Dosen sekaligus ahli gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga (Unair) Mahmud Aditya Rifqi S Gz MSi PhD soroti biaya program makan bergizi gratis (MBG). Apa katanya?
Sebagai informasi, pemerintah Indonesia mencanangkan biaya MBG sebesar Rp 10 ribu per porsi. Kebijakan ini kemudian menuai kontroversi di masyarakat.
Menurut Mahmud kebijakan ini pasti sudah melewati berbagai pertimbangan. Alih-alih menyalahkan, besaran biaya ini harus dilihat sebagai tantangan.
"Perubahan itu justru akan memberikan tantangan terutama pada ahli gizi untuk dapat memberikan menu yang memiliki nilai gizi baik dengan biaya yang terbatas," katanya dikutip dari rilis di laman Unair, Jumat (20/12/2024).
Bahan Pangan Lokal Bisa Jadi Solusi
Untuk menjawab tantangan ini, Mahmud memberikan saran agar pemerintah menggunakan bahan pangan lokal. Bahan pangan lokal menurutnya lebih terjangkau namun kandungan gizinya tidak kalah dengan bahan pangan konvensional.
Meski gratis, MBG harus menjadi makanan komplit yang bergizi seimbang. Sehingga diperlukan perhatian terhadap pembagian porsi, zat gizi, dan komposisi.
"Umumnya dalam satu piring yang paling mahal adalah protein. Hal ini dapat disiasati dengan menggunakan bahan pangan lokal contohnya seperti menggunakan protein dari ikan," jelasnya.
Banyak ikan air tawar lokal memiliki potensi menjadi sumber protein yang nilainya tidak kalah dengan ayam dan daging. Seperti ikan nila, gurami, dan lele.
"Nila, gurami dan lele menjadi opsi yang bagus dengan melimpahnya komoditas tersebut di masyarakat, sehingga memiliki harga yang terjangkau serta mudah didapatkan," imbuhnya.
Selanjutnya dari bahan nabati, Mahmud menyarankan penggunaan kacang-kacangan. Contohnya kacang hijau dan kacang merah beserta produk olahannya.
Mahmud menyatakan kini Indoensia sudah banyak mengembangkan kacang edamame hingga penggunaan kedelai lokal sebagai bahan dasar tempe dan tahu. Kedua kacang itu memiliki kandungan protein yang baik.
Pengembangan Bahan Pangan Lokal Masih Minim
Perbedaan yang mencolok antara bahan pangan konvensional dan lokal memang berada di nilai ekonomis. Sebagai ahli gizi, Mahmud justru memberikan perhatian pada perlakuan bahan selama proses pengolahan.
Bahan pangan lokal pada dasarnya mudah didapatkan. Sehingga tidak perlu diawetkan dan lebih aman untuk dikonsumsi.
"Semakin panjang prosesnya maka butuh banyak perlakukan dan pengawetan. Sedangkan pangan lokal yang ada di sekitar kita masih segar dan tidak perlu banyak perlakuan dan pengawetan sehingga dapat meminimalisir penggunaan pengawet dan penurunan zat gizi," ungkap Mahmud.
Sayangnya dalam hal pengembangan hingga saat ini masyarakat masih awam terkait bahan pangan lokal. Untuk itu diperlukan sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan akademisi dalam meningkatkan penggunaan bahan pangan lokal.
Mengingat ini juga bisa digunakan dalam program makan bergizi gratis. Tetapi bergizi walaupun dananya terjangkau.
Diperlukan promosi masif untuk dapat menjangkau berbagai kalangan masyarakat. Dari sisinya sebagai akademisi, Mahmud menilai diperlukan proses penyampaian hasil penelitian kepada masyarakat.
"Kelanjutan dari paper, artikel dan jurnal ini perlu diperhatikan, tidak hanya menjadi tulisan belaka namun perlu direalisasikan untuk dapat menjadi suatu produk di masyarakat," tutupnya.
Menteri PKP Maruarar Sirait menyoroti kualitas air di Huntap Cianjur. Air berbau dan kuning, solusi penyediaan air bersih segera disiapkan. [417] url asal
Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait soroti kualitas air untuk penyintas gempa Cianjur yang direlokasi ke hunian tetap (Huntap) di Desa Babakan Karet, Kecamatan Cianjur.
Pasalnya air yang disedot dari tanah menggunakan pompa berwarna kuning, berbau, dan sesekali berbuih.
Maruarar mengatakan dalam kunjungannya ke Huntap di Desa Babakan Karet, dirinya berdialog langsung dengan warga dan mengecek kondisi air yang dikeluhkan warga.
Maruarar sempat mengeluarkan nada tinggi saat menanyakannya penyebab kondisi air dan solusi agar air bisa layak pada dinas terkait, kontraktor, hingga Dirjen Perumahan Kementerian PUPR.
Bahkan Kepala Dinas Perkim Cianjur Cepi sempat diminta Maruarar agar mengecek sendiri kondisi air di Huntap penyintas gempa yang direlokasi.
"Tadi sudah dicek, pa Pj Bupati Cianjur juga melihat langsung. Kita sepakat airnya itu memang kuning. Dan tadi saya tanyakan apakah mau untuk mengkonsumsi atau menggunakannya, tidak mau," kata dia saat ditemui usai kunjungan ke Huntap Babakankaret, Kamis (21/11/2024).
Dia menyebut pada akhirnya didapati solusi, dimana Kementerian PUPR dan Pemkab menyiapkan anggaran untuk penyediaan air bersih.
"Dari Kementerian akan menyiapkan anggaran, Pemkab Cianjur segera mengusulkan. Dari Pemkab juga tadi akan disepakati menyiapkan anggaran untuk penyediaan air bersih. Jadi sudah disiapkan solusi," kata dia.
Sementara itu, Nurul Aisyah (24), penghuni Huntap Babakankaret, mengatakan sejak awal pindah kondisi air di Huntap kurang bagus.
"Warnanya kuning dan berbau. Jadi hanya dipakai mandi, itupun kadang jadi bikin kulit merah dan gatal. Sumur bor juga dangkal, padahal ini bekas rawa harusnya lebih dalam sumurnya biar jernih," kata dia.
"Saya harap setelah pak menteri datang memang akan diperbaiki untuk urusan air. Supaya tidak harus selalu beli untuk air bersih," pungkasnya.