Penghuni cluster Setia Mekar Residence mengaku tak memberi tahu calon penghuni bahwa lahannya perumahan itu bermasalah saat bertransaksi. Halaman all [482] url asal
JAKARTA, KOMPAS.com - Developer cluster Setia Mekar Residence 2 berinisial AB dilaporkan ke Polres Metro Bekasi dengan nomor registrasi LP/B/664/II/2025/SPKT/POLRES METRO BEKASI/POLDA METRO JAYA, Senin (17/2/2025).
AB dilaporkan oleh empat penghuni cluster berinisial V, I, L, dan N atas dugaan penipuan dan penggelapan jual-beli tanah dan bangunan di cluster tersebut pada 2020.
Menurut kuasa hukum keempat pelapor, Kurdi, AB tak memberi tahu calon penghuni bahwa lahannya perumahan itu bermasalah saat bertransaksi.
Pengembang juga meyakinkan para pelapor bahwa lokasi cluster strategis dan cocok untuk membuka usaha.
Kecurigaan pelapor terhadap developer muncul ketika tidak dilibatkan selama proses peralihan surat tanah. Bahkan, mereka tidak dilibatkan ketika eksekusi dilakukan.
"Klien kami tidak diikutsertakan untuk proses (peralihan surat), pihak developer yang melakukan proses untuk perubahan itu," ungkap Kurdi, saat dikonfirmasi, Rabu (19/2/2025).
Diketahui, sejumlah rumah dan ruko di lingkungan cluster tersebut dieksekusi oleh Pengadilan Negeri Cikarang Kelas II dengan dasar hasil gugatan yang diajukan seorang bernama Mimi Jamilah.
Meski demikian, para terlapor tetap mengantongi dokumen dan sertifikat yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bekasi.
Rinciannya, tiga dokumen Hak Guna Bangunan (HGB) dan dua Sertifikat Hak Milik (SHM) untuk dua ruko dan empat rumah.
Kurdi mengungkapkan, keempat kliennya telah melunasi angsuran. Namun, mereka mengalami kerugian atas transaksi ini. Kerugian ditaksir mencapai Rp 700 juta hingga Rp 1 miliar.
"Sudah lunas semua. Sertifikat yang dimiliki oleh klien kami itu bukan palsu," jelas Kurdi.
Kompas.com telah mengirim pesan singkat dan menghubungi terlapor. Namun, hingga kini belum ada respons dari terlapor atas upaya konfirmasi pelaporan ini.
Sebelumnya diberitakan, sebanyak 14 penghuni Cluster Setia Mekar Residence 2, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, dihadapi ketidakpastian setelah Pengadilan Negeri Cikarang Kelas II mengeksekusi lahan pada Kamis (30/1/2025).
Eksekusi lahan merujuk putusan Pengadilan Negeri Bekasi dengan nomor 128/PDT.G/1996/PN.BKS tanggal 25 Maret 1997.
Obyek pengosongan berupa 27 bidang tanah seluas 3.100 meter persegi yang terdiri dari rumah dan ruko di lingkungan Cluster Setia Mekar Residence 2.
Di sisi lain, langkah pengosongan tersebut menyisakan tanda tanya besar dari penghuninya. Pasalnya, warga dipaksa angkat kaki dari rumahnya sendiri meskipun memiliki surat hak milik (SHM).
Penghuni cluster Setia Mekar Residence mengaku tak memberi tahu calon penghuni bahwa lahannya perumahan itu bermasalah saat bertransaksi. Halaman all [482] url asal
JAKARTA, KOMPAS.com - Developer cluster Setia Mekar Residence 2 berinisial AB dilaporkan ke Polres Metro Bekasi dengan nomor registrasi LP/B/664/II/2025/SPKT/POLRES METRO BEKASI/POLDA METRO JAYA, Senin (17/2/2025).
AB dilaporkan oleh empat penghuni cluster berinisial V, I, L, dan N atas dugaan penipuan dan penggelapan jual-beli tanah dan bangunan di cluster tersebut pada 2020.
Menurut kuasa hukum keempat pelapor, Kurdi, AB tak memberi tahu calon penghuni bahwa lahannya perumahan itu bermasalah saat bertransaksi.
Pengembang juga meyakinkan para pelapor bahwa lokasi cluster strategis dan cocok untuk membuka usaha.
Kecurigaan pelapor terhadap developer muncul ketika tidak dilibatkan selama proses peralihan surat tanah. Bahkan, mereka tidak dilibatkan ketika eksekusi dilakukan.
"Klien kami tidak diikutsertakan untuk proses (peralihan surat), pihak developer yang melakukan proses untuk perubahan itu," ungkap Kurdi, saat dikonfirmasi, Rabu (19/2/2025).
Diketahui, sejumlah rumah dan ruko di lingkungan cluster tersebut dieksekusi oleh Pengadilan Negeri Cikarang Kelas II dengan dasar hasil gugatan yang diajukan seorang bernama Mimi Jamilah.
Meski demikian, para terlapor tetap mengantongi dokumen dan sertifikat yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bekasi.
Rinciannya, tiga dokumen Hak Guna Bangunan (HGB) dan dua Sertifikat Hak Milik (SHM) untuk dua ruko dan empat rumah.
Kurdi mengungkapkan, keempat kliennya telah melunasi angsuran. Namun, mereka mengalami kerugian atas transaksi ini. Kerugian ditaksir mencapai Rp 700 juta hingga Rp 1 miliar.
"Sudah lunas semua. Sertifikat yang dimiliki oleh klien kami itu bukan palsu," jelas Kurdi.
Kompas.com telah mengirim pesan singkat dan menghubungi terlapor. Namun, hingga kini belum ada respons dari terlapor atas upaya konfirmasi pelaporan ini.
Sebelumnya diberitakan, sebanyak 14 penghuni Cluster Setia Mekar Residence 2, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, dihadapi ketidakpastian setelah Pengadilan Negeri Cikarang Kelas II mengeksekusi lahan pada Kamis (30/1/2025).
Eksekusi lahan merujuk putusan Pengadilan Negeri Bekasi dengan nomor 128/PDT.G/1996/PN.BKS tanggal 25 Maret 1997.
Obyek pengosongan berupa 27 bidang tanah seluas 3.100 meter persegi yang terdiri dari rumah dan ruko di lingkungan Cluster Setia Mekar Residence 2.
Di sisi lain, langkah pengosongan tersebut menyisakan tanda tanya besar dari penghuninya. Pasalnya, warga dipaksa angkat kaki dari rumahnya sendiri meskipun memiliki surat hak milik (SHM).
Beberapa rumah dan ruko di Cluster Setia Mekar Residence 2, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi terancam digusur oleh juru sita Pengadilan Negeri Cikarang. Eksekusi sebenarnya sudah terjadi pada Kamis (30/1/2025), tetapi belum sampai menghancurkan bangunan.
Warga sudah mengosongkan properti mereka karena listrik dan air di rumah dan ruko tersebut sudah dipadamkan. Mereka mengaku telah memiliki sertifikat hak milik (SHM) yang sah. Saat ini mereka bersama pengembang telah mengajukan gugatan balik ke Pengadilan Negeri Cikarang. Sidang perdana akan digelar pada Senin (17/2/2025) mendatang.
Menanggapi kasus ini, Pengacara Properti Muhammad Rizal Siregar mengatakan sesuai dengan putusan nomor 128/PDT.G/1996/PN.BKS tanah tersebut sah secara hukum menjadi milik Hj. Mimi Jamilah. Adanya penggusuran tersebut serta pemutusan listrik dan air juga tidak menyalahi aturan.
Ia menyarankan langkah yang harus diambil warga dan pemilik ruko untuk mendapatkan haknya kembali adalah meminta ganti rugi dengan pihak pengembang sebagai bentuk pertanggungjawaban. Selain itu, warga juga bisa mengajukan laporan ke kepolisian atas tuduhan penipuan.
"Nah masyarakat itu melakukan suatu upaya untuk meminta ganti rugi kepada pihak developer (pengembang), bukan kepada pihak Mimi Jamilah gitu loh. Nah yang kedua adalah masyarakat bisa membuat pengaduan ataupun laporan kepolisian transaksi jual beli tanah. Itu adalah lingkup dari pasal penipuan. Jadi hubungannya itu bukan masyarakat dengan si pemilik awal Abdul Hamid ini, Mimi Jamila ini, tetapi masyarakat itu (urusannya) dengan developer," kata Rizal saat dihubungi.
Lalu, beberapa warga yang terdampak penggusuran mengungkapkan pihak Hj Mimi Jamilah sempat menawarkan kepemilikan lahan properti mereka jika bersedia membayar Rp 2,5 juta per meter. Jika setuju, bangunan mereka tidak akan digusur.
Menurut Rizal, hal seperti itu mungkin saja terjadi. Namun, ia menyarankan agar warga tidak mengambil tawaran tersebut. Sebab, warga tidak punya hak untuk membeli lahan tersebut dan yang seharusnya dilakukan adalah menyelesaikan masalah dengan pengembang terlebih dahulu. Selain itu, izin mendirikan bangunan (IMB) didaftarkan atas nama pengembang, bukan pihak Hj. Mimi Jamilah. Dikhawatirkan ke depannya akan ada masalah lain apabila urusan dengan pengembang tidak selesai.
"Kalaupun dari pihak ahli waris itu menentukan bayaran terhadap tanah yang dieksekusi, saya memberikan satu pendapat. Kalau memang warga itu tidak punya hak untuk membayar kepada keluarganya Abdul Hamid. Karena posisi transaksi jual-beli warga itu kepada developer," jelas Rizal.
Lalu, menurut Pengamat Properti yang juga Direktur Global Asset Management Steve Sudijanto mengatakan yang harus dilakukan adalah menulusuri awal mula transaksi dan status kepemilikan lahan tersebut, termasuk sengketa yang mungkin pernah terjadi.
"Harus ditelusuri dari awal, diinvestigasi, dan diverifikasi proses akuisisinya itu. Kalau itu terjadi pelanggaran hukum atau pidana, jadi developer ini harus bertanggung jawab atas kisruhya," ujar Steve.
Saat menghadapi kasus seperti itu, menurutnya pemutusan listrik dan air tidak dapat dilakukan karena kasus gugatan balik masih berlangsung.
"Karena hukum masih dalam proses, belum diputuskan oleh pengadilan. Jadi pihak yang mematikan atau pihak PLN itu wajib memberikan pelayanan publik yaitu menyalurkan listrik. Karena gugatan ini belum diputuskan pengadilan," lanjutnya.
Steve menyarankan kepada warga perumahan untuk segera mencari bantuan hukum seperti kepada pengacara untuk memperjuangkan hak mereka di pengadilan.
Agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi di tempat lain, menurutnya lebih baik membeli rumah di pengembang yang telah memiliki reputasi yang bagus. Meskipun harganya lebih mahal, tetapi status kepemilikannya bisa terjamin.
"Saya sih usulkan beli dari developer yang sudah mempunyai track record yang baik lah karena membeli rumah itu adalah fix asset yang sifatnya investasi jangka panjang. Jangan terburu nafsu, jangan terburu-buru membeli properti yang murah, tapi terus ya endingnya rumit gitu," tuturnya.
Cluster Setia Mekar Residence 2 merupakan perumahan yang berada di Tambun Selatan, Bekasi. Beberapa rumah di perumahan ini terancam digusur oleh juru sita Pengadilan Negeri Cikarang berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Bekasi dengan nomor 128/PDT.G/1996/PN.BKS tertanggal 25 Maret 1997.
Lahan seluas 3.290 meter persegi tersebut diputuskan sebagai aset milik penggugat yakni Hj. Mimi Jamilah. Itu artinya warga yang tinggal di sana atau pengembang perumahan tersebut dianggap bukan pemilik yang sah.
Total terdapat 27 bidang tanah yang terancam tergusur, terdiri dari 19 unit rumah dan 8 unit ruko. Namun, 9 rumah di antaranya masih dalam proses pembangunan. Sementara 10 unit rumah dan 8 ruko yang terjual telah memegang sertifikat hak milik (SHM).
Perwakilan pengembang perumahan Cluster Setia Mekar Residence 2 Abdul Bari mengungkapkan penjualan tanah telah berlangsung sejak lama yakni pada 1967. Untuk lebih jelasnya, berikut detikcom rangkum.
1967
Djudju Saribanon Dolly merupakan pemilik pertama yang terdaftar dalam SHM nomor 325 untuk lahan seluas 3,6 hektare. Lokasi lahan tersebut berada di Jatimulya Kota Bekasi sebelum pemekaran Kabupaten Bekasi.
1967 - Transaksi Penjualan
Terjadi penjualan antara Djudju Saribanon Dolly dengan Abdul Hamid pada 1967. Abdul Hamid kemudian menunjuk Bambang Heryanto untuk menjual tanah tersebut.
Menurut keterangan dari Bambang Heryanto, Abdul Hamid pada saat itu membeli tanah bukan untuk dimiliki tapi dijual kembali. Transaksi antara Djudju Saribanon Dolly dengan Abdul Hamid pun tidak dilakukan hingga lunas, melainkan hanya DP (down payment).
Abdul Hamid tidak melunasi transaksi dengan Djudju Saribanon Dolly.
1982
Bambang Heryanto menawarkan tanah tadi kepada Kayat. Menurut Bambang Heryanto ada bukti transaksi antaranya Kayat dan Abdul Hamid.
Ketika hendak pelunasan, Kayat meminta untuk bertemu dengan pemilik asli sertifikat yaitu Djudju Saribanon Dolly. Setelah keduanya bertemu, dibuatkan akte jual beli antara Djudju Saribanon Dolly dengan Kayat tahun 1982.
1985
SHM nomor 325 balik nama dari Djudju Saribanon Dolly menjadi atas nama Kayat.
1995
Kayat memecah sertifikat tersebut menjadi 4 bidang yaitu SHM nomor 704, 705, 706, dan 707.
1996
Terjadi transaksi jual beli antara Kayat dengan Tunggul Paraloan Siagian atas SHM nomor 704 (2,4 hektare) dan 705 (3.290 meter persegi).
2019
Pengembang Cluster Setia Mekar Residence 2 membeli tanah milik Tunggul Paraloan Siagian yakni SHM nomor 705 seluas 3.290 meter persegi.
"Sebelum saya beli, saya cek sertifikatnya. Kalau DP pertamanya (terjadi) di akhir 2018. Saya pembayaran bertahap sama Bapak Tunggul. Saya cek sertifikat itu di BPN Kabupaten Bekasi. Pada tahun 2019 terkonfirmasi bahwasanya sertifikat itu dalam keadaan clear and clean. Artinya tidak terdapat blokir, tidak terdapat penyitaan, dan tidak menjadi aset tanggungan," jelas Bari.
Bari melakukan balik nama SHM nomor 705 menjadi miliknya. Kemudian mengurus penerbitan izin mendirikan Bangunan (IMB).
2020
Bari memecah SHM nomor 705 menjadi 27 bidang.
"Dasar master plan diketahui dan keluar rekomendasi dari pejabat terkait, mulai dari pemerintah desa, kecamatan, kemudian BPN sebagai dasar untuk melakukan proses pemecahan sertifikat," jelas Bari.
2020-2024
Terjadi transaksi 27 bidang tanah dengan warga Cluster Setia Mekar Residence 2 dan pemilik ruko. Ada beberapa pemilik rumah yang baru DP.
2024
Keluar surat putusan dari Pengadilan Negeri Cikarang akan dilakukan eksekusi pada bangunan yang berada di area lahan SHM nomor 704, 705, 706, dan 707. Tanah tersebut menjadi milik Hj. Mimi Jamilah, anak satu-satunya Abdul Hamid berdasarkan Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (Incracht van gewisje): Putusan nomor 128/PDT.G/1996/PN.BKS.
Putusan Penggusuran PN Cikarang
Ketua RT 8 Kecamatan Tambun Selatan, Bekasi menceritakan saat dirinya menerima surat penggusuran Cluster Setia Mekar Residence 2 pada Desember 2024. Pada saat itu, yang diundang ke PN Cikarang di antaranya Ketua RT 8, Ketua RW 25, Kepala Desa, Camat, Propam, Kapolres, hingga Satpol PP. Dalam surat tersebut dijadwalkan waktu eksekusi berlangsung pada 20 Januari 2025.
Setelah itu, Ririn meminta Ketua Lingkungan untuk menyampaikan pesan surat tersebut. Mereka sempat mengadakan pertemuan bersama. Ririn menuturkan reaksi pertama kali warga dan pemilik ruko Cluster Setia Mekar Residence 2 banyak yang tidak percaya dengan pemberitahuan tersebut. Pasalnya mereka juga memiliki sertifikat hak milik (SHM) yang sah.
Hingga 20 Januari, warga tetap bertahan di properti masing-masing, berkegiatan seperti biasa. Ternyata waktu eksekusi terjadi pada Kamis (30/1/2025).
Warga melakukan perlawanan di depan gerbang Cluster Setia Mekar Residence 2. Namun, mereka tidak bisa menghentikan juru sita pengadilan yang telah mematikan aliran listrik dan air. Mereka pun keluar dari rumah tersebut dan saat ini dibiarkan kosong.
Ada pun, nilai rumah di Cluster Setia Mekar Residence 2 sekitar Rp 600-700 jutaan. Sementara ruko di depannya senilai Rp 1,2-1,5 miliar.
Sidang Gugatan dari Cluster Setia Mekar Residence 2
Warga Cluster Setia Mekar Residence 2, pemilik ruko, dan perumahan mengajukan gugatan balik ke PN Cikarang. Gugatan ini sebagai bentuk penolakan terhadap penggusuran yang dilakukan pada Kamis (30/2/2025) lalu.
Sidang gugatan tersebut dijadwalkan berlangsung pada Senin (17/2/2025). Lalu, ada pula warga perumahan yang mengajukan gugatan balik atas nama pribadi, Surung Sianipar. Sidangnya dijadwalkan digelar pada Senin (10/2/2025). Selain dari warga dan pengembang, menurut Bari pihak bank pemberi kredit juga telah mengajukan gugatan. Jadwal sidang perdana akan dilaksanakan pada Jumat (14/2/2025).
"Sidang gugatan dari salah satu warga. Itu dari Bapak Surung Sianipar. Saya tanggal 17. Bank tanggal 14 Februari 2025, bank pemberi kredit yang memiliki hak tanggungan," ungkap Bari.
Warga Bekasi mengeluhkan penggusuran perumahan meski memiliki SHM. Kasus sengketa tanah melibatkan 27 bidang, termasuk ruko yang tidak beroperasi. [501] url asal
Pada akhir pekan lalu, ramai kabar di media sosial soal penggusuran perumahan di daerah Bekasi oleh juru sita pengadilan. Padahal warga yang menjadi korban mengaku sudah memegang Sertifikat Hak Milik (SHM).
Tim detikcom mencobadatang ke lokasi untuk melihat dari dekat pada Selasa (4/2/2025). Perumahan tersebut berlokasi di Cluster Setia Mekar Residence 2, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi.
Perumahan tersebut berada di pinggir jalan yang ramai. Satpam yang berjaga di depan perumahan tidak mengizinkan kami berkeliling, hanya bisa sampai bagian depan dan samping.
Cluster Setia Mekar Residence 2, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi. Foto: Sekar Aqillah Indraswari
Rumah-rumah di sana masih utuh, tidak ada tanda kerusakan berat. Namun, beberapa kondisinya sudah kosong, tidak ada penghuni dan barang-barang di dalamnya, terutama rumah di bagian samping. Beberapa rumah juga ada yang masih dalam pembangunan.
Selain rumah, di dalam komplek tersebut terdapat lahan kosong yang dipenuhi semak belukar. Bidang tanah ini juga termasuk dalam tanah sengketa tersebut.
Kemudian di bagian depan perumahan terdapat 8 unit ruko yang juga berdiri di lahan sengketa. Ruko-ruko tersebut saat ini tidak beroperasi dan listriknya dipadamkan. Hanya 1 ruko yang tetap beroperasi karena pemiliknya berniat melakukan mediasi dengan pihak penggugat yakni Hj. Mimi Jamilah.
Menurut Ketua RT 8 Ririn, terdapat 27 bidang tanah yang bersengketa, terdiri dari 19 unit rumah dan 8 unit ruko. Beberapa rumah yang berada di lahan bersengketa juga belum seluruhnya terbangun.
Ririn menjelaskan, di samping rumah yang berada di lahan sengketa, ada sekitar 30 unit rumah yang merupakan rumah lama yang status tanahnya aman dari kasus ini.
"Banyak yang belum jadi rumahnya. Yang (rumah) lama 30-an rumah," kata Ririn saat ditemui di Bekasi.
Ririn menuturkan warga yang menjadi korban dalam kasus ini telah mengosongkan properti mereka sejak Kamis (30/1/2025) saat hari eksekusi. Waktu penggusuran rumah ini mundur 10 hari dari jadwal yang tertulis dalam surat pemberitahuan yakni seharusnya pada Senin (20/1/2025).
Warga yang menjadi korban sempat melakukan perlawanan di depan gerbang dan bertahan di properti mereka. Namun, pada Kamis itu, juru sita dari Pengadilan Negeri Cikarang Kelas II sudah meminta mereka untuk segera mengosongkan barang di rumah. Listrik dan air pun sudah dicabut. Menurut warga sekitar yang setiap hari berjualan di dekat perumahan, area ruko pada malam sangat gelap sejak hari itu.
"Makanya udah nggak ada yang dagang. Udah pada pindah. Kalau malam gelap itu, listriknya udah dipadamin," ujar Yani, salah satu pedagang yang berjualan di seberang perumahan kepada detikProperti.
Jumlah lahan yang bersengketa mencapai 3.100 meter persegi yang mencakup Cluster Setia Mekar Residence 2 dan 8 unit ruko di depannya. Rumah-rumah tersebut bernilai Rp 600-700 jutaan. Sementara itu untuk ruko bernilai Rp 1,2-1,5 miliar per unitnya.
Di depan perumahan saat ini sudah terpasang plang kepemilikan lahan atas nama Hj Mimin Jamilah.
"Tanah ini milik Hj. Mimi Jamilah seluas 36.030 m2 berdasarkan Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (Incracht Van Gewisje): Putusan nomor 128/PDT.G/1996/PN.BKS," tulis plang kepemilikan lahan yang dipasang pada hari penggusuran.
Rumah dan ruko di Cluster Setia Mekar Residence 2, Tambun Selatan, Bekasi telah dikosongkan sejak hari eksekusi terjadi. Bangunan tersebut berdiri di lahan sengketa yang dimenangkan oleh pihak tergugat Hj. Mimi Jamilah.
Ketua RT 8 Tambun Selatan Ririn, mengungkapkan ada kejadian tak terduga setelah rumah tersebut kosong dan listrik dipadamkan. Ia menemukan beberapa tukang rongsok mendatangi rumah untuk mengambil barang-barang warga yang tersisa.
"Jangan sampai barang-barang pada rusak (karena nggak diamanin sebelum penggusuran). Bener kan, barang-barang pada rusak pada dijarah. Sama orang luar. Dari rongsokan. Dari luar lah," kata Ririn saat ditemui di Bekasi, Selasa (4/2/2025).
Kejadian penjarahan ini terjadi pada malam hari. Ririn memergoki sendiri aksi pencurian tersebut. Ia heran ada sekelompok orang di sekitar rumah yang dikosongkan, tetapi ia tidak mengenal mereka. Begitu pula dengan warga lain yang bersamanya saat itu.
"Malem-malem kata saya, 'Nah ini siapa?' Gitu. 'Lah siapa Bu RT (warga lain tanya)?'. 'Saya nggak kenal'. 'Kamu siapa!'," tutur Ririn.
Ia melihat salah satu benda yang diambil adalah pompa air. Tukang rongsokan tersebut membongkar pompa air tersebut sampai ke bagian terkecil. Setelah tertangkap basah, tukang rongsokan tersebut langsung kabur.
Ririn mengatakan pada saat memberitahu warga Cluster Setia Mekar Residence 2 soal pengosongan barang-barang, ia meminta agar mereka mengamankan barangnya terlebih dahulu. Bahkan ia siap menampung beberapa barang milik warga untuk disimpan di halamannya. Apabila gugatan selanjutnya dimenangkan oleh warga, maka mereka bisa mengambil kembali barang-barang tersebut.
"Taruh dulu tempat gua dah. Sampai tak (aku) gituin, lho. Kalau seumpama udah selesai (masalahnya), nanti mau ditaruh lagi di sana (rumah masing-masing) nggak apa-apa. Yang penting udah ada tempat, ini," tekannya.
Diberitakan sebelumnya, proses eksekusi atau penggusuran berlangsung pada Kamis (30/1/2025). Juru sita pengadilan telah datang sejak pagi hingga pukul 18.30 WIB. Terdapat beberapa bangunan yang dihancurkan. Penggusuran untuk warga Cluster Setia Mekar Residence 2 dan 8 ruko di depannya ditunda karena warga mengajukan gugatan balik ke Pengadilan Negeri Cikarang. Sidang perdana akan digelar pada Senin (10/2/2025).
Saat ini Cluster Setia Mekar Residence 2 kembali dijaga ketat. Tidak sembarang orang bisa masuk kecuali warga di perumahan tersebut. Rumah-rumah di Cluster Setia Mekar Residence 2 merupakan hunian tipe 45/72 bernilai Rp 600-700 jutaan.
Alasan terjadinya eksekusi atau penggusuran adalah karena lahan seluas 3.100 meter persegi di perumahan tersebut merupakan lahan sengketa. Pengadilan Negeri Bekasi melalui putusan Nomor 128/PDT.G/1996/PN.BKS menyatakan pemilik tanah yang sah adalah Hj. Mimi Jamilah, bukan pengembang perumahan dan ruko tersebut.
Alhasil, pemilik tanah pun meminta rumah yang berdiri di atas tanah tersebut dihancurkan. Bangunan yang telah dihancurkan pada hari eksekusi adalah ruko penjual kitchen set di samping Cluster Setia Mekar Residence 2, tempat jualan pedagang kaki lima, Alfamart, tukang bubur, bengkel mobil, dan warteg.
Pertikaian sempat meletus di hari eksekusi. Sebab, warga perumahan dan ruko mengaku memegang Sertifikat Hak Milik (SHM) yang sah dan tidak mengetahui jika tanah yang mereka beli adalah tanah sengketa.