan memang sudah diputuskan kita selaku menteri wajib untuk ikut kalau itu kan sudah negara kalau negara itu apapun keputusan pemerintah pusat kita akan jalankan ya," kata Wihaji ketika ditemui awak media di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Kamis (5/12/2024).
"Optimis ya pasti optimis (memenuhi gizi)," tandasnya.
MBG merupakan program pemerintah yang rencananya akan menyediakan makanan secara gratis untuk kelompok masyarakat tertentu, seperti anak sekolah hingga ibu hamil.
Program ini oleh pemerintah disebut dilakukan untuk meningkatkan status gizi, pertumbuhan, perkembangan, serta mengurangi angka malnutrisi di Indonesia.