Kementerian PKP akan bentuk Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3) untuk percepat pembangunan perumahan. Ini respons pengembang. [639] url asal
Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) akan membentuk Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3). Hal ini dilakukan untuk mempercepat pembangunan perumahan dan mengatur penerapan hunian berimbang.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum DPP Realestat Indonesia Joko Suranto menilai hal tersebut tidak relevan lagi karena saat ini sudah ada Kementerian PKP yang menangani sektor perumahan. Ditambah lagi, saat ini pemerintah sudah memberlakukan sudah memberlakukan sistem perizinan berusaha terintegrasi berbasis risiko atau Online Single Submission (OSS).
"Kalau melihat kembali ke belakang, rencana awal pembentukan BP3 adalah sebagai lembaga ex officio untuk memudahkan koordinasi mengingat sektor perumahan ini melibatkan setidaknya lima kementerian terkait. Tetapi dengan telah adanya Kementerian PKP, maka BP3 menjadi tidak relevan, tidak dibutuhkan dan tidak efisien (dibentuk)," ujarnya dalam keterangan tertulis, dikutip Jumat (14/3/2025).
Menurut Joko, untuk mempercepat pembangunan perumahan dengan penerapan hunian berimbang cukup dilakukan oleh Kementerian PKP karena memiliki fungsi dan kewenangan lebih kuat dibandingkan BP3. Selain itu, adanya BP3 dinilai berpotensi memunculkan dualisme kebijakan menumbuhkan kembali pengaturan oleh banyak lembaga di industri properti termasuk perumahan.
"Oleh karena itu, kami berpendapat aturan hunian berimbang cukup diatur dan dikelola oleh Kementerian PKP, sehingga tidak ada tumpang tindih kelembagaan dan kebijakan," tegasnya.
Terkait hunian berimbang, REI menyarankan beberapa hal agar bisa berjalan dengan baik, yaitu:
1. Revisi Regulasi
Revisi regulasi yang dimaksud yaitu agar hunian berimbang untuk skala besar dapat dilakukan pada lokasi lain, baik lintas kabupaten maupun lintas provinsi. Selain itu, hunian berimbang dapat dikerjasamakan antara pengembang besar dan pengembang kecil.
2. Implementasi Hunian Berimbang Diterapkan Melalui Rencana Tata Ruang
Pada hunian berimbang, ada tiga tipe rumah yang dibangun yaitu rumah mewah, rumah menengah, dan rumah sederhana. Untuk rumah sederhana untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) ditetapkan dalam rencana detail tata ruang (RDTR) dan dalam bentuk sub-zonasi khusus. Dengan demikian maka harga lahan di lokasi pembangunan rumah sederhana akan terkunci.
Ke depan, Joko berharap segera ada kebijakan yang komprehensif dari Kementerian PKP berkaitan dengan skema hunian berimbang serta tetap tercipta sinergi dan komunikasi yang baik dengan seluruh pemangku kepentingan di sektor perumahan.
Sebagai informasi, pembentukan BP3 masih menunggu revisi beberapa aturan. Direktur Jenderal Kawasan Permukiman Kementerian PKP Fitrah Nur mengungkapkan terdapat revisi untuk Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 9 Tahun 2021 tentang Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan dan Keputusan Presiden (Keppres) 30/2021 tentang Pengangkatan Dewan Pembina Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan.
"Sekarang itu kan ada revisi Perpres 9 dan Keppres 30, itu baru keluar dari persetujuan dari Presiden (Prabowo Subianto) Jumat kemarin. Itu baru kita proses dulu," ujar Fitrah saat ditemui di Serang, Banten, Minggu (9/3) lalu.
Pihaknya sedang menyelesaikan peraturan yang mengatur badan tersebut. Setelah itu, baru akan dibentuk panelis dan mengundang peserta yang ingin bergabung dengan badan tersebut. Menurutnya, pembentukan BP3 dapat rampung pada semester II tahun ini.
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini
Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) sedang mengupayakan pembentukan Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3) untuk mempercepat pembangunan perumahan. Upaya tersebut saat ini masih dalam tahap revisi peraturan.
Direktur Jenderal Kawasan Permukiman Kementerian PKP Fitrah Nur mengungkapkan terdapat revisi untuk Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 9 Tahun 2021 tentang Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan dan Keputusan Presiden (Keppres) 30/2021 tentang Pengangkatan Dewan Pembina Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan.
"Sekarang itu kan ada revisi Perpres 9 dan Keppres 30, itu baru keluar dari persetujuan dari Presiden (Prabowo Subianto) Jumat kemarin. Itu baru kita proses dulu," ujar Fitrah saat ditemui di Serang, Banten.
Pihaknya sedang menyelesaikan peraturan yang mengatur badan tersebut. Setelah itu, baru akan dibentuk panelis dan mengundang peserta yang ingin bergabung dengan badan tersebut. Menurutnya, pembentukan BP3 dapat rampung pada semester II tahun ini.
"Kita bertahap dulu lah, kita selesaikan peraturannya dulu, kemudian kita bentuk panelis, lalu kita undang nanti panelisnya, kita undang peserta yang mau ikut di BP3," ucapnya.
"(Target rampung bisa semester II-2025?) Bisa, insyaallah bisa," tuturnya.
Sebagai informasi, hunian berimbang adalah regulasi pemerintah yang mewajibkan pengembang rumah mewah dan rumah menengah untuk membangun rumah subsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Namun, bagi pengembang yang tidak bisa langsung membangun, dapat memenuhi kewajiban dengan menyetor dana konversi.
Sebelumnya diberitakan pada Senin (17/2) lalu, Direktorat Jenderal (Ditjen) Kawasan Permukiman Kementerian PKP membentuk Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3) untuk Hunian Berimbang dan Dana Konversi. Langkah ini sebagai upaya percepatan pembangunan perumahan.
Pembentukan BP3 merupakan amanat UU 1/2011 tentang PKP, amanat UU 20/2011 tentang rusun, dan amanat UU 6/2023 tentang penetapan Peraturan Pemerintah pengganti UU 2/2022 tentang Cipta Kerja.
Badan ini akan mendorong percepatan Program 3 Juta Rumah melalui Lembaga khusus sebagai eksekutor teknis, mengelola sumber pendanaan selain APBN (Dana konversi, Hunian Berimbang untuk penyediaan perumahan bagi MBR, menyempurnakan ekosistem perumahan, untuk melakukan percepatan program perumahan MBR, dan menjamin ketersediaan rumah bagi MBR (housing stock dan ketepatan sasaran penyaluran bantuan pemerintah untuk perumahan MBR).
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini
Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait (Ara) siap percepat pembentukan Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan atau BP3 agar ... [272] url asal
Jakarta (ANTARA) - Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait (Ara) siap percepat pembentukan Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan atau BP3 agar kebijakan hunian berimbang segera berjalan.
"Jadi kita akan lakukan, dan kita sudah bersurat ke Presiden RI," ujar Ara di Jakarta, Kamis.
Ara sudah bersurat kepada Presiden RI pada 22 Januari 2025 terkait pembentukan BP3. Selain itu, dirinya juga sudah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Pembentukan BP3 yang diketuai Direktur Jenderal Kawasan Permukiman Kementerian PKP Fitrah Nur.
Sebagai informasi, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2021 tentang Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3) bahwa tujuan pembentukan BP3 adalah untuk mempercepat penyediaan rumah umum yang layak dan terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Selain itu, juga menjamin bahwa Rumah Umum hanya dimiliki dan dihuni oleh masyarakat berpenghasilan rendah, serta menjamin tercapainya asas manfaat Rumah Umum. Kemudian melaksanakan berbagai kebijakan di bidang Rumah Umum dan Rumah Khusus.
BP3 merupakan lembaga non struktural untuk mendukung percepatan Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Susunan organisasi BP3 terdiri atas unsur pembina yang selanjutnya disebut Dewan Pembina, unsur pelaksana yang selanjutnya disebut Badan Pelaksana, dan unsur pengawas yang selanjutnya disebut Dewan Pengawas.
Sedangkan kebijakan hunian berimbang merupakan kebijakan yang mewajibkan badan hukum yang melakukan pembangunan perumahan (pengembang perumahan) untuk mengembangkan perumahan atau kawasan hunian dengan komposisi seimbang.
Komposisi berimbang dimaksud, yakni antara rumah mewah, menengah, dan sederhana dengan pola pembangunan 1 rumah mewah harus diimbangi dengan pembangunan 2 rumah menengah dan pembangunan 3 rumah sederhana atau 1:2:3.
Kebijakan perumahan seimbang merupakan komitmen negara untuk menyediakan perumahan yang layak dan terjangkau bagi masyarakat.
Pemerintahan Prabowo berencana membentuk Kementerian Perumahan. Pengamat properti menyoroti masalah-masalah perumahan yang perlu diatasi Menteri Perumahan. [762] url asal
Pemerintahan era Presiden Terpilih Prabowo Subianto mendatang dikabarkan akan membentuk Kementerian Perumahan. Kemungkinan tersebut ini diperkuat dengan pernyataan Ketua Satgas Perumahan, Hashim Djojohadikusumo yang mengatakan politikus Gerindra, Maruarar Sirait akan menjadi Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) dan Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah sebagai wakilnya.
Menanggapi hal itu, Pengamat properti dari Indonesia Property Watch Ali Tranghanda berpesan agar menteri baru nantinya mendengarkan masukan dari asosiasi-asosiasi pelaku industri untuk memahami permasalahan di bidang perumahan. Menurutnya, persoalan perumahan termasuk masalah yang kompleks.
"Menteri ini harus lebih banyak mendengarkan masukan dari pelaku bisnis, asosiasi, (dan) siapapun) itu untuk memahami permasalahannya lebih komprehensif. Karena memang kan perumahan ini sangat kompleks dan lintas kementerian," ujar Ali kepada detikProperti, Jumat (18/10/2024).
Ali menyoroti sejumlah masalah yang perlu dihadapi Kementerian Perumahan. Ia pun menyebutkan sederet rumusan masalah yang perlu diatasi oleh Menteri Perumahan, salah satunya jumlah kuota Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang terbatas.
"Banyak masalah misalkan kuota FLPP yang setiap tahun selalu habis. Meskipun ada kemungkinan katanya Prabowo mau naikan jadi 300 unit rumah," katanya.
Kemudian, ia menyebut pajak-pajak di sektor perumahan sangat tinggi. Penetapan pajak tidak bisa diputuskan oleh Menteri Perumahan saja, tetapi harus ada koordinasi dengan Menteri Keuangan.
Ali juga membahas soal ketersediaan lahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), mengingat harga tanah semakin melonjak. Ia pun menyarankan ada koordinasi dengan Bank Tanah yang saat ini pelaksanaannya belum optimal.
Demikian juga pelaksanaan Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3). Ali menilai pelaksanaan badan ini perlu lebih dioptimalkan.
Kemudian, masyarakat menengah di perkotaan juga butuh diperhatikan soal pengadaan rumah. Misalkan di Kota Jakarta, masyarakat kelas menengah seakan terabaikan karena pemerintah fokus pada pengadaan rumah untuk MBR.
Padahal, masyarakat menengah juga perlu diadakan hunian, termasuk bagi kaum Milenial dan Gen Z.
"Masalah lagi kaum menengah perkotaan yang kita lihat banyak market gap. Jadi kota-kota besar itu belum ada hunian yang betul-betul untuk kaum menengah," tuturnya.
Lebih lanjut, Ali menyoroti soal pembiayaan pengadaan perumahan. Menurutnya, sumber dana dari Kementerian Perumahan tidak bisa hanya mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Yang penting masalah pembiayaan kalau sama APBN sangat nggak kuat, APBN kita nggak kuat juga. Mau naikin porsinya mungkin tapi ambil dananya dari mana? Makanya perlu lembaga-lembaga atau dana abadi," imbuhnya.
Ia menyebut perlu adanya lembaga pembiayaan perumahan berupa dana abadi. Sebab, pembangunan perumahan akan terkendala tanpa pembiayaan yang tepat.
"Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat) itu masih banyak konflik, banyak polemik tapi mesti memang ada lembaga pembiayaan perumahan jangka panjang yang itu mesti dibentuk kayak di Singapura, Central Provident Fund, itu harusnya seperti itu. Kita bisa belajar ke sana. Karena tanpa pembiayaan jangka panjang, ini akan terkendala juga pembangunan rumah rakyat," jelasnya.
Selanjutnya, ia mengatakan perlu ada perubahan undang-undang untuk Pemerintah Daerah (Pemda). Menurutnya, dibutuhkan harmonisasi undang-undang yang mendukung Pemda mengurus perumahan rakyat di daerahnya masing-masing.
"Saat ini perumahan rakyat bukan domainnya Pemda. Sebelumnya, menurut saya itu harusnya ada di Pemda. Undang-undang Pemda-nya tidak mendukung itu. Perlu ada harmonisasi di antara undang-undang dan peraturan, sehingga Pemda juga ikut aktif fokus terhadap daerahnya masing-masing, karena saat ini masih fokusnya di pusat," terangnya.
Ali mengatakan pemerintah perlu mempercepat dan mewujudkan perumahan rakyat. Salah satunya dengan berkolaborasi dengan berbagai pihak, baik kementerian, badan, serta asosiasi-asosiasi pelaku industri.
"Kita perlu percepatan karena untuk penyediaan perumahan rakyat ini agar sedikit terlambat, tapi bukan tidak mungkin. Perlunya kebijakan-kebijakan yang betul-betul bisa menyelesaikan masalahnya tanpa merusak bisnis masing-masing (pelaku industri)," pungkasnya.
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini
Para pengembang hingga Menteri Negara Perumahan dan Permukiman 1998-1999, Theo L. Sambuaga beberkan perlunya kementerian khusus perumahan di Indonesia. [718] url asal
Wacana pembentukan kementerian khusus perumahan semakin gencar. Keberadaan kementerian khusus untuk perumahan dirasa diperlukan untuk mendukung program 3 juta rumah yang dicanangkan presiden dan wakil presiden terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Terkait hal tersebut, Menteri Negara Perumahan dan Permukiman periode 1998-1999, Theo L. Sambuaga pun mengatakan perlu adanya kementerian perumahan untuk melancarkan program 3 juta rumah sekaligus sebagai upaya untuk mengentaskan backlog rumah yang sampai saat ini sekitar 9,9 juta.
"Oleh karena itu, saya setuju dengan menggarisbawahi topik teman-teman urusan perumahan ini menjadi kementerian tersendiri, di bawah kementerian sendiri," ujarnya dalam acara Forwapera Talkshow, di Novotel Cikini, Jakarta Selatan, Selasa (20/8/2024).
Theo mengusulkan agar nama kementerian khusus perumahan menjadi Kementerian Perumahan dan Permukiman. Ia menilai, permukiman memiliki cakupan yang luas karena tidak hanya ada di perkotaan saja tetapi juga ada di desa.
"Saya mengusulkan sekaligus namanya Kementerian Perumahan dan Permukiman. Kenapa bukan perkotaan? Karena permukiman lebih luas. Permukiman bukan hanya di kota, sampai ke desa karena tujuan kita membangun perumahan ini adalah menyediakan rumah layak huni dalam lingkungan yang aman, sehat, dan produktif," ungkapnya.
Untuk mendorong hal tersebut terjadi, kata Theo, diperlukan adanya insentif bagi pihak swasta agar ikut berpartisipasi dalam menyediakan rumah yang sehat, aman, dan layak huni serta harga yang terjangkau khususnya untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Ia juga menyarankan agar pemerintah dapat memanfaatkan sumber dana dari BP Tapera dan sumber dana umum dengan perhitungan ekonomi bisnis yang saling menguntungkan.
Senada, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) Daniel Djumali menuturkan pentingnya ada kementerian khusus perumahan. Menurutnya, dengan adanya kementerian khusus perumahan maupun badan percepatan penyelenggaraan perumahan (BP3) akan memudahkan dalam proyek pengadaan perumahan, mulai dari perizinan hingga pendanaan atau pembiayaan.
"Apersi setuju untuk Kementerian Perumahan dan Permukiman untuk rakyat, baik yang MBR maupun milenial," tuturnya.
Daniel menilai, program untuk MBR cukup banyak. Maka dari itu perlu berbagai badan untuk membantu dalam pengadaan rumah untuk MBR, baik dari pemerintah berupa kementerian khusus perumahan dan badan penyelenggara lainnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Himpunan Pengembang Perumahan Rakyat (HIMPERRA) Aviv Mustaghfirin menilai adanya kementerian perumahan dibutuhkan agar pemerintah bisa fokus dalam pengadaan perumahan untuk masyarakat. Menurutnya, saat ini pemerintah kurang fokus dalam pengadaan rumah.
"HIMPERRA merekomendasikan dihidupkannya lagi Kementerian Perumahan Rakyat, karena dasarnya (penyediaan) rumah adalah amanat UUD 1945, jadi negara harus hadir di situ. Tidak kemudian tidak diurusin perumahan ini yang jadi kebutuhan dasar warga negaranya," tuturnya.
Kementerian Perumahan dinilai menyangkut berbagai urusan dan akan terlibat dengan banyak stakeholder, mulai dari penyediaan tanah, pembiayaan, perizinan, prasarana, teknologi, arsitektur, dan lainnya. Maka dari itu, kementerian perumahan tidak bisa disatukan oleh pekerjaan umum karena scope tugas yang dikerjakan berbeda.
Di sisi lain, Ketua Asosiasi Pengembang Rumah Sederhana Sehat Nasional Jaya (APPERNAS JAYA) Andre Bangsawan mengatakan adanya wacana kementerian khusus perumahan merupakan angin segar bagi para pengembang. Walau demikian, ia mengungkapkan ada target-target yang bisa dilakukan agar sektor perumahan bisa lebih baik lagi.
Pertama, mengeluarkan skema baru soal pembiayaan. Jangan sampai, kata Andre, pembiayaan perumahan yang sudah sulit semakin dipersulit lagi. Kedua, terkait dengan perizinan pembangunan rumah dipermudah.
Ketiga, terkait lokasi izin pembangunan rumah jangan sampai bermasalah. Sebab, yang akan dirugikan adalah pengembang dan pembeli rumah.
"Siapapun yang jadi menteri, adalah bagaimana cara kita mengalokasikan perumahan yang kita bangun. Jangan perbankan menyetujui 'ini lokasi bagus', pemda mengeluarkan izin, tiba-tiba datang hujan dan (rumah) tenggelam, yang disalahkan developer. Jadi itulah harus ada kesepakatan bersama," paparnya.