Ketersediaan tanah menjadi salah satu aspek utama dalam membangun perumahan. Bukan sembarang tanah, tak semua lahan boleh dibangun rumah, termasuk lahan persawahan.
Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait (Ara) mengingatkan pengembang untuk tidak membangun perumahan di atas lahan sawah. Sebab, hal itu dapat mengganggu ketahanan pangan negara.
Pesan itu disampaikan Ara ketika mengunjungi Perumahan Shanaya Bintang Residence di Bangle, Karawang, Jawa Barat pada Sabtu (22/3). Ia awalnya menanyakan ketersediaan lahan kosong perumahan subsidi tersebut.
"Lahannya tolong jangan di sawah ya Bu (pengembang). Jangan nanti kita menyelesaikan masalah perumahan tapi masalah ketahanan pangan jadi berkurang. Kedua itu masalah yang penting bagi negara kita. Ya, pangan harus benar-benar kan Presiden (Prabowo Subianto) ingin swasembada pangan," ujar Ara di Karawang, Jawa Barat, Sabtu (22/3/2025).
Untuk menjaga swasembada pangan, caranya dengan tidak membangun perumahan menggunakan lahan persawahan.
Sebelumnya, Wakil Menteri PKP Fahri Hamzah pun pernah menyampaikan pesan Presiden Prabowo Subianto yang melarang penggunaan tanah produktif seperti sawah sebagai lahan perumahan.
Hal ini ia sampaikan pada saat menghadiri seminar internasional bertajuk Sustainable Housing, Building, and Cities di Fairmont Jakarta pada Selasa (14/1/2025).
"Kami tidak akan menggunakan tanah produktif. Presiden sudah melarang kita untuk memakai persawahan untuk rumah," kata Fahri.
Ia menyebut masih banyak lahan bekas sawah masih diincar untuk pembangunan rumah karena mudah sekali menawar harga tanah bekas sawah dan perizinan pembangunannya. Padahal, rumah yang dibangun di atas bekas lahan sawah berisiko tidak kokoh, terutama saat terjadi gempa bumi.
Fahri pernah menyaksikan sendiri kejadiannya. Maka dari itu, ia menentang pembangunan rumah atau bangunan lain di atas lahan bekas sawah.
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini
Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) memberikan arahan strategis kepada pemerintah daerah untuk berperan dalam Program 3 Juta Rumah. Salah satu arahannya menyusun aturan pembebasan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) dan retribusi persetujuan bangunan gedung (PBG).
Dirjen Perumahan Perkotaan Sri Haryati menegaskan kepada daerah yang belum menyusun peraturan kepala daerah (perkada) tentang hal tersebut segera menyusun dan menyesuaikan dengan surat keputusan bersama (SKB) 3 Menteri. Hal ini juga termasuk mempercepat proses penerbitan izin PBG.
"Saat ini merupakan saatnya rakyat punya rumah di mana pemerintah memberikan karpet merah untuk mendorong pembangunan rumah rakyat. Pemerintah telah menyiapkan lahan tanah negara untuk lokasi pembangunan rumah, memberikan kemudahan perizinan dari yang berbayar menjadi gratis untuk bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) rumah subsidi oleh pemerintah daerah," ujar Sri dikutip dari keterangan tertulis, Senin (17/3/2025).
"Retribusi persetujuan bangunan gedung (PBG) oleh pemerintah daerah, pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah PPN DTP 100 persen pada periode Januari-Juni 2025 dan PPN DTP 50 persen pada periode Juli-Desember 2025 untuk harga rumah 0-2 miliar oleh Kementerian Keuangan serta pelayanan PBG yang cepat, yakni izin persetujuan bangunan gedung (PBG) dari 45 hari menjadi hitungan menit sejak dokumen lengkap oleh pemerintah daerah, mendorong KPR FLPP untuk rakyat yang ingin memiliki rumah bersubsidi serta pembangunan dan renovasi rumah dengan stakeholder," sambungnya.
Hal itu disampaikan Sri dalam Rapat Koordinasi sekaligus Penandatanganan Nota Kesepahaman tentang Sinergi Tugas dan Fungsi di Bidang Agraria/Pertanahan, Tata Ruang, Pemerintahan Dalam Negeri, Kehutanan, Transmigrasi dan Informasi Geospasial, serta Pemeriksaan Kesehatan Gratis, dan Implementasi Program 3 Juta Rumah bersama seluruh Kepala Daerah se-Indonesia.
Kemudian, ia menyebutkan arahan lain yakni pemerintah provinsi kabupaten dan kota agar segera berperan untuk gotong royong mewujudkan program tersebut dan tidak ragu untuk mengalokasikan anggaran pembangunan dan renovasi rumah tidak layak huni (RTLH).
Ketiga, Sri mengarahkan seluruh pemerintah daerah dapat melaporkan penerbitan perkada BPHTB dan retribusi PBG serta pelayanan perizinan PBG kepada Kementerian Dalam Negeri, Kementerian PKP dan Kementerian PU. Hal ini sesuai dengan amanat SKB 3 Menteri. Keempat, pemerintah daerah melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk mengurus PBG dan melaporkan data PBG tersebut kepada Kementerian PKP secara berkala.
Kelima, Sri mengarahkan pemerintah daerah untuk mendorong corporate social responsibility (CSR) dalam membangun rumah untuk masyarakat. Keenam, pemerintah daerah memonitor kualitas rumah subsidi di lingkungannya. Ketujuh, penerbitan izin penyelenggaraan perumahan tidak melanggar aturan tata ruang serta berupaya meniadakan segala bentuk pungutan liar (pungli) dalam perizinan perumahan.
Di samping itu, ia mengatakan Kementerian PKP menilai peran pemerintah daerah sangat penting dalam Program 3 Juta Rumah, sehingga membutuhkan dukungan dan peran aktif mereka. Hal ini agar masyarakat bisa tinggal di rumah yang layak huni sekaligus untuk mendorong pencapaian target program.
"Program 3 Juta Rumah merupakan bagian dari Asta Cita yang harus didukung oleh semua pihak termasuk pemerintah daerah. Selain itu juga menjadi program prioritas di mana pemerintah menjamin rumah murah dan sanitasi untuk masyarakat desa dan rakyat yang membutuhkan serta program hasil terbaik cepat untuk masyarakat," katanya.
Sri mengatakan berdasarkan data dari BPS melalui Susenas Tahun 2023, sektor perumahan masih menjadi hal yang perlu mendapat perhatian dari semua pihak. Ia menyebutkan backlog perumahan yang cukup tinggi berdasarkan kepemilikan ada 9,9 juta rumah tangga yang tidak memiliki rumah dan 26,9 juta rumah tangga yang rumahnya tidak layak huni.
"Atas dasar data ini maka Kementerian PKP fokus pada dua elemen yaitu bagaimana kita mendorong masyarakat untuk membangun rumah dan juga bagi program-program pemerintahan mendorong semangat gotong royong bersama-sama stakeholder juga melakukan renovasi rumah masyarakat," imbuhnya.
Lebih lanjut, Sri menjelaskan berdasarkan arahan Presiden Prabowo Subianto, Menteri PKP Maruarar Sirait diberi target membangun 3 juta rumah per tahun. Target itu berupa pembangunan dan renovasi yang meliputi 1 juta rumah di perkotaan, 1 juta rumah di perdesaan dan 1 juta rumah di pesisir.
"Menindaklanjuti arahan Presiden tersebut, pembangunan dan renovasi rumah dilakukan dengan cara pembangunan/renovasi rumah oleh negara, Pembangunan/renovasi rumah secara swadaya, pembangunan/renovasi rumah secara gotong royong dengan pengusaha melalui CSR, dan pembangunan rumah oleh pengembang/developer," tuturnya.
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini
Kabupaten Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur, menarik investor sektor perumahan lewat pembebasan retribusi perizinan persetujuan bangunan gedung ... [281] url asal
Pemerintah kabupaten sudah menyelesaikan peraturan bupati (perbub), terkait retribusi PBG dan pajak BPHTB nol rupiah
Penajam Paser Utara (ANTARA) - Kabupaten Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur, menarik investor sektor perumahan lewat pembebasan retribusi perizinan persetujuan bangunan gedung (PBG), serta pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) alias nol rupiah.
"Pemerintah kabupaten sudah menyelesaikan peraturan bupati (perbub), terkait retribusi PBG dan pajak BPHTB nol rupiah," kata Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Kabupaten Penajam Paser Utara Nurlaila di Penajam, Jumat.
Kebijakan tersebut juga sebagai tindak lanjut tiga juta rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) program pemerintah pusat, sebagai dorongan agar tercipta akses hunian yang layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Salah satu program unggulan Presiden Prabowo Subianto tersebut diharapkan meringankan beban ekonomi rakyat kecil, kata dia, dan kecenderungan potensi bisnis perumahan lebih berkembang ke depan.
Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara juga bersiap, terutama kesiapan lahan untuk kawasan pengembangan perumahan, serta akses pendukung lainnya.
Upaya penerbitan perbub menyangkut kebijakan retribusi PGB dan pajak BPHTB nol rupiah atau gratis, serta penyediaan lahan, menurut dia, bakal semakin banyak investor tanamkan modal di Kabupaten Penajam Paser Utara terutama bidang perumahan.
Dinas PMPTSP Kabupaten Penajam Paser Utara mencatat sejak regulasi tersebut, diberlakukan, sudah dua perizinan PGN di Kelurahan Gunung Steleng, Kecamatan Penajam diterbitkan.
Kemudian diterbitkan satu perizinan PGN di Kelurahan Nenang dan satu perizinan PGN di Kelurahan Sungai Parit, kedua kelurahan tersebut berada di wilayah Kecamatan Penajam.
Catatan Dinas PMPTSP itu merupakan gambaran kebijakan pembebasan retribusi perizinan PGN dan pajak BPHTB menarik minat pemilik modal untuk pengembang perumahan di Kabupaten Penajam Paser Utara, kata Nurlaila.
KOMPAS.com - Proses perizinan dinilai telah menjadi permasalahan utama dan darurat bagi sektor properti di Indonesia.
Anggota Satgas Perumahan Presiden Prabowo Subianto, Bonny Z. Minang mengatakan, permasalahan perizinan telah menjadi perhatian serius.
Sebab, lambatnya proses ini dapat menghambat pengembangan properti di Indonesia, termasuk program 3 juta rumah yang diusung Prabowo.
"Pak Joko Suranto dari REI memberikan informasi ada izin Amdal 1,5 tahun atau 2 tahun. Satgas sangat concern sekali soal perizinan," ujar Bonny dalam Diskusi Program 3 Juta Rumah pada Senin (28/10/2024) dikutip dari kanal Youtube Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP).
Sehingga menurut dia, permasalahan pertama dalam sektor properti bukanlah pembiayaan, melainkan perizinan.
Untuk itu, Satgas Perumahan telah memberikan rekomendasi agar proses perizinan dipercepat.
"Perizinan kita maksimumkan 14 hari, itu rekomendasi kepada Presiden dan Pak Menteri," pungkasnya.
Enggartiasto Lukita, mantan Ketua Umum REI pertama menambahkan, proses perizinan yang lambat ini dampak dari Undang-Undang Otonomi Daerah.
"Undang-Undang Cipta Kerja kita sudah prima, tetapi persoalan pada waktu meng-enter ini tangannya suka kaku," katanya.
Ia mengaku pernah mengusulkan kepada Kementerian Investasi untuk memberikan batas waktu. Misalnya proses melebihi batas waktu, maka perizinan dianggap selesai dan terbit.
"Sebab kalau tidak, maka semua ini akan sia-sia. Ini (perizinan) adalah salah satu biaya yang tinggi yang terpaksa itu dibebankan kepada konsumen," tutupnya.
Pemerintah rencanakan program 3 juta rumah mulai 2025, Ini sederet catatan dari pengembang terkait material dan perizinan, terutama di perdesaan. [658] url asal
Pemerintah memiliki program 3 juta rumah per tahun yang akan mulai dilakukan pada awal 2025. Akan tetapi, ada sederet catatan dari pengembang untuk program tersebut.
Dalam program 3 juta rumah, nantinya ada 1 juta yang dibangun di perkotaan dan 2 juta dibangun di perdesaan. Untuk pembangunan rumah di perdesaan, pengembang mengatakan perlu diperhatikan beberapa hal, salah satunya material bangunan.
Ketua Umum Appernas Jaya, Andriliwan Muhamad menuturkan untuk membangun rumah di perdesaan masih sulit mendapatkan material bangunan, contohnya pasir dan semen. Ia mengatakan, hal itu berdasarkan pengalamannya membangun rumah subsidi di beberapa wilayah perdesaan, seperti di NTT, Papua, maupun di Serang.
"Sangat sulit kalau di desa. Apalagi kalau kita di Papua, di NTT, kita susah sekali kalau mau cari pasir. Mau cari semen itu sangat mahal di sana," katanya saat ditemui di sela-sela acara Diskusi Program 3 Juta Rumah di Auditorium Kementerian Pekerjaan Umum, Senin (28/10/2024).
Walau demikian, pihaknya akan tetap mendukung program 3 juta rumah. Namun, ia meminta pemerintah untuk memperhatikan dari sisi material bangunan dan juga perizinan bangunan agar lebih dipermudah.
"Cuma kami menegaskan tolong yang diutamakan itu adalah bagaimana pemerintah bisa mengontrol material dan kemudian perizinan. Itu dua saja, kalau masalah SDM bisa kita bantu teman-temannya," ujarnya.
Terpisah, Ketua Umum Apersi, Junaidi Abdilah menuturkan pihaknya mendukung program pembangunan 3 juta rumah. Akan tetapi, ia membeberkan sejumlah catatan, salah satunya kejelasan penerima bantuan pembangunan rumah di desa.
Junaidi mengungkapkan, saat ini masih belum jelas siapa saja target sasaran dari pembangunan 2 juta rumah di perdesaan maupun rumah seperti apa yang akan dibangun di sana. Ditambah lagi, kriteria calon penerima bantuan juga masih belum jelas hingga saat ini.
"Saya punya pertanyaan, di desa konsumennya siapa? Dan siapa yang bangun? Terus gimana logistik untuk ke desa-desa? Tidaklah gampang, medannya itu tidaklah gampang," katanya kepada wartawan.
Di sisi lain, pemerintah juga akan menggunakan lahan sitaan untuk dibangun rumah maupun rumah susun. Namun, menurut Junaidi hal tersebut masih harus dipastikan lagi legalitas lahan agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.
"Kan kalau developer tidak akan tertarik (bangun rumah) kalau tidak ada pembiayaan dari perbankan, perbankan akan tertarik (memberi pembiayaan bangun rumah) kalau jaminannya jelas, legalitasnya. Kalau tanah sitaan, apakah nanti bisa jadi gugatan lagi? Terus tanah negara apakah nanti bisa terus jadi pemiliknya? Yang pasti kan nggak bisa dimiliki," paparnya.
"Akan lebih cocok kalau tanah negara, tanah sitaan, untuk rumah sewa. Tanah negara lebih cocok penghuninya sewa, realistis. Tapi kalau untuk transaksi jual beli saya yakin tidak bisa," tambahnya.
Maka dari itu, ia menyarankan agar pemerintah, khususnya Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) bisa mengajak diskusi para pengembang perumahan terutama pengembang rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Hal ini supaya pemerintah bisa mendapatkan masukan terkait pembangunan hunian.
"Karena pengembang ini sudah paham benar kondisi lapangan, birokrasi, suplier, konsumen, dan lainnya. Tentunya kalau hal-hal teknis begini (kalau) kami tidak diajak bicara, sangat disayangkan nanti programnya kurang tersupport," ujar Junaidi.
"Artinya sampai sekarang asosiasi belum pernah diajak bicara. Jadi karena kami yang tahu persis seperti apa di lapangan, selayaknya Bapak Menteri melibatkan kami untuk berdiskusi," pungkasnya.