Sebanyak 29 siswa di Sekolah Dasar Katolik (SDK) Andaluri, Kecamatan Kota Waingapu, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), diduga keracunan setelah menyantap Makan Bergizi Gratis pada Selasa (18/2/2025). Para siswa mengeluh mual, muntah, pusing, dan sakit perut.
Pengelola Dapur MBG Sumba Timur, Jesica Sodakain, mengatakan para siswa itu tidak mengalami keracunan. Menurutnya, para siswa hanya mengalami alergi.
"Itu tidak ada indikasi keracunan, tetapi cuma alergi saja," ungkap Jesica dikonfirmasi detikBali, Sabtu (22/5/2025).
Opsi menu serangga di Makan Bergizi Gratis (MBG) disampaikan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana beberapa waktu lalu. Ia mengatakan opsi menu ini akan dibuka di wilayah dengan penduduk yang sudah biasa mengonsumsinya.
"Menu makanan bergizi gratis tidak kami tetapkan secara nasional, yang terpenting 30 persen protein, 40 persen karbohidrat, dan 30 persen serat. Oleh karena itu, di setiap satuan pelayanan kami merekrut ahli gizi untuk menyusun menu berbasis sumber pangan lokal," kata Dadan kepada detikcom, Jumat (31/1/2025), yang dilansir detikHealth, Jumat (7/2/2025).
"30 persen protein sumbernya tidak perlu selalu sama, misalnya di satu daerah banyak telur, pakai telur. Daerah lain ayam, dan daerah lainnya lebih banyak ikan, jadi sumbernya tergantung kearifan lokal dan mungkin saja ada daerah yang sangat suka serangga," sambungnya.
Kandungan Gizi Serangga
Merespons opsi menu serangga di program MBG, Dosen Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair) Lailatul Muniroh S K M, M Kes, mengatakan, pemerintah harus mempertimbangkan faktor budaya, psikologis, dan keamanan pangan di samping faktor gizi.
Laila mengatakan kandungan gizi serangga antara lain protein. Kadar protein per 100 gram serangga lebih tinggi daripada daging sapi dan daging ayam.
Selain itu, serangga juga kaya asam amino esensial dan asam lemak tak jenuh seperti omega 3 dan omega 6. Namun, butuh serangga dalam porsi banyak untuk mencapai kadar nutrisi tersebut.
"Penting untuk digarisbawahi, bahwa jumlah atau porsi diperlukan dalam jumlah yang banyak untuk memenuhi kebutuhan protein tersebut," jelas Laila dalam laman Unair, dikutip Jumat (7/2/2025).
Standar Keamanan Menu Serangga
Laila juga menyorot isu standar keamanan dan regulasi pangan pada serangga untuk menjadi bahan makanan. Ia menggarisbawahi, UU No 18 Tahun 2012 tentang Pangan belum menjelaskan dengan rinci terkait serangga.
Laila juga menyinggung terkait potensi alergi dan keamanan konsumsi serangga. Sebab, UU Pangan tidak memberikan penjelasan terkait serangga sebagai komoditas pangan.
"Undang-undang pangan kita belum ada penjelasan detail terkait serangga, bagaimana memastikan keamanan pangannya?" tuturnya.
Sementara itu, ia mengamini adanya Peraturan Kepala BPOM No 13 Tahun 2016. Namun, berdasarkan peraturan tersebut, produk berbasis serangga perlu melalui evaluasi BPOM sebelum mendapatkan izin untuk beredar sebagai makanan.
"Beberapa peraturan terkait standar keamanan pangan dan novel food (bahan pangan baru) sudah ada, seperti Peraturan Kepala BPOM No 13 Tahun 2016 tentang pangan olahan yang mengandung bahan pangan baru," ucapnya.
Pengolahan makanan berbahan serangga sendiri contohnya dalam bentuk tepung protein serangga. Tepung ini dapat diolah menjadi berbagai makanan atau produk olahan lainnya.
Laila menjelaskan, inovasi pengolahan serangga ini salah satunya perlu dalam merespons masalah penerimaan masyarakat atas menu serangga di program Makan Bergizi Gratis.
Faktor Penerimaan Masyarakat
Laila mengatakan penerimaan pada serangga sebagai makanan sehari-hari dipengaruhi oleh faktor budaya, psikologis, sosial, dan ekonomi. Maka wajar, bila sebagian penduduk Indonesia tidak menganggap serangga bisa dimakan serta menolak kemunculan opsi menu serangga.
Dia menekankan, kebijakan ini harus benar-benar bertujuan untuk memberikan yang terbaik bagi masyarakat, bukan sekadar program formalitas tanpa manfaat maksimal.
Untuk itu, ia berharap pemerintah dapat menyusun regulasi yang jelas mengenai konsumsi serangga. Kemudian, masyarakat perlu diedukasi mengenai manfaatnya.
Pemerintah juga perlu berinovasi dalam mengembangkan produk berbasis serangga. Ekosistem budidaya serangga skala UMKM menurut Laila juga perlu didorong agar penyediaan bahan bakunya berkelanjutan.
"Jangan sampai program MBG ini hanya sekadar menjalankan program, tanpa ada niatan memberikan yang terbaik untuk masyarakat. Jangan sampai program MBG ini hanya sekadar program bagi-bagi makanan," tutupnya.
Cak Imin meminta Badan Gizi Nasional memperbaiki dan menyempurnakan menu Makan Bergizi Gratis (MBG). Sebab, sejumlah siswa mengalami alergi. [402] url asal
IDXChannel - Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM) Muhaimin Iskandar alias Cak Imin meminta Badan Gizi Nasional memperbaiki dan menyempurnakan menu Makan Bergizi Gratis (MBG). Sebab, sejumlah siswa mengalami alergi.
Dia pun menyebut program MBG yang baru berjalan masih tahap awal. Sehingga tidak selalu berjalan mulus.
Dia menegaskan keberhasilan dari program ini tentunya akan diteruskan, namun terkait dengan ada kesalahan atau keluhan pihaknya mendukung penuh upaya Badan Gizi Nasional untuk melakukan perbaikan.
"Ya tentu semua ini kan proses ya, ada trial, ada untuk keberhasilan diteruskan, kesalahan, kegagalan, pasti harus diperbaiki. Saya setiap hari berkomunikasi dengan Kepala Badan Gizi Nasional," kata Cak Imin di Gedung Konvensi Taman Makam Pahlawan Nasional (TMPN) Kalibata, Sabtu (11/1/2025).
“Kita semua support untuk Badan Gizi Nasional terus memperbaiki kekurangannya, menyempurnakan yang sudah baik,” tambahnya.
Perihal pengganti menu makanan bagi siswa yang alergi, dia menyebut hal tersebut sebaiknya ditanyakan langsung kepada Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana. Dia hanya bisa memastikan jika keluhan terkait program MGB akan direspons cepat oleh pemerintah.
"Yang penting semua komplain, semua kesulitan cepat sampaikan. Pemerintah akan respons dengan cepat,” tuturnya.
Di sisi lain, dia pun telah meminta Kepala Badan Gizi Nasional untuk melibatkan UMKM dalam program MBG. Sehingga program ini pun berdampak positif bagi para pelaku UMKM.
Sebelumnya, sebanyak 1.334 siswa SMAN 5 Kota Sukabumi menerima manfaat MBG. Namun, 60 orang di antaranya memiliki riwayat alergi makanan yang dapat mengakibatkan gatal-gatal dan suhu tubuh yang meningkat.
“Ada 60 siswa yang mengaku alergi, jadi yang 60 orang ini kita pisahkan. Kebanyakan itu alergi olahan makanan laut. Di tahap awal ini sedang diujicobakan menu yang pas, kalau kurang cocok langsung disesuaikan menunya," ujar Wakil Kepala Sekolah (Wakasek) Humas SMAN 5 sekaligus penanggungjawab program MBG, Budi Setia Baskara, kepada wartawan, Rabu (8/1/2025).
Budi mengatakan menu dalam pelaksanaan program MBG yang baru dilaksanakan di sekolahnya tersebut masih aman. Menunya terdiri dari nasi putih, ayam, sayur dan buah jeruk, plus susu kotak yang sudah dianalisa Badan Gizi Nasional.
Sementara itu, salah seorang siswi yang memiliki riwayat alergi, Salwa Azizah (16), mengaku sebelum menerima makanan dari program MBG tersebut sudah ditanya oleh pihak sekolah dan mengisi data jenis makanan yang dapat menimbulkan alergi.
"Saya alergi makanan laut kayak udang, cumi, kepiting. Kecuali kalau ikan mas, masih bisa. Bisa gatal-gatal dan panas juga. Kalau mau sembuh itu bisa 2-3 hari. Sudah mengisi di google form soal makanan yang bikin alergi,” ujar Salwa.