Ombudsman RI menilai penanggung jawab program Makan Bergizi Gratis (MBG) belum jelas. Belum ada laporan keracunan, namun program masih dalam uji coba. [440] url asal
Ombudsman Republik Indonesia (RI) menilai, penanggung jawab program Makan Bergizi Gratis (MBG) masih belum jelas, baik di tingkat pusat maupun daerah. Namun begitu, belum tercatat laporan masyarakat yang diterima Ombudsman terkait penyelenggaraan MBG.
"Belum, ini belum (ada laporan) karena kita lihat ini kan, program ini masih belum berjalan seperti harapan ya kan. penanggung jawab utama siapa? Kemudian di daerah siapa?" kata Ketua Ombudsman RI, Mokhammad Najih, kepada wartawan di Gedung Pusat Ombudsman, Jakarta, Rabu (22/1/2025).
Meski begitu, Najih mengatakan pihaknya akan terus memberi masukan kepada penyelenggara MBG untuk memastikan proses tersebut menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pasalnya, program prioritas Presiden Prabowo Subianto ini juga dikabarkan turut melibatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
"Kita juga berikan beberapa saran terkait dengan penyelenggaraan Makan Bergizi Gratis, ini sebenarnya bagaimana alur penggunaan penyelenggaraan ini apakah sepenuhnya APBN? ataukah juga menggunakan APBD? karena kita dengar juga di daerah kan diminta refocusing untuk beberapa persen APBD-nya ke dukungan untuk makan siang gratis. Jadi memang ini masih proses ya," terangnya.
Najih mengatakan, program MBG di beberapa daerah masih dalam tahap uji coba. Berkenaan dengan hal tersebut, Ombudsman juga akan memberikan pendampingan untuk memastikan MBG sesuai dengan harapan yang dicanangkan.
Ketika disinggung temuan kasus keracunan dari program MBG, Najih juga mengaku belum menerima laporan masyarakat. Menurutnya, kasus keracunan akibat MBG merupakan kejadian yang tidak disengaja.
"Keadaan yang tidak disengaja barangkali, ya, mungkin. Meskipun di situ ada juga aspek-aspek yang potensi ada karena kelalaian pihak pengolah bahan, ini mungkin masaknya kurang matang atau bagaimana, itu kami belum mengetahui secara detailnya," tutupnya.
Diketahui sebelumnya, puluhan siswa SDN Dukuh 3, Sukoharjo, Jawa Tengah, diduga keracunan usai menyantap paket MBG. Adapun 40 anak mengalami mual dan muntah-muntah itu sudah ditangani dan telah dalam kondisi membaik.
Kepala Komunikasi Presiden, Hasan Nasbi menyebut, Para siswa itu diduga muntah setelah memakan ayam yang dimarinasi.
"Ada kejadian di salah satu sekolah yang dilayani oleh SPPG di Sukoharjo. 40 anak yang memakan ayam yang dimarinasi mengalami mual dan muntah-muntah. Anak-anak ini sudah ditangani dan diobati di puskesmas terdekat dan keadaannya sudah kembali membaik," kata Hasan kepada wartawan, Kamis (16/1).
Sementara itu, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana mengatakan, kejadian tersebut merupakan masalah tersebut terjadi karena human error. Ia menekankan, tidak ada pelanggaran SOP dalam kejadian tersebut.
"Nggak ada (pelanggaran SOP), hanya kesalahan teknis. Semua sudah diselesaikan, hanya human error yang sudah terjadi dan sudah diatasi," kata Dadan seusai rapat terbatas di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (17/1).
Dadan menambahkan, para siswa yang mengalami keracunan telah ditangani dan kembali bersekolah. Dia pun memastikan pihaknya telah melakukan penanggulangan agar insiden serupa tidak terjadi lagi.
Pemerintah yakin bahan pangan program Makan Bergizi Gratis bisa dipenuhi dari produksi dalam negeri. Ribuan koperasi dan berbagai Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) siap memasok bahan pangan produksi dalam negeri untuk Makan Bergizi Gratis.
Hal ini disampaikan Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi dan juga Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Yandri Susanto usai melakukan Rapat Terbatas di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat.
Budi Arie mengatakan saat ini sudah ada sekitar 1.923 koperasi yang siap memasok bahan pangan untuk Makan Bergizi Gratis. Mulai dari telur hingga susu akan ikut disiapkan koperasi di seluruh Indonesia.
"Kita siap berkontribusi dalam penyelenggaraan Makan Bergizi Gratis. Ada datanya kok, itu termasuk koperasi telur berapa, kooperasi sayur, beras, kooperasi ikan, susu dan sebagainya," ujar Budi Arie usai menghadiri Rapat Terbatas di Istana Kepresidenan Bogor, Jumat (3/1/2025).
Budi Arie menegaskan Presiden Prabowo Subianto ingin agar bahan baku Makan Bergizi Gratis dipasok tanpa melakukan impor, semua bisa dipenuhi dari dalam negeri.
"Jadi arahan Presiden bahan bakunya harus dari Indonesia, dari desa, sehingga bisa menggerakkan ekonomi masyarakat. Bukan impor, nah bahan bakunya bukan impor," terang Budi Arie.
Sementara itu, Yandri Susanto mengungkapkan kebutuhan Makan Bergizi Gratis akan ikut dipasok oleh BUMDES. Dia mengatakan sudah banyak sekali desa-desa yang memiliki spesifikasi BUMDES yang memproduksi komoditas khusus. Mulai dari bahan pangan padi, jagung, hingga buah-buahan.
"Ada desa yang memproduksi padi, nanti ada desa jagung, ada desa ikan nila, ada desa melon, dan lain sebagainya. Jadi kita akan menyukseskan makan siang bergizi," kata Yandri.
"Arahan Bapak Presiden, makan siang bergisi itu melalui kerjasama dengan kooperasi BUMDES, seharusnya dan sepatutnya bahan bakunya dari desa," sambung Yandri.
Di sisi lain, dia menambahkan dari Dana Desa senilai Rp 71 triliun ada sekitar 20% yang digunakan untuk urusan ketahanan pangan. Nah dari dana ketahanan pangan itu, bila dirinci kembali ada juga yang diarahkan untuk membantu menyukseskan Makan Bergizi Gratis. Sayangnya, Yandri enggan menjelaskan peruntukkannya.
"Untuk ketahanan pangan makan siang bergizi itu dari Dana Desa, tadi saya sampaikan, saya laporkan 20% dari Rp 71 triliun Dana Desa tahun 2025 untuk ketahanan pangan," beber Yandri.
Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait (Ara) belum lama ini bertemu dengan delegasi World Bank. Pertemuan ini bermaksud untuk mencari peluang kerja sama dalam mewujudkan target Program 3 Juta Rumah.
"Jika hanya mengandalkan APBN, kami hanya mampu membangun rumah sebanyak 257.000 rumah," ujar Ara dikutip dari keterangan tertulis, Minggu (15/12/2024).
Ara mengatakan Kementerian PKP bukan kementerian teknis saja, tetapi juga strategis. Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah inovatif yang menggabungkan aspek teknis dan rencana strategis untuk program tersebut.
"Karena jika teknis saja kami akan gagal karena berdasarkan anggaran kami hanya mampu membangun tidak sampai 300.000 rumah, sementara target kami dari Bapak Presiden adalah tiga juta rumah. Jadi kami harus mengombinasikan antara teknis dan strategis untuk mencapai target tersebut," katanya.
Kemudian, Wakil Menteri PKP Fahri Hamzah juga menyebutkan pentingnya masyarakat memiliki rumah. Hal ini lantaran industri perumahan memiliki efek positif ke berbagai sektor lainnya.
"Selain itu, Kementerian PKP juga diminta membuat skema untuk melibatkan usaha kecil di desa-desa agar pelaku usaha juga dapat terlibat secara lebih masif dalam gerakan penyelenggaraan perumahan dan permukiman," ucap Fahri.
Di sisi lain, Country Director for Indonesia and Timor-Leste, East Asia and Pacific World Bank Carolyn Turk menyinggung soal pentingnya melibatkan berbagai pihak dalam upaya merealisasikan Program 3 Juta Rumah. Pihak tersebut merupakan stakeholder baik sektor publik, sektor privat, bisnis domestik maupun bisnis internasional.
"Kami yakin sangat penting untuk menggunakan seluruh elemen ini, karena Program Tiga 3 Rumah merupakan program yang sangat luar biasa dan tidak mungkin dapat dilakukan hanya oleh sektor publik atau pemerintah," tuturnya.
Carolyn menjelaskan bentuk dukungan World Bank yang dapat disediakan berupa pinjaman atau permodalan. Selain itu, juga ada kerja-kerja analitis untuk menyelesaikan dan mengonsolidasikan semua isu data baik pengumpulan, pengkajian, serta dalam merumuskan pertanyaan-pertanyaan yang relevan untuk menjawab berbagai persoalan untuk mewujudkan target.
"Kerja-kerja analitis ini juga termasuk penyusunan serta penetapan target dan sasaran penerima manfaat dari program ini. Selain itu, juga analitis dalam penyusunan sistemnya, karena ketika ada proses desentralisasi yang juga melibatkan dengan pemerintah daerah, maka terdapat sistem untuk proses monitoring dan evaluasi dalam pelaksanaannya," ujar Carolyn.
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini
Pemerintahan Prabowo berencana membentuk Kementerian Perumahan. Pengamat properti menyoroti masalah-masalah perumahan yang perlu diatasi Menteri Perumahan. [762] url asal
Pemerintahan era Presiden Terpilih Prabowo Subianto mendatang dikabarkan akan membentuk Kementerian Perumahan. Kemungkinan tersebut ini diperkuat dengan pernyataan Ketua Satgas Perumahan, Hashim Djojohadikusumo yang mengatakan politikus Gerindra, Maruarar Sirait akan menjadi Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) dan Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah sebagai wakilnya.
Menanggapi hal itu, Pengamat properti dari Indonesia Property Watch Ali Tranghanda berpesan agar menteri baru nantinya mendengarkan masukan dari asosiasi-asosiasi pelaku industri untuk memahami permasalahan di bidang perumahan. Menurutnya, persoalan perumahan termasuk masalah yang kompleks.
"Menteri ini harus lebih banyak mendengarkan masukan dari pelaku bisnis, asosiasi, (dan) siapapun) itu untuk memahami permasalahannya lebih komprehensif. Karena memang kan perumahan ini sangat kompleks dan lintas kementerian," ujar Ali kepada detikProperti, Jumat (18/10/2024).
Ali menyoroti sejumlah masalah yang perlu dihadapi Kementerian Perumahan. Ia pun menyebutkan sederet rumusan masalah yang perlu diatasi oleh Menteri Perumahan, salah satunya jumlah kuota Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang terbatas.
"Banyak masalah misalkan kuota FLPP yang setiap tahun selalu habis. Meskipun ada kemungkinan katanya Prabowo mau naikan jadi 300 unit rumah," katanya.
Kemudian, ia menyebut pajak-pajak di sektor perumahan sangat tinggi. Penetapan pajak tidak bisa diputuskan oleh Menteri Perumahan saja, tetapi harus ada koordinasi dengan Menteri Keuangan.
Ali juga membahas soal ketersediaan lahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), mengingat harga tanah semakin melonjak. Ia pun menyarankan ada koordinasi dengan Bank Tanah yang saat ini pelaksanaannya belum optimal.
Demikian juga pelaksanaan Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3). Ali menilai pelaksanaan badan ini perlu lebih dioptimalkan.
Kemudian, masyarakat menengah di perkotaan juga butuh diperhatikan soal pengadaan rumah. Misalkan di Kota Jakarta, masyarakat kelas menengah seakan terabaikan karena pemerintah fokus pada pengadaan rumah untuk MBR.
Padahal, masyarakat menengah juga perlu diadakan hunian, termasuk bagi kaum Milenial dan Gen Z.
"Masalah lagi kaum menengah perkotaan yang kita lihat banyak market gap. Jadi kota-kota besar itu belum ada hunian yang betul-betul untuk kaum menengah," tuturnya.
Lebih lanjut, Ali menyoroti soal pembiayaan pengadaan perumahan. Menurutnya, sumber dana dari Kementerian Perumahan tidak bisa hanya mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Yang penting masalah pembiayaan kalau sama APBN sangat nggak kuat, APBN kita nggak kuat juga. Mau naikin porsinya mungkin tapi ambil dananya dari mana? Makanya perlu lembaga-lembaga atau dana abadi," imbuhnya.
Ia menyebut perlu adanya lembaga pembiayaan perumahan berupa dana abadi. Sebab, pembangunan perumahan akan terkendala tanpa pembiayaan yang tepat.
"Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat) itu masih banyak konflik, banyak polemik tapi mesti memang ada lembaga pembiayaan perumahan jangka panjang yang itu mesti dibentuk kayak di Singapura, Central Provident Fund, itu harusnya seperti itu. Kita bisa belajar ke sana. Karena tanpa pembiayaan jangka panjang, ini akan terkendala juga pembangunan rumah rakyat," jelasnya.
Selanjutnya, ia mengatakan perlu ada perubahan undang-undang untuk Pemerintah Daerah (Pemda). Menurutnya, dibutuhkan harmonisasi undang-undang yang mendukung Pemda mengurus perumahan rakyat di daerahnya masing-masing.
"Saat ini perumahan rakyat bukan domainnya Pemda. Sebelumnya, menurut saya itu harusnya ada di Pemda. Undang-undang Pemda-nya tidak mendukung itu. Perlu ada harmonisasi di antara undang-undang dan peraturan, sehingga Pemda juga ikut aktif fokus terhadap daerahnya masing-masing, karena saat ini masih fokusnya di pusat," terangnya.
Ali mengatakan pemerintah perlu mempercepat dan mewujudkan perumahan rakyat. Salah satunya dengan berkolaborasi dengan berbagai pihak, baik kementerian, badan, serta asosiasi-asosiasi pelaku industri.
"Kita perlu percepatan karena untuk penyediaan perumahan rakyat ini agar sedikit terlambat, tapi bukan tidak mungkin. Perlunya kebijakan-kebijakan yang betul-betul bisa menyelesaikan masalahnya tanpa merusak bisnis masing-masing (pelaku industri)," pungkasnya.
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini